Chapter 13 - "Pengakuan"

Jam makan siang--tepat setelah Yume dan Yuki berjanji.

Yume sebenarnya sudah risih sedaritadi, saat gadis yang hari itu meminta pertolongannya mengikutinya sedaritadi. Yume melirik Yuki yang mengikutinya dari samping, namun dia tampaknya tak menyadari itu.

Saat Yume memasuki WC perempuan dan Yuki berhenti mengikutinya di depan pintu, Yume merasa sedikit tidak nyaman. Yume hampir tak pernah menggunakan toilet di tempat umum. Dia lebih baik menahan keinginannya sampai di rumah. Tapi kalau sudah terdesak, mungkin dia akan menggunakannya. Oh, dan kali ini, Yume masuk ke dalam WC, tapi tak sampai masuk di dalam bilik. Dia bersandar dari balik pintu dan memulai perbincangannya setelah yakin bahwa tidak ada siapapun di WC itu.

"Kau mengikutiku lagi?"

Gadis itu menunduk dalam, berusaha tak mendekati jarak Yume karena ada kemungkinan besar, dia bisa lenyap dan sampai di tempat lain lagi, seperti yang biasanya terjadi saat dia mencoba mendekati Yume setiap ada Yuki di sekitarnya. "Maafkan aku. Tapi, aku mengikutimu bukan bermaksud untuk ..., menyakitimu. Aku-"

"Kalau aku membantumu, kau akan berhenti mengikutiku, kan?" tanya Yume yang membuat Gadis itu nampak mengerjap senang.

"T-tentu saja. Terima kasih banyak!"

"Apa yang bisa kubantu, memangnya?" tanya Yume sambil berkacak pinggang. Sebenarnya Yume sedikit enggan juga hendak membantunya, bukan karena arwah-arwah tak mungkin bisa membalas apa yang diperbuatnya, tapi karena akan ada banyak arwah lainnya yang meminta tolong padanya.

"Sebelumnya, perkenalkan namaku Fujihara Chizuko." Gadis itu memperkenalkan dirinya dengan begitu anggun-nya. "Belakangan ini aku memperhatikanmu bisa melihat kami, makanya aku ingin memintamu untuk membantuku."

"Membantu apa, memangnya?" ulang Yume sekali lagi. Gadis di depannya ini nampak terus berbasa-basi.

Chizuko memiringkan kepalanya, lalu tersenyum ramah kepada Yume. "Aku tahu kalau kau orang yang baik. Terkadang rasanya aneh saja saat ada banyak arwah yang ingin merebut tubuhmu." Yume mendesah malas, lagi-lagi gadis di depannya berbasa-basi lagi. Menyadari kejenuhan Yume, gadis itu pun akhirnya melanjutkan, "Aku mati karena kecelakaan, dan aku ingin meminta tolong padamu untuk menitipkan pesan ke Ibuku saja. Aku tidak sempat mengucapkan selamat tinggal padanya."

Yume bergidik tanpa sadar, dia tak sengaja membayangkan apa yang terjadi jika Yuki mengalami hal yang sama.

"Baiklah, aku akan mengunjungi rumahmu pulang sekolah nanti. Katakan dimana alamatmu."

Dan Chizuko memberitahu alamat rumahnya. "Terima kasih, Yume. Sesuai janjiku, aku akan membalas kebaikanmu sebelum aku kembali ke alam baka nanti. Aku janji," ucapnya sungguh-sungguh.

"Ya, terserahmu." Yume menjawab dengan cuek, karena sebenarnya dia tak terlalu mengharapkan balasannya.

Lagipula, apa yang bisa dilakukan oleh arwah?

Yume menggeleng cepat, dia terlalu meremehkan para Arwah yang tak bisa menyentuh manusia. Untuk sejenak, dia melupakan bagaimana Yuki menyelamatkan hidupnya. Barulah selanjutnya, dia menekankan dirinya, bahwa dia membutuhkannya.

*

Pulang sekolah.

Yume sebenarnya tak berniat merahasiakan ini dari Yuki. Yume berencana memberitahunya saat di perjalanan nanti saja. Lagipula, Yume sedikit yakin bahwa Yuki pastilah akan mengerti dan akan menemaninya.

Sebelum akhirnya dia melihat Chizuko muncul dari jarak yang tidak terlalu jauh darinya, dan wajahnya terlihat pucat.

"Sabarlah, aku akan datang ke rumahmu, sekarang."

Chizuko menggeleng frustasi. "Bukan itu, Yume." Dia menatap Yuki yang masih berada di belakang mereka, melihat mereka dengan sedikit curiga. "Temanmu itu dalam bahaya!" serunya panik. Dia memang mengenal Yuki dan Yume, karena dia sudah memperhatikan mereka hampir dua minggu ini. Dia bahkan tahu mengenai seseorang yang berniat mencelakakannya. "Aku tadi tak sengaja mendengar seseorang mengatakan bahwa dia akan menyelinap masuk ke kamarnya dan-"

SHHSHH.

Chizuko menghilang tiba-tiba. Yume menoleh kiri kanan mencari keberadaannya dengan panik, namun dia tak akan menemukannya di tempat yang sama, sebab Yuki telah melayang mendekat dan bertanya dengan larut wajah cemas. "Kau baik-baik saja?"

Kau yang tidak baik-baik saja, balas Yume dalam hati, namun tak diutarakannya itu dan dengan cepat dia langsung melangkah keluar sekolah, ke stasiun kereta api, berharap dalam hatinya bahwa dia tidak terlambat.

.

.

.

