CHAPTER END: WOLDER HIMKS
DWARR. Hujan turun dengan deras secara tiba-tiba.
"Dingin!" kata Uni sambil menyelimuti badannya dengan selimut.
"Dingin ya. Sebaiknya kau pindah ke kamarku," tawar bangsawan kecil itu.
"Enggak mau! Berapa kali aku harus bilang supaya kamu mengerti?!"
"Kenapa kau membantah? Tenang aja, aku enggak akan ngapa-ngapain kamu kok. Setidaknya bukan hari ini."
"Enggak mau!" bantah Uni.
"Kalau begitu," pria itu menjentikan jarinya, lalu datanglah pria berjubah itu, dia masuk ke dalam. Uni berusaha melawan dari cengkraman tangannya, tapi kekuatan pria itu sangat kuat. Uni berhasil digendong keluar dan menuju kamar pria bangsawan itu. Setelah Uni di dalam, pintu itu dikunci.
"Keluarkan aku dari sini!" teriak Uni sambil memukul pintu itu.
"Untuk hari ini, kau tidur di sini. Siapkan diri untuk besok, ya," teriak bangsawan itu.
Uni memukul pintu itu dengan keras, lama kelamaan pukulannya melemah. Uni berhenti dan menjatuhkan dirinya, dia duduk menempelkan punggungnya di pintu, dengan memegang kedua lututnya.
"Iky, cepatlah datang. Hiks, aku tidak mau menikah dengannya," gumam Uni.
Pisco berjalan di tengah lebatnya hujan, dia terus melawan hujan ini. Tapi, karena angin dan hujan semakin kencang, Pisco memutuskan untuk berteduh. Dia melihat sekitarnya, walau samar-samar akibat hujan, dia masih bisa melihat cukup jelas ada sebuah gerbang membuka. Dia mendekati gerbang itu, ternyata itu adalah gedung dengan rolling door yang digeser. Setelah masuk, Pisco menutup rolling doornya.
"Ini tempat apa ya? Sebaiknya aku periksa, mungkin ada baju ganti," gumam dia sambil melihat bajunya yang sudah basah kuyup. Pisco melepaskan tasnya, melihat isinya, untungnya tidak terlalu basah di dalamnya. Setelahnya, dia menggendong kembali tasnya.
Pisco menelusuri tempat ini, kurang jelas tempat apa ini, karena ruangan ini kosong tidak ada benda apapun, dan luas. Pisco membuka pintu, ternyata di sana ada banyak mayat hidup yang sudah mati, lebih tepatnya sudah menjadi Induk.
"Aneh? Tidak ada Fax sedikit pun?" Pisco melanjutkan perjalanan dengan was-was, kalau-kalau ada yang tiba-tiba bangun dan menyerangnya.
Setelah sampai di depan pintu selanjutnya, Pisco merasakan ada suara erangan yang keras. Pisco memegang revolvernya, lalu dia membuka pintu itu. Di dalam, tepat ujung ruangan ini ada Big yang sedang dirantai seluruh badannya dan mulutnya terjahit. Jadi dia tidak bisa bergerak bebas dan mengeluarkan cairan itu. Pisco hanya menatapnya saja, tentu Big pun melakukan hal yang sama. Ruangan ini ada beberapa meja-meja dan beberapa kertas, Pisco melihat-lihat.
"Banyak sekali catatan-catatan tentang mayat-mayat hidup itu," walau dia melihat isi kertas itu, tapi dia tidak lupa untuk melihat Big beberapa kali. Pisco membaca semua kertas-kertas itu. "Unik sekali! Siapa yang membuat penelitian ini? Sebaiknya aku ambil sebagiannya."
Pisco memasuki beberapa kertas yang menurutnya penting. Pisco kembali mengawasi Big, dan respon Big tetap sama. Ruangan ini cukup luas, Pisco melihat ada lemari besi yang terletak di samping ruangan ini. Pisco membukanya, ternyata isinya ada baju kaos berwarna hitam dan jubah merah tergantung. Pisco memutuskan untuk mengganti bajunya. Selesai, dia menyimpan baju sebelumnya ke dalam tas, tentu dibungkus dengan plastik yang sebelumnya membungkusi baju dan jubah ini.
"Apa ini?" katanya sambil mengambil botol berwarna hijau, dengan lubang yang sudah tertutup. Dia mengambilnya dari samping lemari itu, lalu memasukan botol itu ke tas. "Sepertinya sudah reda?" Pisco pergi dari ruangan itu. Pisco sudah ada di depan rolling door, tapi ada sesuatu yang membuat dia berhenti. Big datang dari belakang, ikatan rantai itu berhasil dia hancurkan. Buktinya, masih ada beberapa rantai yang menempel di badannya. "Sebaiknya kau kembali lagi ke kandangmu. Sebelum aku berubah pikiran," tapi Big malah menyerangnya.
