Chapter 4

Selamat datang di chapter 4

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (hobi)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤️❤️❤️

___________________________________

Aku akan selalu menyediakan waktu untukmu

-Horizon Devoss

____________________________________

Musim panas
New York, 6 Juni
06.34 a.m.

Skylar tidak mau biacara padaku. Terlepas dari acara puasa bicaranya yang masih tersisa dua hari 16 jam lagi-sehingga tidak mungkin mengeluarkan kata-kata secara verbal-dia juga tidak menggunakan suara google sebagai media perantara. Apabila kuajak biacara, berulang kali telapak tangannya terangkat, seolah berkata, 'Talk to my hand, Horizon.'

Well, how pretty much silly we're.

Skylar sangat keliru apabila menilaiku sebagai pria mesum seperti itu. Perlu dia tahu bahwa aku melakukan aktivitas dewasa dengan wanita yang memiliki hubungan jelas denganku. Kekasih, tunangan, atau istri, misalnya. Bukan hubungan tanpa status yang jelas-jelas sebagai alibi seseorang untuk bisa bebas berhubungan dengan siapa pun sekaligus bisa memonopoli orang itu sendiri. Jadi, aku tidak akan macam-macam, kendatipun Skylar menyuguhkan pantatnya tadi. Bukannya tidak tergoda, tetapi aku hanya menegakkan prinsip yang kubuat sendiri.

Well, sebenarnya keheran terhadap wanita kadang menjejali pikiranku. Kenapa mereka lebih malu hanya mengenakan pakaian dalam yang lebih menutupi bagian-bagian yang seharusnya daripada mengenakan bikini dua potong yang kurang bahan?

Tidak menemukan jawaban dari pertanyaan itu, aku mengembuskan napas seperti biasa. Kubiarakan keadaan sunyi mengelilingi kami selama beberapa saat kala berkendara ke tempat tinggal Skylar berdasarkan peta google yang dia ketik. Lalu tiba-tiba suatu pembicaraan bagus-yang jelas tidak akan bisa diabaikan Skylar-melitas dalam otakku.

"Aku dengar, Momster membuat ulah."

Tarikan salah satu sudut bibir ke atas yang sedikit membentuk smirk smile membingkai wajahku secara otomatis sebab topik itu telah berhasil menyita perhatian Skylar. Pandangannya yang semula mengarah ke jalan raya, kini diarahkan padaku sewaktu aku sedikit melihatnya.

Selain itu, cepat-cepat dia meraih ponselnya di atas dashboard dan mengetikkan sesuatu lalu mengulurkannya padaku. Dan suara google pria mewakilinya bicara.

"Dari mana kau tahu?"

"Manager-mu yang mengatakannya padaku tadi malam," jawabku jujur. Suara peta google membimbingku belok ke kanan, aku pun mengikuti instruksi itu dengan patuh.

Jari-jari Skylar kembali menari lincah di layar ponselnya. "Kenapa dia selalu melaporkan setiap perkara The Black Skull padamu?"

Dengkusan lolos dari mulutku. "Jangan tanya aku. Tanyalah Mr. Reece. Ngomong-ngomong, masih ada sisa waktu untuk sarapan. Ayo kita sarapan. Kau mau makan apa?"

Sara google pria segera menjawab pertanyaanku. "Tidak, terima kasih. Turunkan saja aku di lobi."

Kedua alisku terangkat. "Baiklah. Tapi, aku akan mengantarmu sampai depan pintu."

Kupikir, Skylar akan protes, rupanya tidak. Dan tidak lama kemudian, kami tiba di gedung apartemen lumayan mewah. Aku cukup lega mendapati itu, mengingat kata Mr. Flint, Skylar tidak suka sesuatu yang mewah, termasuk apartemen yang ditinggalinya. Jelas huniannya yang sekarang merupakan penthouse yang memiliki elevator pribadi dan termasuk kategori mewah.

Skylar melirikku dengan tatapan ala musuh sewaktu kami naik elevator, lalu jari-jarinya segera kembali menari lincah di layar ponsel dan suara google pria yang sebenarnya sangat menjengkelkan kembali bicara. "Sudah sampai, terima kasih. Sekarang turunlah."

Aku mencebik tetapi menurutinya. Setidaknya aku sudah tahu tempat tinggal Skylar. Setelah rapat hari itu, aku menghubungi asisten Skylar untuk menanyakan jadwalnya. Katanya, selama sisa hari itu dan dua hari ke depan Skylar libur latihan band sebagaimana kegiatannya puasa bicara pasca konser. Setelahnya, Skylar akan pergi ke Abu Dhabi untuk bernegosiasi dengan momster.

"Sebenarnya aku takut Sky tidak bisa menghadapi momster sendirian," aku sang asisten.

"Baiklah, aku akan menemaninya bicara dengan momster," jawabku setelah seper sekian detik berpikir.

