Chapter 14- Patronum

Chapter 14
Patronum

"Siapa?" tanya Zuko

"Arsenal."

"Haahh?!" Zuko terbengong begitu saja mendengar nama Arsenal disebutkan. "Gue kira Lucy."

"Apa lo bilang? Enak aja. Lucy itu milik gue seorang. Lo semua jangan harap mau jalin kontrak dengan dia."

Naell mendengus kesal. Seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Tidak akan dia izinkan seorang Servamp menjalin kontrak kerjasama dengan Lu selain dia, tidak sekali pun.

"Oke," setuju Zuko. "Tapi gue gak tahu. Apa mereka telah terbangun atau tidak."

"Mengingat lo dan gue sudah bangun. Besar kemungkinan. Mereka juga sudah terbangun," ungkap Naell, "Hanya masalah waktu sebelum kita bertemu mereka."

Pertemuan itu akhirnya berakhir. Zuko yang dibantu menyelinap oleh Naell kembali ke Ibukota.

Pertarungan final antar sekolah adalah hal yang sangat dinantikan semua orang di hari-hari selanjutnya dan ketika hari yang di tunggu-tunggu tiba.

Suasana Diwangka semakin meriah dengan panji-panji masing-masing sekolah yang di pasang di setiap tempat.

Arena tarung telah disediakan agak menjauh dari halaman kastil. Bentuknya seperti stadiun lapangan sepakbola. Besar dan megah.

Menjelang jam 9 pagi. Semua orang sudah berbondong-bondong untuk datang dan duduk di atas tribun. Pertarungan pertama akan dibuka dengan pertandingan antara Lazuardi melawan Noetic.

Lu sudah duduk bersama Mia. Tak lupa Naell yang selalu mengekori kemanapun Lu berada. Sedangkan Arsenal duduk disebelah Naell.

"Menurutmu siapa yang akan memenangkan pertandingan?" tanya Naell pada semua orang

"Noetic" sahut Arsenal dengan lirih. "Mereka jauh lebih kompoten dari pada Lazuardi."

"Itu tidak benar," tukas Lu seraya menengok ke arah Arsenal. "Kalian itu hebat."

"Ya, secara teknik kita unggul. Tapi penguasaan dan modifikasi serangan mereka jauh lebih maju daripada kita," keluh Arsenal.

Dia sendiri tidak terlalu berharap banyak pada rekan-rekannya. Cowok itu sudah lebih terdahulu merasa pesimis. Sedangkan baginya, Clasimira dan Biranda mempunyai kesempatan untuk sama-sama merasa unggul.

Mengamati pertandingan yang sedang berlangsung. Lu dan yang lainnya duduk di jarak teraman dari serangan pertarungan.

BwuShHh

Seluruh penonton serempak merasa takjub saat Azka mengeluarkan sihir berwarna merah yang membentuk seekor elang raksasa di udara melalui tongkat sihirnya.

Elang itu terbang dan menukik ke arah juara Noetic. Tidak ketinggalan sang lawan pun mengeluarkan jurus pamungkasnya berbentuk seekor ular raksasa berwarna hijau.

"Ba-bagaimana bisa?!" Arsenal tergagap-gagap saat melihat Azka bisa melakukan sihir seperti itu.

Tetapi, sebenarnya bukan hanya Arsenal yang terkejut dengan hal tersebut. Namun, seluruh penghuni Lazuardi juga merasakan hal yang sama.

"Si- Sihir seperti apa itu?" tanya Lu dengan menoleh ke arah Arsenal.

Namun, Arsenal hanya menggelengkan kepalanya.

"Patronum," seru seorang gadis yang tidak jauh duduk dari Lu.

Ketika Lu melihat siapa yang berbicara. Raut wajahnya langsung kusut tak karuan.

"Lo?" serunya pada Nora.

Nora hanya melirik sekilas ke arah Lu dengan tersenyum tipis. Lalu kembali mengedarkan matanya ke arena pertandingan.

"Azka mempelajari itu dari Noetic selama seminggu. Dia menggunakan satu energi alam sebagai ciri didalam dirinya dan memancarkan energi itu ke dalam mana dan mentransfigurasinya menjadi wujud hewan yang di inginkannya. Merah artinya itu kekuatan alam yang dimiliki Azka adalah api. Sayang," melirik ke arah Lu dan kawan-kawan. "Diwangka tidak pernah mempelajari hal seperti ini."

Inilah yang sangat Arsenal sesali. Orang-orang di Lazuardi terlalu puas dengan apa yang telah mereka miliki. Namun nyatanya, setelah bertemu sekolah lain. Semua yang mereka pelajari tidak ada apa-apanya.

Tapi Arsenal merasa cukup puas pada Azka. Cowok itu mampu mengimbangi apa yang menjadi kekurangannya.

