Chapter 12- Rencana
Chapter 12
Rencana
Setelah dua hari di rawat. Lu pun akhirnya kembali ke Diwangka. Pertandingan final antar juara masing-masing sekolah masih berlanjut untuk menentukan sang pemenang.
Noetic, Pasific dan Tokyuu Express masing-masing telah memiliki kandidat utama untuk battle di turnamen puncak. Sedangkan Diwangka harus melakukan seleksi ketat pada para peserta yang dipercaya masih bisa lanjut di tahap selanjutnya.
"Lo di sini lagi?" tukas Naell saat Mia baru saja berjalan pergi bertemu Alka.
"Ya, gue bosan seharian di kamar. Lagi pula Mia akan pergi berlatih bareng timnya."
Lu kembali memandang ke arah danau. Daerah sekitar situ cukup ramai. Setidaknya tidak terlalu membuat bising seperti suasana kastil.
"Lucy," lirih Naell seraya ikut duduk di samping Lu. Lalu melempar sebuah batu ke arah danau. "Gue ingin bicara sesuatu sama lo."
"Apa?" Lu pun menoleh menatap Naell.
"Setelah tamat. Lo harus ikut gue ke utara. Tangan lo harus segera disembuhkan."
Lu hanya berkedip. Tanpa menjawab.
"Gue sudah bicara sama Paman lo. Kita akan pergi setelah acara pernikahannya selesai."
"Uhuk ... Uhuk." Lu langsung terbatuk dengan tiba-tiba. Sepertinya ia salah mendengar sesuatu. "Lo barusan bilang apa? Pesta pernikahan? Siapa yang nikah?"
"Paman lo lah. Masa gue," sewot Naell, "Dia belum bilang sama lo? Kalau dia mau nikah sama Profesor Meena?"
Lu menggeleng pelan. Lalu terkekeh menatap Naell.
"Kenapa tertawa?"
"Soalnya Paman udah bisa move on dari ibu," jelas Lu. "Kata Tante Mala, Paman dulu suka sama ibu gue. Tapi rupanya kegigihan Profesor Meena membuat hatinya mencair. Heheh."
"Ahh, begitu," seru Naell yang turut tertawa bersama. Keduanya pun kembali menengok ke arah danau.
Senyum mereka perlahan-lahan memudar ketika mereka mengingat sosok yang sama.
Lu dan Naell punya cara pandang yang berbeda tentang sosok Dexa. Bagi Lu, sulit untuk membenci Dexa dengan rasa yang sebelumnya sudah ada di dalam hatinya. Tapi tidak bagi Naell, hati cowok Servamp itu sudah hancur berkeping-keping.
Awalnya Naell telah menggangap Dexa sebagai sahabatnya dan justru ia telah merelakan Lu bersama Dexa. Tetapi sekarang, tidak lagi.
Tangan Naell terkepal kuat. Dia salah, mempercayakan Lu pada sosok seperti itu. Tidak, sudah dari awal dia memang telah salah.
Naell kembali menoleh menatap Lu dari samping. Wajah itu. Ya, Naell menyakinkan dirinya sendiri. Dia tidak akan membiarkan wajah itu menangis hari ini bahkan besok.
"Apa?" Lu tiba-tiba saja berbalik menatap Naell. "Apa ada sesuatu di wajah gue?" tanya Lu kebingungan.
"Ini." Telunjuk Naell malah menekan pipi Lu. "Ada bidadari lagi turun dari khayangan."
"IkHh ... gaje banget loh."
Lu pun langsung menggelitik perut Naell. Mereka tersenyum dan tertawa bersama.
Arsenal yang kebetulan sedang berjalan menghampiri turut tersenyum melihat senyum Lu.
"Hay," sapanya pada dua orang tersebut.
"Hay, Ar," balas Lu dengan tersenyum lebar. Tiba-tiba saja, Arsenal teringat pertemuan pertama mereka.
"Ada apa?" sela Naell. "Kenapa wajah lo berubah kayak mau pup?"
"Ck," umpat Arsenal. "Bukan itu. Gue cuma kepikiran sesuatu."
"Apa mau kentut?"
Arsenal hanya memutar bola mata dengan malas. Dia pun turut ikut duduk disisi Lu yang satunya.
"Gue mungkin setelah tamat SMA. Gue akan ke Noetic," tukas Arsenal yang mana langsung membuat Lu sangat terkejut.
"Lo serius?"
Arsenal mengganguk
"Gue ingin mempelajari teknik mereka. Saat kita melakukan serangan pamungkas bersama-sama Dex— maksudku gabungan sihir antara modifikasi Clasimira dan Biranda pada Lazuardi."
Mimik wajah Naell berubah keras dan Lu terlihat muram.