Kelegaan jelas segera menyambut asisten Skylar. "Terima kasih Mr. Devoss. Kau memang yang terbaik dan selalu bisa diandalkan. Kalau begitu akan kukabari jadwal penerbangan Sky."

"Kau terlalu memuji. Ngomong-ngomong, aku akan naik jet pribadiku saja bersama Skylar. Asistenku akan memberitahu jadwalnya padamu. Jadi, tolong sampaikan pada Skylar kapan jadwalnya. Dan jangan memberitahunya soal aku."

"Tentu, semuanya beres."

Rupanya, semua tidak berjalan sesuai keinginanku. Setelah dua hari berikutnya aku menyibukkan diri dengan rapat pembukaan cabang Diamond Bank di Asia dan memampatkan segala jadwal serta urusan pekerjaan supaya bisa santai di Abu Dhabi, Skylar mengelabuhiku.

Mula-mula aku pura-pura salah menelepon daring untuk memastikan keberadaan Skylar. Setelah melihatnya menggeliat di kasur dan mengeram marah karena tidurnya terganggu, aku terburu-buru ke tempatnya. Namun, sewaktu tiba di penthouse-nya dan menekan bel yang tertera pada satu-satunya pintu yang tersedia di sana, aku kaget setengah mati ketika yang membukakan pintu tersebut bukanlah Skylar. Melainkan drummer The Black Skull yang botak, bercambang lebat dan bertato penuh sebadan. Pria itu bahkan menguap, kelihatan baru bangun tidur.

"Mr. Horizon Devos? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya sambil menggaruk kepala pelontosnya. Dengan suara serak khas bangun tidur pula.

Rasa kaget memang masih bersemayam dalam tubuhku, tetapi aku berusaha mengatasinya dengan sikap tenang. "Bukankah ini penthouse Skylar?" Aku berbalik tanya.

"Ha? Penthouse Skylar?" tanya drummer itu. Nyawanya masih tampak belum terkumpul semua.

"Apa kau tinggal dengan Skylar?" Aku kembali bertanya heran sekaligus tidak menginginkan itu benar sekalipun hanya dugaan dengan dasar yang lemah. Hanya karena dia membuka pintu rumah Skylar sepagi ini, bukan berarti dia tinggal dengan wanita itu. Atau memiliki hubungan selayaknya sepasang kekasih. Semua orang tahu Skylar tidak memiliki kekasih. Beberapa kali aku juga menggagalkannya kencan dengan pria dari aplikasi dating.

"Ha?" Drummer pelontos itu kembali memelotot kaget. Tampilan wajahnya seperti orang yang jijik. Seolah-olah tidak sudi tinggal bersama Skykar.

Baguslah. Setidaknya dia bukan sainganku.

"Tidak. Ini penthouse-ku. Skylar tidak tinggal di sini," imbuhnya.

"Tapi kemarin aku mengantarnya ke sini."

"Kemarin kau mengantarnya ke sini?" ulangnya. Drummer itu sedikit menutupi tawanya. "Dia pasti mengerjaimu, Bung."

Sembarang arah menjadi sasaran pengelihtanku dan aku tidak bisa mengontrol nan menahan bibirku untuk mengeluarkan decakan keras. Pantas saja kemarin Skylar terburu-buru mengusirku. Rupanya karena ini?

"Lalu di mana dia tinggal?" Aku kembali memandang drummer tersebut dan menuntutnya dengan pertanyaan itu.

"Apartemennya di dekat studio musik kami. Gedungnya berseberangan. Jangan menelepon Sky untuk memastikan karena bisa saja dia akan mengerjaimu lagi. Kusarankan kau tanya resepsionis," papar drummer itu.

Beruntungnya aku tahu alamat studio musik alias markas The Black Skull. Sebelum resmi memindah berat tubuh dari penthouse drummer, aku berkata, "Baiklah. Terima kasih. Tolong jangan beritahu Skylar kalau aku datang kemari dan aku akan ke apartemennya sekarang."

Dasar Skylar. Bisa-bisanya dia mengelabuhiku seperti ini. Aku jadi menyesal untuk tidak mencari tahu lewat informan River atau asisten Skylar soal segala seluk-beluk wanita itu. Mulai dari tempat tinggal, makanan yang boleh dia makan, hobinya selain menyanyi rock, tukang menjahili orang seperti dia pernah menjahili Mr. Flint di peternakan kuda dulu, lalu sekarang ini, dan lain-lain.

Aston Martin-ku segera melaju ke Chapel Avenue-tempat di mana studio musik mereka berada dan tentunya berseberangan dengan gedung apartemen Skylar. Setibanya di lobi, kunci dalam genggamanku segera berpindah ke petugas valed. Sementara mobilku terurus, aku menanyakan lantai unit apartemen Skylar pada resepsionis. Tidak lama kemudian, dengan bantuan kartu pegunjung, aku bisa naik elevator ke lantai hunian wanita itu.