Pisco menghindari serangan itu, balik menyerang dengan tembakan shotgun, Big menyerang balik, dihindari, Big menyerang dengan mencekik leher Pisco dan mengangkatnya, Pisco menendang kepalanya, terlepas, Pisco menusuk badannya, Big mundur karena tetusuk.
"Hah, cukup menyusahkan juga ya," gumam dia. Badan Big bergetar, tiba-tiba di punggunya muncul mirip kaki laba-laba, tapi ujungnya runcing. Benda itu menggeliat ke atas. "Oh, bagus sekali."
Benda itu menyerang Pisco, berhasil dihindari, tapi kaki dia terlilit. Pisco ditarik oleh benda itu, Pisco memotongnya dengan pedangnya. Berdiri dan menjauh, Big maju, menyerang kepala Pisco, dihindari, dibalas, berhasil menghindar, benda itu hendak menusuk perut Pisco, tapi tertahan oleh tangannya, Big memukul kepalanya, Pisco terhempas. Big mendekati Pisco yang masih tergeletak, dia mengijak badan Pisco, benda itu menusuk hendak leher Pisco, berhasil ditahan. Pisco kesulitan menahan benda itu, Pisco mengambil revolver, menembak kepala Big. Big mundur kesakitan, Pisco berdiri, memegang pedangnya yang masih tertancap di badannya, mendorong pedang itu supaya semakin menusuk ke dalam, lalu mengayunkan ke samping. Badan Big terbelah di bagian kiri, terjatuh dan mati.
"Sepertinya aku harus membersihkan pedangku ini. Oh ya, botol itu?" Pisco melepaskan tasnya, lalu mengambil botol yang berwarna hijau itu. "Ternyata tidak pecah," Pisco mengocok botol itu, setelah itu dimasukan kembali ke tas.
"Iky...?" tangis Uni. Dia ada di kasur, sedang memeluk bantal guling.
"Ini gaunnya," ucap pria berjubah hitam itu. Gaun itu berwarna putih.
"Baik," Uni berdiri dan mengambil gaun itu, selesai menggunakan gaun itu, Uni digiring ke sebuah Gereja. Di sana sudah banyak orang-orang sedang berdiri, Uni perlahan maju ke depan. Pria bangsawan itu sudah ada di dekat Pendeta dengan jas putih. Setelah Uni sampai di sana, upacara dimulai.
"Silahkan kalian berciuman tanda kalian akan setia," ucap Pendeta itu.
Saat mereka hampir beradu bibir, tiba-tiba datanglah bom asap yang menutupi seluruh ruangan ini. Asap ini sangat tebal, sampai-sampai mereka batuk-batuk karena asap ini.
"Bau apa ini?" tanya sang bangsawan setelah asapnya hilang. "Dimana wanita itu?!" teriak dia.
Mereka semua memeriksa keadaan di ruangan ini, tak lama kemudian terdengar suara hentakan kaki yang keras.
"Ada serangan!" teriak pria yang ada di dekat pintu masuk Gereja.
Banyak mayat hidup mendekat, dari yang kecil hingga yang besar. Mereka berlari menuju Gereja itu.
"Siaaalll!" teriak bangsawan itu. mereka berhasil menerobos masuk.
"Kau baik-baik saja?"
"Uhuk uhuk!" Uni masih batuk karena asap itu. Dia membuka mata, ternyata dia sedang digendong oleh sesosok yang selama ini dia rindukan. "Iky!"
"Aku rindu kamu," jawab Pisco.
"Aku juga," Uni turun dari pangkuan Pisco, dan memeluk dia.
"Ayo kita ambil barang-barangmu."
Mereka berjalan menuju sebuah rumah besar. Itu adalah rumah di mana Uni ditahan, saat sampai di depan pintu, tiba-tiba ada tombak yang melayang ke arah mereka. Beruntung mereka berdua berhasil menghindarinya.
"Kalian sudah berani membunuh yang Mulia!" ucap pria berjubah hitam, tapi kali ini dengan nada marah. Dia berdiri tak jauh dari mereka, membawa dua tombak besi, satu dipegang, dan yang satu lagi sudah tertancap di pintu. "Rasakan hukumannya!" teriak dia sambil menyerang. Pisco menembak kakinya, tapi tidak terlalu mempan.
