Chapter 14 - "Peringatan!"

YUME

Dan seharusnya aku sudah menduganya.

"...Maaf," gumam Akihito sedaritadi--sejak aku keluar dari kamar inapnya hingga saat ini. "Kau tidak seharusnya melakukannya."

"Aku tahu."

Bayangkan saja apa yang terjadi setelah aku menceritakan tentang apa yang sebenarnya kualami setelah ini. Kedua orangtua Akihito terdiam, saling berpandangan satu sama lain sebelum akhirnya tersenyum tipis dan mengalihkan pembicaraan secara bersamaan dalam detik yang sama.

Ya, aku tahu yang kulakukan memang sedikit terkesan mengada-ngada. Apalagi kalau aku mengatakannya pada dua orang yang mengandalkan logika seperti kedua orang tua Akihito (Otou-San yang bilang padaku mengenai ini). Aku memang tersinggung dengan tindakan mereka, tapi setelah kupikir-pikir dari kejadian tadi, jikalau aku menjadi mereka, aku mungkin juga tidak akan mempercayai gadis ingusan yang baru saja kutemui dan tiba-tiba mengatakan tentang hal yang sama.

"Mereka bukannya tidak mempercayaimu, mereka hanya sedang mencerna dalam pikiran mereka. Aku yakin itu," ucapnya seolah hendak meyakinkanku.

Aku menggeleng. "Tidak masalah. Aku sudah terbiasa mengalami hal seperti ini," balasku pura-pura acuh, meski dari hati terdalamku ada sedikit terbesit rasa kecewa karena mereka tak mempercayaiku. Tapi aku tidak boleh menunjukannya ke Akihito atau dia akan merasa semakin bersalah. "Omong-omong, kapan kau akan memberitahuku?"

"...Kau mau aku memberitahumu sekarang?" tawarnya ragu yang membuatku tiba-tiba ikut merasa ragu. Tapi aku tahu, tak seharusnya aku menunda waktu lagi, sebab kita tidak tahu kapan kami berada dalam masa aman seperti ini.

"Boleh," balasku pada akhirnya. "Aku akan cari tempat, mungkin-"

TIIIT, bunyi klakson panjang membuatku menoleh ke belakang. Dan aku tidak bisa untuk tidak mengangkat ujung bibirku saat melihat seorang lelaki menurunkan kaca jendelanya, tersenyum hangat dan melambaikan tangannya. Mobil itu bergerak perlahan sampai berada tepat di samping kiriku.

"Mau menumpang, Yume?"

Aku mengangguk tanpa ragu, lalu segera berjalan menuju pintu di samping pengemudi, memakai seatbelt dengan tenang, lalu membuka mulut kembali. "Paman sudah pulang kantor?"

"Yah, hari ini Paman tidak sibuk. Buat apa kau di kota ini, Yume?"

Paman Kanata ini adalah sepupu jauh Okaa-San. Meskipun kami memiliki hubungan saudara yang sedikit jauh, tapi Paman Kanata tetap baik dan perhatian (meskipun wajahnya sedikit sangar). Kudengar-dengar, Paman Kanata bekerja pada keluarga Akihito, tapi jabatannya lebih tinggi daripada Otou-San.

Aku melirik spion dan mendapati Yuki masih berdiri di luar, membuatku langsung berniat turun dari mobil sejenak untuk memintanya ikut. Untung saja mobil belum bergerak. "Tunggu, Paman. Barang Yume tertinggal di sana."

Paman Kanata menatapku sejenak, lalu tersenyum tipis--tanda dia telah memberikanku izin untuk keluar dari mobilnya. Aku mendekat ke arahnya setengah berlari, lalu pura-pura berjongkok seperti tengah memungut sesuatu. "Ayo, Akihito."

Akihito menatapku seolah hendak menyampaikan sesuatu. Dan dugaanku benar. "Ootonashi."

"Huh?"

Dia terdiam sejenak, sebelum akhirnya menggeleng kembali. "Hm, nanti saja, di rumah."

Saat kulihat dia sudah masuk ke dalam mobil, barulah aku kembali ke kursi depan. Kulirik tempat duduk belakang, yang membuatu teringat arwah yang duduk di belakang jok mobil saat mencari Akato dan Momo saat itu. Aneh juga melihatnya duduk di sana, sebab kata Otou-San, arwah yang duduk di belakang jok mobil menandakan bahwa dia memiliki dendam pada si pengemudi.

Tapi ini konyol, maksudku..., kapan Akihito punya dendam dengan Paman Kanata?

Ya, aku tahu ini hanya sekedar mengikutinya, tapi tetap saja rasanya aneh.

"...Nah, Yume." Paman memperhatikan depan dengan begitu serius. "Hari ini kau ke kota sendirian? Apa kau menjenguk Yuki lagi?"

Aku memiringkan kepalaku, lalu menjawab dengan sedikit tertegun. "Iya, Paman."