Jujur saja, ada rasa gemas bercampur urat-urat kemarahan yang sudah mulai bermunculan di dahiku ketika sudah tiga kali aku menekal bel, Skylar masih belum membukakan pintu. Kulirik jam yang melingkari pergelangan tangan kiri yang menunjukkan pukul tujuh lebih 45 menit. Artinya aku hanya memiliki waktu sekitar satu setengah jam untuk menyeretnya ke bandara John F. Kennedy dan memasukkannya ke jet pribadiku yang akan menerbangkan kami ke Abu Dhabi.

Napas lega segera memenuhi udara sekelilingku ketika pintu terbuka dan tampaklah Skylar yang sedang menggosok gigi. Rambutnya acak-acakan dan kaos hitam tengkorak besar yang membalut tubuhnya membuatnya tampak ... tidak manusiawi. Lalu tanpa tedeng aling-aling, berubung kaget melihatku, dia memelotot kemudian menyembur wajahku dan hampir menerbangkan sikat giginya.

Pagi yang sempurna, pikirku geram. Kenapa pula aku harus memiliki ide kejutan untuk membawa Skylar ke Abu Dhabi supaya bisa menemaninya menemui dan bernegosiasi dengan momster?

"Horizon, bagaimana mungkin kau bisa berada di sini? A-aku minta maaf sudah-"

Aku mengehentikan ocehannya dengan tangan yang terangkat, isyarat supaya dia juga berhenti bergerak. Sapu tangan putih dalam saku celana kerjaku segera menjadi sasaran tanganku. Kuusap wajah yang terasa dingin akibat semburan pasta gigi mint Skylar.

Setelahnya, aku menerobos masuk, duduk tanpa permisi di ruang tamunya yang mungil. Bagaimana mungkin dia tinggal di apartemen loft studio yang kecil meski kuakui pemandangan di sini lumayan memanjakan mata? Dari tempatku duduk, aku bisa melihat sungai Hudson dan patung Liberty dengan pantulan cahaya matahari pagi yang berpinar-pinar.

Abaikan itu.

Aku memejamkan mata sejenak lalu memerintah, "Kemasi barang-barangmu. Kita akan ke Abu Dhabi menemui Momster."

Skylar menutupi mulutnya yang penuh busa pasta gigi. "Maksudmu sekarang?" tanyanya dengan suara berdengung sebab menggigit sikat giginya.

"Tidak, kemarin malam," jawabku ketus. "Tentu saja sekarang, Sky. Cepatlah! Waktumu hanya sepuluh menit!"

Skylar kalang kabut. Sambil memegangi sikat giginya yang masih berada di mulut, dia berlari menuju salah satu bilik yang kuyakini kamar mandi. Selama kurang dari semenit, wanita itu kembali lagi. Kali ini tampilannya lebih manusiawi. Rambutnya tidak seberantakan tadi sebab dikucir, wajahnya juga lumayan segar. Dan dia baru bisa berbicara lebih masuk akal tanpa busa pasta gigi atau sikat gigi yang tadi digigit.

"Sebentar ... sebentar .... Dari mana kau bisa tahu apartemenku? Dari mana juga kau tahu aku akan ke Abu Dhabi hari ini?" tanya wanita itu sembari berkacak pinggang. Dia berdiri tepat beberapa langkah di depan aku duduk di sofa kulit putih berlengan.

"Menurutmu?" Aku kembali bertanya sambil sedikit mendongak untuk memandangnya.

"Pasti Storm. Memangnya siapa lagi?" gumamnya. Agaknya dia jengkel dengan penggebuk drum itu.

Bukankah ini lucu? Kenapa dia yang jengkel? Bukankah seharusnya aku? Dia sudah mengelabuhi dan menyemburku di pagi yang seharusnya cerah ini.

"Lalu ..., aku tidak akan mengajakmu ke Abu Dhabi. Aku memang sudah menelepon ayahku dan memastikan momster ada di sana bersamanya untuk diajak diskusi. Tapi bukan berarti kau bisa ikut seenaknya. Dan asal kau tahu, pesawatku masih lama." Skykar melihat jam di rak rendah sebelah kami. Lalu melanjutkan, "Masih satu jam setengah lagi."

Tidak kaget. Sudah pasti reaksinya akan seperti itu bila aku ikut ke Abu Dhabi. "Bagaimana bisa kau menghadapi momster tanpa aku?"

"Aku akan mencari cara. Tapi tentu tidak denganmu. Ayahku akan ada di sana, kalau kau lupa."

Aku menggeleng sambil tersenyum kecil. "Kalau ayahmu tidak sibuk dan momster tidak merayunya untuk menolak tawaranmu. Kau jelas butuh aku, Sky."