Ini kedua kalinya Yume bersitatap dengan kedua orangtua Yuki. Yume sama sekali tidak terlihat gugup seperti pertama kalinya saat dia datang melihat mereka. Kedua orangtua Yuki menatap gadis di depannya penasaran. Gadis inilah yang menyelamatkan putra mereka tadi. Memang, kamar ini tak dilengkapi dengan CCTV, tapi setelah melihat rekaman dari luar gedung, apa yang dikatakan oleh Yume memang benar adanya, ada seseorang yang menyelinap masuk ke dalam kamar inap putra mereka tadi.

"Bagaimana kau bisa begitu yakin?" tanya Haru--Ibunya Yuki. "Kalau dari waktu yang ada di CCTV lorong rumah sakit, sepertinya kau belum masuk saat penyusup itu pergi."

Memang, meskipun pertanyaan ini adalah pertanyaan sederhana bagi mereka, bagi Yume ini adalah pertanyaan yang sulit. Bagaimana mungkin Yume menjawab seorang arwah membisikkannya untuknya tadi? Yume sendiri awalnya tak mempercayai arwah itu, arwah itu adalah seorang gadis yang pernah meminta bantuannya padanya, tapi tak dihiraukan oleh Yume. Arwah yang pertama kalinya membuat Yume sadar bahwa dia tersentuh.

Ada dorongan dari dalam dirinya untuk memberitahu mereka. Dia kira tidak ada salahnya memberitahunya, tapi, hanya itu. Terkadang, tidak semua orang akan mempercayaimu meskipun kau sudah mengatakan kebenarannya. Yume bisa menebak apa yang akan terjadi jika dia menceritakan tentang kelebihannya, antara dia tak percaya, atau paling buruknya, Yume tak diizinkan lagi menjenguk Yuki.

"Yume?"

"Uhm, sebenarnya saya ingin bercerita, tapi ini akan sedikit tidak masuk akal," ucap Yume mulai menunduk.

Yume memang tak sempat melihat orang yang hendak mencelakakan Yuki tadi. Tapi, karena tampaknya terdesak oleh waktu, orang itu meninggalkan sebuah jarum dengan cairan berwarna putih bening. Setelah diuji setengah jam yang lalu, cairan putih bening itu dinyatakan positif zat berbahaya.

Dan karena kejadian itulah, membuat kedua orangtua Yuki dengan nekad-nya akan memperketat keamanan yang ada disekitar Putra-nya.

"...Aku akan mencoba mempercayaimu, meskipun yang kau katakan nanti, akan mustahil." Haru mengucapkannya sambil menghela napas panjang.

Yume melirik Haru, beberapa saat kemudian, dia mengangkat kepalanya. "Selama sembilan hari kecelakaan yang menimpa Yuki...," Yume melirik ke arah tubuh Yuki yang terbaring di atas ranjang, tak berani menatap Yuki yang menatapnya tak percaya dari arah pintu. "Dia ..., ada bersama kami," bisik Yume dengan sangat pelan.

"Apa?"

"Apa maksudmu?" tanya Ayahnya Yuki--terlihat ingin tahu. Sebenarnya dia mendengar apa yang dikatakan Yume, tapi hanya untuk memastikan. Lagipula apa yang di dengarnya itu begitu membingungkan.

"Saya-"

"Ootonashi," tegur Yuki dari pintu, membuat Yume tersadar. Mungkin seharusnya dia mendiskusikan ini dengannya dahulu?

Tapi Yume merasa bahwa dia tidak punya pilihan lain lagi. Kedua orangtuanya harus mempercayainya terlebih dahulu, barulah mereka bisa menangkap pelakunya sebelum dia bertindak lagi. Yuki sendiri, terlihat enggan menceritakan tentang pelakunya. Setiap Yume bertanya, dia akan berusaha keras mengalihkan topik sejauh mungkin, kalau bisa sampai Yume melupakannya dan tak akan bertanya padanya hari itu juga. Entah apa yang salah dengan pelaku itu.

Siapapun itu, Yume merasa bahwa pelakunya harus dihukum.

Bagi Yume, mengatakan tentang kelebihannya kepada orangtua Yuki berarti, membuat Yuki mau tak mau harus membuka mulut dan bercerita tentang pelakunya.

Dan Yume memilih cara itu, meski cara itu sedikit tidak masuk akal.

"Kami sekeluarga memiliki kelebihan untuk melihat sesuatu yang tak kasat mata. Sudah sekitar sembilan hari, Putra Paman dan Tante berada bersama keluarga kami." Yume mengucapkannya dengan cepat, tanpa disadarinya, dia menahan nafas saat mengucapkannya. Tak dipedulikannya Haru yang sudah mengerjap tak percaya dan menutupi mulutnya sendiri dengan telapak tangannya, Yume menambahkan sambil menunjuk ke arah pintu. "Saya tidak berbohong. Yuki sekarang berada di sana, memperhatikan kita."

***TBC***

23 Juni 2016, Kamis

a/n

Loha, semuaa.

Masalahnya nambah atau kurang sih, ini? wkwkwk, saya nda ngerti. Oh ya, sedikit catatan bagi yang nanya kemarin.

[Euthanasia = tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (manusia ataupun hewan) yang sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan]

Yaa, itu sih yang saya ingat pas presentasi dulu. Wkwkwk. Atas dasar perikemanusiaan itu maksudnya kan kita ga nikam dia pake pisau dapur atau apa. Hanya nyuntik. Tapi setahu saya sih, ini banyak menimbulkan kontra sejak dulu. Banyak pihak yang ga setuju sama Euthanasia ini. Selengkapnya, boleh tanya-tanya mbah google, sekalian nambah pengetahuan umum, wkwkwkw.

Err, minor romance-nya mulai setelah udah surut dulu ya.

CINDYANA

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top