"Hati-hati," Nada bicaranya terdengar begitu serius, membuatku entah bagaimana bisa merinding begitu saja. "Kau masih memakai seragam sekolahmu. Sore-sore begini, gadis memakai seragam, benar-benar menarik perhatian, kan?" Tatapan Paman Kanata tertuju padaku, seperti meminta persetujuanku.

"Err..., entahlah."

"Paman dengar akhir-akhir ini banyak penguntit yang mengincar gadis SMA di kereta api, di jalanan dan bahkan tempat yang kita kira aman."

Aku tertawa kecil. "Paman tenang saja, tidak ada yang tertarik denganku. Aku tidak ada apa-apanya dibanding para gadis yang berkeliaran lainnya."

"Tapi tetap saja," Paman Kanata menatapku serius. "Hati-hati."

Aku hanya bisa menganggukan kepalaku dengan penuh tanda tanya. Kulirik Akihito di belakang sana, tengah menatap tajam ke arah spion. Kukira, aku pernah melihat tatapan itu sebelumnya.

Tatapan penuh kebencian, yang ditujukan pada Paman Kanata?

.

.

.

Hening.

Aku tidak berani bertanya padanya, saat melihatnya terlihat serius seperti itu. Bahkan aku ragu kalau ia tahu bahwa aku tengah melihatnya saat ini.

"Tadaima."

Si kembar berlari ke arah kami dengan wajah cemberut. "Okaerinasai!"

"...Yume-Nee! Mengapa tidak jemput kami, hari ini?" tanya Akato melipat kedua tangannya di depan dada. "Untung saja, kakak dalam gudang tidak berkata jahat ke Momo."

"Eh, maaf," ucapku sembari mengingat bagaimana di tengah perjalanan tadi, aku baru sempat menelepon Okaa-San dan memintanya menjemput Akato dan Momo karena memang sedang dalam keadaan darurat.

Aku, si kembar dan Akihito pun masuk ke ruang keluarga, kulihat Okaa-San sedang menonton televisi. Momo yang akhirnya diam sedaritadi pun akhirnya membuka mulut.

"Kaa-San...Anime kesukaan Momo sudah tayang," ucapnya memelas sambil menunjuk jam. "Kaa-San nonton siaran ini mulu..." Kali ini dia menunjuk presenter yang tengah membawa berita.

"Momo ngalah dong." Akato melipat kedua tangannya. Ekspresinya seperti tengah memamerkan kebijaksanaannya. "Oh ya, Kaa-San. Tadi di sekolah ada Kakek-Kakek yang mengaku Papa-nya Kaa-San."

Ucapannya sontak membuat Okaa-San tersentak. Tentu saja, Kakek kami yang berasal dari pihak Okaa-San telah lama meninggal, bahkan sebelum aku dilahirkan.

"Dari Saitama ya, kalau tidak salah?" tanya Momo tanpa melihat Akato, dia lebih serius menatap layar televisi guna mengganti siaran.

Kulihat Okaa-San hanya mengangguk-ngangguk, lalu tersenyum tipis. Matanya berkaca-kaca, namun masih terlihat begitu senang.

Setelah bercerita tentang sifat Kakek yang tentu saja belum pernah kulihat sekalipun--kecuali di foto, aku pun memutuskan untuk masuk ke kamar, mandi, dan berganti pakaian.

Keluar dengan piyama dan berhadapan langsung dengan Akihito sudah mulai menjadi kebiasaan selama beberapa hari ini. Tapi hari ini, kami benar-benar berhadapan langsung. Maksudku, biasanya kami akan bertemu di ruang keluarga, ruang makan atau sedang menemani si kembar bermain. Kami benar-benar berdiri berhadapan, tepat saat aku membuka pintu kamarku.

"Ootonashi," Dia yang menunduk pun mengangkat kepalanya. "Kurasa kita harus bicara..."

Dan aku, dengan segala kebingunganku, melangkah menyingkir dari hadapannya, tanda bahwa aku mengizinkannya masuk ke dalam kamarku.

"...Mau bicara apa?" tanyaku ragu. Aku bisa menduga bahwa hal yang akan dibahas itu adalah, mengenai masalahnya.

Dan aku benar.

"...Dugaan kalian benar, aku dicelakakan," ucapnya pelan. "Aku butuh bantuanmu untuk menjebak pelakunya."

"Apa?"

Aku bisa melihat keseriusan itu dalam matanya, dan saat itulah, kupikir dia akan langsung mengatakan siapa pelakunya.

"...Aku ingin meminjam tubuhmu."

Dan aku salah. Akihito lebih sulit dari yang kupikirkan.

***TBC***

30 Juni 2016, Kamis.

a/n

H-1 sebelum SKY A.

Thanks for #1 Paranormal today! I'm nothing without you guys.

CINDYANA

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top