Chapter 15- Couple
Chapter 15
Couple
"Kalung yang bagus," puji Kiel. "Kau membelinya dari mana?"
Kiel tiba-tiba saja muncul dan mendekati Dexa yang sedang duduk di dekat jendela yang menghadap ke arah laut lepas.
"Di pasar."
"Wuahh, itu indah. Gue mau!" rengek Kiel seraya duduk di depan Dexa. "Boleh kan buat gue?"
Dexa hanya menatapnya datar. Lalu memasukkan kalung tersebut ke dalam kaos bajunya.
"Ini dari nyokap gue," serunya seraya melempar pandang ke arah laut.
Kiel tampak masih mengamati kalung tersebut. Tatapan matanya penuh selidik. Kalung itu seperti mengandung unsur magis yang sangat kuat.
"Lexio akan tiba malam ini."
Kepala Dexa tertoleh cepat.
"Dia akan datang memperkenalkan dirinya padamu." Menelengkan kepala menatap wajah Dexa dengan lekat. "Ternyata, mau dilihat dari sudut manapun. Lo tetap terlihat ganteng, ya?"
Dexa hanya memutar bola mata dengan malas. Terkait menanggapi komentar Kiel.
"Apa tangan cewek itu akan sembuh?" tanya Kiel kembali. "Pasalnya menurut saksi mata yang gue kirim untuk mematai Lucy. Lo telah memutuskan sel-sel saraf pada pergelangan tangannya, ah ini menarik." Menepuk tangan dengan bahagia. "Kakak pasti akan mencari gue. Hanya gue yang dia percaya yang dapat menyembuhkan Akaishi nya."
Kiel tampak antusias dengan hal tersebut. Lalu dia segera beranjak dari sisi Dexa. Berputar dan menari-nari membayangkan Naell akan datang dan memohon-mohon untuk menyembuhkan Lu.
.
.
.
Sementara itu, turnamen telah berakhir. Sekolah yang memenangkan duel sihir menggunakan tongkat di pegang oleh Noetic.
Sedangkan sekolah dengan jurusan elemental pada penggunaan sihirnya di pegang oleh Clasimira dan sekolah yang memiliki kemampuan bertarung menggunakan Grimoire di menangkan oleh Biranda.
Puncak dari perayaan tersebut akan dilakukan pada pesta jamuan makan malam. Di tambah lagi, selama acara berlangsung di isi dengan pesta dansa antar pasangan.
"Kenapa lo bawa gue kesini?" tukas Lu saat Naell malah membawanya ke perpustakaan. "Semua orang sedang latihan berdansa."
"Pasangan lo itu gue. Jadi diam dan belajar sekarang!"
Lu mengerucutkan bibirnya dengan kesal. Hatinya dongkol karena Naell terus memaksanya untuk belajar.
Apalagi saat Servamp itu memarahinya habis-habisan terkait kedua tangannya. Di tambah, Naell tidak sendiri saat mengomeli Lu. Dia pun pergi memangill Profesor Arjan untuk memarahi Lu karena memaksa menggunakan energi mana nya.
"Belajar Lucy," tegur Naell saat tangan Lu berhenti bergerak.
"Lo lama-lama kayak jadi Profesor gue," ngerutu Lu. "Auw!"
Lu memekik kesal saat Naell menimpuk sebuah buku di atas kepalanya.
"Jangan banyak bacot! Cepat fokus!"
"Iya ... Iya ... Dasar bawel."
Naell terus mengawasi Lu belajar. Baginya tidak ada yang bisa di lakukan Lu selain belajar. Saat ini dia harus memikirkan masa depannya dengan baik.
Walau terkadang, Lu masih kaku dalam menggerakkan tangannya. Ia tetap melakukannya dengan sangat hati-hati dan perlahan. Tidak lagi, memaksakan diri untuk menyembuhkan dirinya sendiri.
"Naell," lirih Lu tanpa menoleh, "Apa lo akan selalu disisi gue?"
Entah mengapa, Lu tiba-tiba kepikiran hal tersebut. Dia pun menoleh menatap Naell dengan tatapan penuh arti.
"Gue akan selalu ada disisi lo," jawab Naell.
"Janji?"
"Iya, janji," jawab Naell kembali. "Sekarang kembali belajar dan jauhkan semua pikiran lo tentang Dexa dan tetek bengeknya. Yang perlu lo pikirkan adalah masa depan lo."
... Tapi bagaimana jika masa depan yang gue pikirkan adalah dia?
Lu menertawakan dirinya sendiri. Jelas, tidak mungkin dia mengatakan hal tersebut pada Naell.
Dexa mungkin bisa menjadi cinta pertamanya. Tapi belum tentu, dia juga yang akan menjadi cinta terakhirnya.
.
.
.
Malam perjamuan akhirnya tiba. Semua orang datang ke Aula utama dengan gaun terbaik yang mereka miliki. Kali ini tidak ada aturan dalam berpakaian seperti yang di lakukan saat pesta dansa tahun lalu.