"Uni! Cepat masuk ke dalam rumah ini!" lalu Uni masuk dengan cepat. Dia sudah dekat, Pisco menghindar dengan berguling ke samping. Tombak itu tertancap, Pisco menembak kepalanya. Tapi, pria itu dengan cepat mencabut dan mengayunkan ke arah Pisco. Pisco mendapatkan luka sayatan di perut.
"Hahahahah! Rasakan itu!" dia mulai menggila.
Dia menyerang, berhasil dihindari, dibalas dengan ayunan pedang ke arah perutnya, berhasil ditahan. Kedua senjata mereka saling beradu dan mengakibatkan gesekan. Pisco berhasil dibuat terpental, terseret, Pria itu berjalan menuju pintu itu.
"Hei! Jangan lupakan aku!" Pisco menembak punggung pria itu. Pria itu berbalik, maju, Pisco berdiri, melemparkan bom asap ke arah wajahnya. Pria itu menghindarinya, Pisco melempar satu lagi bom itu, kali ini mengenai wajahnya. Pria itu pusing, tidak bisa melihat. Pisco memanfaatkan kesempatan ini, dia menebas badannya dengan cepat sambil berpindah dari sisi satu ke sisi lain. Asapnya mulai menghilang, pria itu menjatuhkan diri. Tapi, dia kembali bangkit, melemparakan tombaknya, Pisco menghindarinya. Pria itu sesaat hanya diam saja, tapi tak lama kemudian dia berteriak histeri. Sekarang dia berlari ke arah Pisco, karena kecepatannya yang mendadak berubah, Pisco tidak bisa menghindarinya. Pisco berhasil dicekik dan diangkat ke langit.
"Argggh!" Pisco berusaha melepaskan cekikannya.
"Sudah menyerah saja! Kau akan mati! Hahahah!"
"Sial..." Pisco merasakan sesak nafas yang sangat berat. Pisco perlahan menutup matanya, tapi tiba-tiba muncul sebuah panah menancap kepala pria itu. Pisco jatuh.
"Kau tidak apa-apa?" Uni berlari menghampiri dia dengan memegang crossbow.
"Terima kasih Uni," Pisco berusaha berdiri, tapi dia kesulitan menggerakan badannya.
"Jangan paksakan diri," Uni membantu dia berdiri.
"Ayo! Kita lanjutkan perjalanan ini!"
"Iky, lihat ini. Ada kupu-kupu," katanya sambil membukuk melihat kupu-kupu yang menghinggapi bunga kuning.
"Ya," Pisco mendekat. Tapi, tiba-tiba kupu-kupu itu terbang. "Maaf Uni."
"Tidak apa-apa. Sekarang kita ada di mana?"
"Kota Vhil," sama dengan kota yang lain, di sini sangat sepi, rumah-rumah diselimuti oleh lumut-lumut, dan beberapa mobil-mobil yang sudah rusak tergeletak di jalan.
"Satu-satunya yang indah di kota ini hanya bunga ini saja," keluh Uni.
"Bagaimana menurutmu?"
"Bunga ini berwarna kuning, tertanam di pinggir jalan. Kalau menurutmu?"
"Sama sepertimu. Ayo!"
Mereka berjalan mengitari tempat ini, mereka sering menemukan yang namanya mobil rongsokan. Sampailah mereka di depan sebuah gedung.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Pisco melihat Uni sedang jongkok di dekat gedung itu.
"Ini, aku sedang melihat kumbang," katanya sambil menunjukkan sebuah kayu kecil yang dihinggapi oleh kumbang merah totol. Pisco mendekati Uni, tapi kumbang itu dengan cepat terbang.
"Maaf."
"Tidak apa-apa. Lagi pula wajar saja kalau mereka takut melihatmu, hihihi."
"Oh... baiklah, aku pergi sendiri."
"Jangan Iky! Hanya bercanda. Maafkan aku."
"Ya, aku juga hanya bercanda. Ayo!"
Mereka memasuki gedung itu, tempatnya cukup luas, ada beberapa reruntuhan, beberapa lukisan tertempel di dinding, kursi dan benda-benda lainnya. Mereka mengitari tempat ini.
"Uni, coba ke sini."
"Ada apa?"
"Lihat ini," Pisco menunjukkan sebuah buku Novel.
"Wahhh, ini kan Novel kesukaanku. Terima kasih," lalu dia mencium pipi Pisco.
"sa...ma-sa...ma," muka Pisco memerah malu.
Mereka keluar dari ruangan itu, naik tangga, berjalan mengitari ruangan ini. Sangat sepi, dan hanya suara kicauan burung saja yang terdengar.
"Sepertinya aku mencium bau aneh?" gumam Pisco.
"Ada apa Iky?"
"Bukan apa-apa. Kita periksa ruangan ini," mereka memasuki ruangan itu. "Hmm..." Pisco memeriksa sekitar ruangan ini.