"Lo jangan sedih." Arsenal menepuk pucuk kepala Lu. "Lo harus pergi bersama Naell untuk menyembuhkan tangan lo."
Lu hanya tersenyum tipis
"Tapi tolong ya," sela Naell dengan tajam. "Tuh tangan tolong diturunkan, plis?"
Arsenal hanya terkekeh seraya menurunkan tangannya. Sudah cukup dia hampir membuat emosi Naell meledak. Saat ia tidak sengaja menyebut nama Dexa.
"Setelah turnamen berakhir. Kita akan semakin jarang bertemu. Ujian kelulusan semakin dekat dan waktu seperti ini akan sangat berharga."
Lu hanya bisa menghela napas berat. Seraya memandang ke arah danau. Rasanya berat meninggalkan Diwangka. Tempat itu seperti rumahnya sendiri. Rasanya, Lu ingin tinggal selamanya di sana.
.
.
.
Seminggu berlalu dan Diwangka telah memiliki tiga kandidat utama untuk melawan Noetic, Pasific, dan Tokyuu Express.
Juara dari Lazuardi adalah seorang cowok bernama Azka Pramugaya, dari Clasimira seorang cewek bernama Pinkan Hanzelina dan Biranda adalah Aryana Cetta Baskara.
Ketiganya akan bertarung satu lawan satu dalam tantangan sihir sebelum duel akhir.
Suasana Diwangka semakin tegang. Berbagai dukungan diberikan masing-masing asrama untuk juaranya. Hingga saat malam sebelum pertandingan. Anak-anak Biranda pun mengumpulkan diri di ruang rekreasi Biranda.
Seru-seruan mendukung Aryana, atau yang sebenarnya lebih akrab di panggil Cetta dari pada Yana. Terus menerus di terima cowok tersebut.
"Lucy," seru Cetta saat teman-temannya menurunkannya dari udara. "Gue mau ngomong sesuatu sama lo."
"Wuihhh." Siulan godaan dari teman-teman sekitar membuat wajah Lu memerah. Bahkan kedua pipi Mia ikutan berwarna merah saat dia tahu apa yang akan diungkapan Cetta pada Lu.
Mia hanya bisa menyenggol Lu dengan siku tangannya dan memberikan sebuah kode dengan tatapan mata.
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ulang Cetta kembali.
"Apa?" tanya Lu. Kini, puluhan mata tertuju pada mereka. Sepertinya semua orang memiliki pemikiran yang sama.
"Jika gue menang pertandingan. Lo mau gak jadi pacar gue?"
"Gak!" tegas Lu dengan cepat.
"Ehh?" tampaknya Cetta terkejut dengan jawaban Lu yang langsung to the point.
"Gue gak bisa, Cetta. Maaf gue sudah jadi milik orang lain."
Cetta terlihat kegelapan dengan pengakuan Lu. Walau wajahnya terlihat memerah karena berusaha menahan malu. Dia tetap bertanya pada Lu.
"Siapa? Naell? Arsenal atau si penghianat Dexa?" Entah mengapa saat nama Dexa terucap. Cetta sengaja menekan suaranya dengan nada mencibir.
"Jaga omongan lo!" Marah Lu tiba-tiba.
"Lu. Lo kenapa marah? Apa gara-gara gue menyebut nama Dexa? Tim Ardelra kalian udah hancur. Dan lihat sekarang." Menunjuk kedua tangan Lu yang masih terbalut perban. "Ada kabar yang mengatakan tangan lo terluka karena cowok itu."
PLaKk
Gerakan tangan yang refleks. Tapi Lu mampu membuat energi mana dalam kedua tangannya bekerja untuk menampar Cetta.
"Tangan gue terluka karena gue sendiri. Ini gak ada hubungannya dengan Dexa."
Tak ada yang menduga bahwa Lu akan menampar pipi sang juara. Lalu dia menatap ke arah semua orang.
"Dexa gak ada hubungannya dengan tangan gue. Ini akibat latihan keras yang gue jalani."
Dia setengah berteriak pada semua orang.
"Dan satu hal lagi. Siapapun yang menggosipkan tangan gue gara-gara Dexa." Memincing tajam pada semua orang. "Gue bakal nyuruh Naell untuk bungkam bibir lo semua."
Lu pun langsung beranjak pergi dari ruang rekreasi Biranda. Tak luput Mia pun turut mengikuti sahabatnya.
"Dengarkan ini Lucy," teriak Cetta. "Pengkhianat akan tetap menjadi pengkhianat."
Lu tidak memperdulikannya dan terus berjalan tanpa menyadari darah yang telah menetes dari telapak tangannya.
_//_/___/_____
Tbc...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top