Chapter 17- Arsenal

Chapter 17
Arsenal


"Ma? Mama? Mama dimana?" pintu kamarnya terbuka dan bocah laki-laki itu tahu bahwa ibunya sedang keluar kamar.

"Mama?"

Tak ada sahutan. Sepi dan sunyi. Tapak kakinya yang tanpa alas terus membawanya keluar menyusuri lorong demi lorong.

"Mama?" Dia kembali memanggil. "Mama dimana?"

Sesuatu terdengar bergemerisik dari jauh. Kakinya bergerak, semakin lama semakin cepat. Hingga dia menemukan sebuah kamar yang pintunya terbuka sedikit.

Di dalam kamar tersebut jendela terbuka lebar dan tirai gorden berkibar-kibar akibat tiupan angin. Udara dingin masuk dan berhembus lembut pada bocah laki-laki itu.

Suasana kamar nampak gelap dan remang. Tapi si bocah sepertinya mengenali siluet orang yang ada di sana.

"Ma- Mama? Ayah?"

Ada seorang wanita yang terbaring lemah di atas sebuah karpet. Di depannya berdiri seorang pria.

Wanita itu berusaha untuk menyuruh si anak menjauh. Tapi sayang, bocah laki-laki itu tidak mengerti.

"Ayah? Apa yang ayah lakukan pada Mama?"

Dia menarik ujung jubah pria tersebut. Laki-laki misterius itu berbalik dan alangkah kagetnya dia bahwa pria yang dipanggilnya ternyata bukan sang ayah.

Pria itu mengenakan sebuah topeng yang hanya menutupi sebagian wajahnya.

"De- Dexa." Wanita itu merintih. "La- Lari."

Terlambat, tangan si pria sudah lebih dulu mendarat di leher si bocah. Lalu mengangkat tubuhnya ke udara seringan mengangkat bulu.

"Ughh!!"

Dexa kecil mengeluh kesakitan. Dadanya terasa sesak karena suplay oksigen yang mulai di batasi.

CraaShH

Tangan kecil Dexa mencakar topeng si pria dengan sihir yang ia punya. Topeng itu terlepas dari wajahnya. Bersamaan dengan dibantingnya Dexa ke atas lantai.

"Sial!!" Pria itu menatap ke arah luar. "Kaisar datang."

Seketika saja, sosok pria tersebut menghilang. Dexa kecil terlihat sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Cairan berwarna merah dan beraroma besi karat mengalir keluar dari tubuh wanita yang ada di hadapannya.

"MAMA!!!!!"

"Hahh ... Hahh." Napasnya tersenggal-senggal. Ingatan masa lalu kini menjadi mimpi buruk bagi Dexa.

Tidak pernah ia duga. Bahwa akan tiba saatnya orang yang telah membunuh sang ibunda akan hadir di hadapannya dan kini malah mengajaknya membunuh sang ayah.

Wajah itu, walau hanya sekejap Dexa dapat mengingatnya. Pria itu hadir dan tertawa tanpa merasa bersalah akan kejahatannya dimasa lalu.

BuKk

Di pukulnya kasur dengan kesal. Bayang-bayang sewaktu ibunya terbunuh terus menghantuinya sejak dia bertemu Lexio Fortana.

Di tambah lagi, Shaun mengatakan bahwa Lexio Fortanalah yang membunuh ibunya saat Dexa kecil bertanya tentang sosok laki-laki tersebut.

"Lo mimpi buruk lagi?"

Bayangan Yoga tiba-tiba muncul di hadapan Dexa. Kelakuannya mirip seperti sebuah penampakan.

Setelah kematian palsu yang ia buat bersama Dexa.Yoga harus sembunyi-sembunyi menampakkan diri dan satu-satunya tempat dimana dia bisa aman adalah kamar Dexa.

"Tidur aja. Atau lo mau gue nyanyikan sebuah lagu?"

"Jangan bodoh!" desis Dexa. "Gue bukan bocah." Mencoba kembali berbaring.

"Gue gak nyangka. Kalau dia itu Lexio Fortana. Tampangnya selalu terlihat di mana-mana."

Dexa mencoba memiringkan badannya. Suara Yoga benar-benar seperti nyamuk.

"Diamlah. Sekarang jaga omongan lo. Lexio menyandera semua orang."

"Dan apa yang akan lo lakukan? Menuruti keinginannya?"

"Tentu saja tidak," kilah Dexa. "Gue gak akan mengotori tangan gue sendiri."

"Tapi lo malah melukai sahabat lo sendiri," celutuk Yoga. "Atau mantan kekasih kalau boleh gue bilang?"

BruKk

Dengan sangat keras. Dexa melempar bantal ke arah wajah Yoga. Pria itu langsung meringgis kesakitan.

"Tidak ada cinta di antara kami berdua," tegas Dexa

"Tapi kenapa lo masih pakai kalung pemberiannya?" cecar Yoga yang mulai merasa kepo

"Lo bodoh atau apa? Ini artefak sihir dari Jepang. Kalung ini bisa memudahkan gue mematai mereka."

"Mematai seperti apa?"

Merasa kesal dengan ocehan Yoga yang tidak ada habisnya. Akhirnya membuat Dexa menarik kalung tersebut dengan kasar dan membuangnya ke sembarang tempat.