"KYAAA!" teriak Uni, lalu Pisco berlari ke arah ruangan sebelah.
"Ada apa?" Pisco melihat Uni sedang duduk ketakutan sambil mundur. Pisco melihat ke arah depan Uni, ternyata ada mayat dengan keadaan berselimut daging. "Tutup matamu!" lalu Pisco mendekati mayat itu. Pisco melihat keadaannya masih segar, darahnya pun masih segar. "Sepertinya kita tidak sendiri," Pisco mendekati Uni dan membawa dia keluar dari ruangan itu.
"Iky tadi..."
"Ssstttt!" Pisco menaruh jarinya ke mulut Uni. "Tenang ya? Aku akan menjagamu."
Lalu mereka berjalan dengan cepat menuju ruangan selanjutanya, sekarang mereka menuruni tangga.
"Kau tunggu di sini ya?" tanya Pisco saat ada di depan pintu.
"Tapi..."
"Tunggu aja, aku enggak bakalan lama kok," lalu Pisco memasuki ruangan itu, saat di dalam, dia melihat ada beberapa anggota Grild, jumlahnya lima. Pisco segera menunduk dan bersembunyi, Pisco berjalan mendekati salah satunya, setelah sampai di belakangnya, Pisco mencekik. Selesai, datang satu lagi, Pisco kembali ke tempat semula, setelah pria itu melihat mayat temannya, dia berteriak "Ada musuh!" mereka yang ada di sana bersiaga dengan pistol mereka, saat yang saling berpencar, Pisco mengambil kesempatan itu dengan melempar batu ke arah wajah pria yang tadi berteriak, berlari, meninju perut, mencekik leher dari belakang. Pisco berjalan perlahan menuju sisanya, dua ada di depan, Pisco melempar pisau ke kepala salah satunya, dan satu lagi ditembak dengan revolvernya. Karena suara tembakan itu, satu lagi bersembunyi, Pisco ikut bersembunyi, adu tembak terjadi, Pisco mengambil botol, melempar ke arah dia, berhasil, tapi. "Iky, kau tidak apa-apa?" tiba-tiba Uni datang dengan polosnya.
"Uni?" Pisco menghentikan langkahnya. Pria itu, dalam keadaan memegang kepalanya karena terkena botol itu. Dengan cepat dia mengarahkan pistolnya ke arah Uni. "Awas!" Pisco berlari menuju Uni. 'DORR', pria itu dan Pisco jatuh tertembak.
"Iky!" Uni berlari menuju Pisco yang sedang tergeletak berlumuran darah.
"A...ku bi...lang ja...ngan ma...suk, uhuk uhuk!"
"Maaf hiks! Aku khawatir," tetesan air mata Uni mengenai badan Pisco.
"Jangan menangis, aku masih hidup. Ayo kita keluar dari tempat ini!" Pisco berusaha berdiri, Uni membantu. Uni membantu Pisco untuk berjalan menuju pintu selanjutnya. Saat masuk pintu itu, ternyata itu pintu keluar. Darah di dada Pisco banyak yang keluar.
"Kita cari tempat istirahat," kata Uni.
"I...ya."
"Maafkan aku, kalau saja aku..."
"Sudah! Jangan dipikir, uhuk uhuk!" Pisco mengeluarkan darah di mulutnya.
Mereka berjalan mencari rumah yang aman, di tengah jalan mereka bertemu dengan dua anggota Grild.
"Iky, tunggu di sini ya?" Uni membantu Pisco untuk duduk. Pisco hanya bisa memperlihatkan wajah kesakitan di depan Uni.
Uni segera maju, dia bersembunyi di mobil. Karena Uni tidak pernah mengalami pertarungan tinju-meninju, dia memutuskan untuk menghabisi mereka dengan tembakan. Namun tidak satu pun yang terkena, mereka menyadari kehadiran Uni, adu tembak terjadi. Uni hanya bisa diam karena tidak biasa diserang bertubi-tubi, berhenti, mereka mendekat, Uni segera menyerang balik, satu kena. Uni berusaha menembaki yang satu lagi, tapi gagal, dia berlari menuju Uni, mencekiknya, tapi datang tembakan yang mengenai kepala dia.
"Iky!" Uni melihat Pisco sedang tergeletak dengan memegang sniper, lalu Uni berlari menuju dia.
"U...ni kau a...da ba...nyak," kata Pisco dengan pelan.
"Iky, bertahanlah!"
"Ja...ngan ce...mas, uhuk uhuk! A...ku ba..." Pisco menutup matanya.
"Iky? Ikyyyyy!" TRENGGG.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top