"NOETIC MENANG!!!!" Suara itu menggema di seluruh tribun.

Pertandingan babak pertama berakhir. Noetic mampu membuat Azka kehilangan tongkatnya dan tersudut.

Kemenangan berada di tangan Noetic. Tetapi, tepuk tangan penonton di arahkan pada Azka yang telah bertarung habis-habisan.

Ini adalah bentuk penghargaan semua rekan-rekannya atas kerja keras yang telah dilakukan Azka.

Mereka tidak terlalu mempedulikan kekalahan Azka. Bagi semuanya, cowok itu telah melakukan hal yang terbaik.

Berkali-kali Lu mengucek-ngucek matanya pada siluet Azka yang nampak buram.

Tapi usahanya sia-sia belaka. Objek yang di tangkap oleh lensa matanya semakin terlihat kabur dan tampak seperti kunang-kunang yang berterbangan.

BruKk

Naell langsung menangkap tubuh Lu yang ambruk. Mia yang berada disamping pun tampak terkejut melihat bagaimana Lu tiba-tiba jatuh pingsan.

"Dia tidak sarapan pagi?" tanya Naell pada Mia

"Lu sarapan kok."

"Tapi mengapa dia pingsan?"

Mia pun menggeleng tidak tahu dan dengan terpaksa. Naell pun membopong tubuh Lu ala bride pengantin melewati bangku penonton.

Sepanjang jalan menuju ruang pengobatan. Mia langsung membekap mulutnya dengan pupil mata yang membulat besar.

Pasalnya, perban di tangan Lu kembali meneteskan cairan berbau besi karat.

Ini sudah keterlaluan, pikir Mia. Lu terlalu memaksakan diri untuk menyembuhkan tangannya sendiri dan dia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi jika Naell tahu tentang hal tersebut.

Di ruang pengobatan, Madam Olive kembali mengganti perban di tangan Lu dengan yang baru dan membiarkannya untuk beristirahat.

Sementara Lu tertidur, pertandingan babak kedua antara Fuji dan Clasimira tetap berlangsung.

"Dia melakukannya?" tanya Naell tak percaya setelah Madam Olive menjelaskan apa yang terjadi.

"Gadis ini terlalu memaksakan diri. Energi mana nya terkuras abis. Akibat pemulihan yang di paksakan melewati batas," jelas Madam Olive kembali. "Tapi, pastikan setelah ini dia tidak melakukannya lagi. Dia bisa kehilangan nyawanya."

"Terima kasih Madam Olive," seru Mia dengan penuh rasa terima kasih

"Kalau begitu. Aku tinggal sebentar. Panggil saja aku di ruangan jika kalian butuh sesuatu."

Dengan berlalunya Madam Olive dari ruang perawatan. Secara bersamaan Arsenal datang mengunjungi Lu.

"Apa yang terjadi?" tanyanya begitu masuk.

"Lucy terlalu memaksakan dirinya," gumam Naell dengan malas, "Dan jangan tanya mengapa dia seperti ini. Gue sudah malas membahasnya."

Arsenal tidak lagi melanjutkan pertanyaannya. Dia memilih duduk di sisi Mia, dari pada duduk di sisi Naell yang mood nya sedang kacau.

"Ini tidak bisa seperti ini." Naell bergumam sendiri.

Mia dan Arsenal saling melempar pandangan. Lalu secara diam-diam Mia menjelaskan apa yang terjadi.

"Gue akan bicara sama Albus." Naell tiba-tiba bangkit berdiri dari atas bangku. Membuat kedua orang yang duduk di hadapannya menjadi terkejut.

"Lo mau bicara apa?" tanya Arsenal

"Lucy harus ujian duluan."

"Ap- Apa?! Lo gila!" Marah Arsenal yang nampak tidak terima dengan usul Naell.

"Lucy akan seperti ini terus. Percuma, kalau gue bilang jangan memaksakan diri. Dia tidak akan mendengarkan."

"Jadi lo mau apa?"

"Gue akan bawa Lucy segera dari sini."

"Itu tidak bisa." Kali ini Mia turut ikut andil. "Masih ada hal yang harus dikerjakan kami sebagai siswa."

"Beberapa hari lagi. Mereka akan pulang dan Diwangka akan kembali seperti sedia kala," jelas Arsenal. "Bertahanlah sampai hari itu tiba. Lucy juga tidak ingin segera pergi dari Diwangka. Ini masa terakhir SMA kita dan masa-masa yang sangat berharga."

Naell hanya menatap lurus ke arah Arsenal dan Mia secara bergantian. Lalu beralih pada Lu yang tertidur di atas ranjang ruang perawatan.

"Sudah cukup, Lucy menderita. Sudah cukup."

_/_/__/_____

Tbc...

Entah mengapa kok gue rasa. Chapter ini gak penting ಥ⌣ಥ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top