"Buang atau lo kasih ke Kiel."

Dexa pun berusaha untuk memejamkan kedua matanya sekali lagi. Yoga hanya nyengir menatap tuan barunya itu.

"Dexa," panggilnya tapi yang dipanggil tidak menjawab.

"Lexio mencoba menjebakmu. Jika lo tidak membantunya membunuh Kaisar dan Raja. Maka dia akan menyakiti orang-orang yang tidak bersalah dan orang yang lo sayangi."

"Nyatanya orang yang gue sayangi telah dia sakiti dan juga." Berbalik dan menengok ke arah Yoga. "Gue  juga yang bakal menyakiti mereka."

"Lo perlu mencari seseorang pengguna Amazora untuk membantu lo melawan Lexio. Jika tidak, Lexio akan membunuhmu."

Mendengar hal tersebut. Dexa justru tersenyum licik.

"Dia tidak akan bisa membunuh gue. Lexio Fortana membutuhkan gue untuk menjalankan misinya."

"Pede sekali lo," cibir Yoga. "Tapi benar juga sih." Yoga tampaknya setuju dengan pemikiran Dexa.

"Soal Amazora," lirih Dexa. "Gue akan mengambil kekuatannya dan memindahkannya ke tubuh gue."

"Hah?! Apa bisa? Kagemora milik Lexio saja—-"

"Itu hasil dari rampasannya pada dua orang di masa lalu," potong Dexa. "Lexio tidak mendapatkannya secara bakat sihir tapi mengambilnya."

"Dan lo bakal melakukan hal yang sama?"

"Tentu saja. Gue akan menyelamatkan keluarga gue. Apapun yang terjadi. Bahkan jika harus merampas milik orang lain."

"Ckck, lo makin lama. Makin mirip psikopat. Tapi akibat kelakuan lo. Tangan mantanmu itu lumpuh."

"Sengaja."

Yoga yang terkejut tidak dapat mengatakan apapun.

"Gue pikir ... Lo tidak sengaja melakukannya?"

Dexa yang awalnya berniat tidur kembali. Akhirnya bangun dari atas kasur. Lalu menyeringai menatap Yoga.

"Don't judge book by the cover," lirih Dexa

"Hah? Apa? Gue gak paham bahasa alien."

"Artinya selama malam dan segeralah tidur."

"Ck, lo bohong," protes Yoga

"Sekali lagi lo tanya. Gue ubah lo jadi abu."

.
.
.

Di waktu yang berbeda. Arsenal masih menahan pergelangan tangan Lu dan mencegahnya pergi mengikuti Naell.

"Kaisar ingin bertemu Lu dan ini juga permintaan Kak Alya." Genggaman Arsenal terlepas dari tangan Lu. "Lu punya hak untuk menjawab Ya atau Tidak."

"Gue tidak akan membuat Lu berdekatan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan Dexa," tegas Naell

Lu sendiri terlihat kebingungan. Menuruti keinginan Arsenal. Itu artinya, Lu akan membuat perasaan Naell terluka.

"Maafin gue, Ar. Tapi gue gak bisa," seru Lu pada akhirnya.

"Nah, lo dengar, 'kan?" semprot Naell. "Lagi pula ngapain Kaisar mau bertemu Lu?"

"Beliau merasa. Suatu hari nanti Dexa akan datang membunuhnya."

Lu dan Naell sama-sama terguncang mendengar hal tersebut. Itu tidak mungkin, Dexa tidak mungkin melakukannya.

Tapi mengingat betapa kejamnya Kaisar Sihir suka menghukum putranya sendiri. Membuat Naell tanpa sadar tersenyum tipis.

"Mungkin Dexa ingin balas dendam pada ayahnya?" kekeh Naell. "Gue pikir seperti itu."

BruKk

Arsenal langsung melayangkan pukulan ke pipi Naell. Sontak Naell pun refleks membalasnya.

Aksi baku hantam itu hanya berlangsung sebentar. Sebelum para prajurit yang berjaga datang melerai mereka.

"Pangeran? Apa Anda baik-baik saja? Apakah anda ingin orang ini ditahan?"

Arsenal yang sedang emosi. Bisa saja mengatakan Ya. Tetapi tidak, dia masih tetap berpikir jernih.

"Tidak perlu, ini hanya perkelahian antar anak laki-laki. Kalian pergilah berjaga."

Para Prajurit itu tampak sungkan untuk pergi. Namun pada akhirnya, mereka pun pergi meninggalkan sang Pangeran berserta dua kawannya.

"Lucy Ishani Fx. Hari ini sebagai Pangeran dan pewaris tahta kerajaan Aveyard. Kau diminta untuk tunduk pada perintah Kaisar sihir dan kerajaan daripada sesekor kucing hitam. Jika kau menolak titah ini. Itu artinya kau mencari mati untuk jadi pengkhianat." Raut wajah Lu berubah tegang. "Dan gue bakal lapor sama Profesor Arjan kalau lo berani membakang perintah seorang Pangeran."

Akhirnya, Arsenal menggunakan kartu As miliknya untuk membuat Lu bertekuk lutut. Lu tidak punya pilihan selain memasang wajah permohonan maaf pada Naell.

_/_/_/__/____//

Tbc...


Pada akhirnya, Arsenal menggunakan kekuasaannya😂😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top