"Ck. Kenapa kau selalu berusaha menjadi penyelesai masalahku? Maksudku, kami, The Black Skull?"

"Benarkah kau tidak tahu jawabannya?" Aku kembali bertanya dengan tenang. Skylar dan semua orang pun tahu jawaban kenapa aku melakukan semua ini meski merepotkan.

"Yah .... Karena kau penggemar beratku. Tapi, penggemar berat tidak harus melakukannya. Ingat, kau itu ... menyebalkan. Selalu berusaha terlibat denganku, juga mengacaukan kencanku beberapa kali. Lagi pula, bukankah kau sibuk, Mr. CEO Diamond Bank Horizon Devoss? Heran sekali kau punya waktu untuk hal-hal yang bukan urusanmu," ejeknya jengkel, tangannya pun terlipat di dada.

"Sky .... Aku akan selalu menyediakan waktu untukmu."

"Wow ..., haruskan aku terbang karena ucapanmu, Horry?" ejeknya lagi. Nadanya antusias tetapi tidak dengan wajahnya.

Aku kembali mengumbar senyum tipis sambil menggeleng. "Skylar ...," panggilku pelan, lumayan gemas. "Dari pada kita sibuk beradu pendapat, kenapa kau tidak bersiap-siap saja supaya kita tidak ketinggalan pesawat? Apa kau tidak memperhitungkan lalu lintas New York untuk pergi ke bandara?"

"Tentu setelah aku mengantarmu keluar apartemenku sekarang." Skylar tersenyum palsu untuk mengusirku.

Senyum tipis kembali membingkai wajahku. "Tentu saja aku akan menunggumu, meski itu di depan pintu apartemenmu. Dan tentu saja aku akan ikut ke Abu Dhabi bersamamu."

"Dasar mesum, penguntit dan tukang paksa!" cerca Skylar. Kedua tangan wanita itu yang semula terlipat di dada sontak mengurai dan mengepal. Dia mengeram serta menghentakkan kaki. Sambil menggerutu dengan mulut paruh bebek, wanita itu pun pergi bersiap-siap.

Abu Dhabi, 8 Juni
21.03 p.m.

Malam yang menggantung kegelapan serta angin yang cukup panas nan gerah bandara internasional Abu Dhabi menyambut kedatanganku dan Skylar. Bersama asistenku bernama Johnson, kami menuruni anak tangga jet pribadiku. Skylar berada di urutan terdepan dan kelihatan tergesa-gesa. Bahkan dia menuruni dua anak tangga sekaligus sambil mengambil ponsel dalam ransel lalu mengaktifkannya.

Kau pasti tidak akan menyangka. Skylar hanya membawa seransel pakaian dan keperluannya untuk dua hari lamanya di Abu Dhabi. Tidak umum untuk ukuran seorang wanita. Katanya, kalau memerlukan barang-barang lain, dia akan membelinya. Begitu lebih praktis. Well, mau tidak mau aku setuju dengan wanita kasual ini.

"Ya, aku baru saja tiba di bandara, apa Daddy sudah kembali ke hotel?" Aku mendengar Skylar bicara pada Mr. Flint sewaktu kami menumpangi mobil yang sudah disediakan Johnson untuk berkendara menuju hotel tempat Mr. Flint menginap. Rencananya aku dan Skylar akan menginap di sana juga. Tentunya dengan kamar yang terpisah.

Skylar sedikit melirikku. "Ya, dengan Horizon," bisiknya yang masih bisa kudengar sebab dia duduk di belakang bersamaku sedangkan Johnson duduk di depan bersama sopir. "Baiklah sampai jumpa, Dad."

Ketika Skylar menurunkan ponsel, aku pun menyindir, "Tidak biasanya kau mengaku pada Mr. Flint soal aku."

Skylar mengembuskan napas lelah, memutar bola mata dan menyodorkan tangannya. Oke, wanita itu kembali menyuruhku berbicara dengan tangannya.

Aku pun menggeleng lalu tersenyum tipis. "Sky ..., kenapa kita tidak menikah saja?"

Skylar sontak melihatku dan sedikit terhenyak. "Wow ... sebuah lamaran yang romantis Mr. Horizon Devoss. Tapi, sayang sekali aku harus menolakmu."

Aku kembali menyumbar senyum. Kali ini lebih lebar. "Kenapa? Kau lajang, aku lajang, bukankah tidak ada masalah?"

"Masalahnya ada di otakmu yang tidak beres itu, Horry. Dan selamat bicara dengan tanganku lagi kalau kau bicara yang aneh-aneh lagi."

______________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote, komen, atau benerin typo, kelen luar biasa

Well, bonus foto Horizon

Skylar

See you next chapter teman-temin

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

Sabtu, 10 Juli 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top