Di depan Aula utama. Lu dan Mia berdiri menunggu pasangan mereka masing-masing. Lu sendiri tampak mengenakan gaun berwarna putih pemberian Profesor Meena.
"Lucy!" Kepala Lu tertoleh. Dia tersenyum menatap Naell yang rupanya datang menggunakan kemeja dengan warna senada yang mirip dengannya.
"Ah, kita coupel'an nih," nyengir Naell, "Kayaknya kita sehati."
"Hehehe, lo bisa aja. Btw, lo gantengnya tambah kalau pakai kemeja."
"Seriously?"
Lu mengganguk. "Iya beneran. Kan, Mia?"
Mia yang dipanggil oleh Lu ternyata sedang melambai pada seseorang yang berdiri tak jauh dari mereka.
"Kak Alka!"
Lu hampir pangling melihat penampilan Alka malam ini. Pasalnya, dia tidak lagi menggunakan kacamata.
Pria itu berjalan mendekat menghampiri Mia. Alka terlihat dewasa dan serasi saat bersama. Sepertinya Lu harus mengakui bahwa mereka terlihat sangat cocok sebagai pasangan kekasih.
"Ayo masuk," serunya pada Mia tanpa memedulikan Lu dan Naell.
"Lu?" lirih Mia
"Duluan aja. Nanti gue nyusul bareng Naell."
"Baiklah."
Mia pun berjalan masuk terlebih dahulu bersama Alka. Sedangkan Lu dan Naell masih berdiri di muka pintu.
"Apalagi yang kita tunggu?" tanya Naell dengan keheranan.
"Ck, lo lupa? Masih ada Arsenal. Kan kita tiga sudah sepakat bakal dansa bareng-bareng."
"Cih."
Naell hanya mengumpat kesal. Dia sendiri hampir lupa dengan cowok Lazuardi bernama Arsenal itu. Jika saja Lu tidak mengingatkannya.
Tak lama berselang, setelah kepergian Mia. Arsenal pun tiba di depan Aula.
Dia mengenakan setelan jas berwarna hitam yang dipadu pandakan dengan sweater yang kerahnya sedikit tinggi.
"Lo lama banget" protes Naell, "Tuan putri gue udah cape nungguin lo. Lo bikin kita berdua hampir lumutan nunggu disini."
"Sorry," ungkap Arsenal, "Lu?" Netra Arsenal mengarah pada Lu. Sepertinya ia tengah memohon maaf atas keterlambatannya.
"Gak apa. Ayo masuk."
Dengan Lu di posisi tengah dan kedua cowok yang mengapit. Ketiganya pun masuk bersama-sama ke dalam aula.
.
.
"Hallo, Dexa."
Mata Dexa terbelalak dengan besar. Mulutnya terbuka dan rahangnya tiba-tiba mengeras.
Dia tidak bisa berbicara atau mengucapkan sepatah katapun untuk mewakili keterjutannya.
"Apa gue menggangetkanmu? Hahaha. Maaf tapi inilah diriku yang sebenarnya,"
Lexio Fortana, pria yang selama ini di tunggu oleh anak Kaisar Gras tersebut. Akhirnya, menampakkan diri.
"Sebagai tandanya bergabungnya lo di klan Kurosaki dan melaksanakan tugas dengan baik. Gue telah mempercayai kesetiaan lo pada klan ini."
"Lo!!" Kedua tangan Dexa terkepal kuat.
"Hey, hey sabar. Gue tahu lo pasti kaget dengan ketampanan gue. Tapi sekarang kita akan serius."
"Ap- Apa?"
"Lo dan gue sudah sepakat," seru Lexio Fortana.
"Ya, lo berjanji gak akan menyakiti orang-orang di Diwangka dan keluarga gue. Kalau gue bergabung bersama lo."
"Oke, gue mengatakan itu. Tapi santai. Jangan ngegas. Lo sekarang berada dalam perlindungan gue. Kementrian sihir dan kerajaan tidak akan menangkap lo."
"Oh, ya? Bukannya sombong. Tapi bukankah itu artinya gue lebih kuat dari lo?" Menyeringai menatap Lexio Fortana "Gue seorang Raikage. Gue memilih kendali dalam semua aspek sihir."
"Hahahah " Lexio tertawa dengan terbahak-bahak. "Dexa ... Dexa. Lo itu hanya bocah. Lo belum tahu ya? Kekuatan yang gue miliki? Gue itu Kagemora. Gue bisa mengunci dan menghapus kekuatan yang lo punya dalam satu jentikkan jari."
Kedua tangan Dexa semakin terkepal kuat. Bahkan urat-urat tangannya semakin jelas terlihat.
"Malam ini gue bisa saja membunuh lo dan semua orang yang ada di Aveyard. Tapi tidak." Menggerakkan jari telunjuk ke kanan dan ke kiri, "Tidak, sebelum Kaisar Grass dan Raja Tristan mati. Mereka terlalu kuat bahkan untuk gue sendiri. Maka dari itu, gue perlu rekan untuk membunuh mereka berdua."
_///___//_____
Tbc...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top