Chapter 20

Selamat datang di chapter 20

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai kalau ada typo

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will enjoy and love this story as well

❤️❤️❤️

____________________________________________________

Dia seolah diciptakan dan dilempar ke bumi semata-mata untuk menggodaku

—Horizon Devoss
____________________________________________________

Musim panas
Bangkok, Thailand, 28 Juni
09,43 a.m.

Selalu percintaan yang hebat. Setelah hampir sebulan tersiksa oleh kekeringan yang melanda diriku, aku seperti menemukan oase di padang pasir yang gersang dan tandus. Jiwa dan ragaku yang panas mendapat guyuran kesegaran. Satu-satunya hal yang bisa kupastikan paling jujur dari Skylar; reaksi tubuhnya yang sangat responsif terhadap sentuhanku dibandingkan dengan kata-kata atau voice note kirimannya yang mengatakan cinta dan rindu.

Berhubung semalaman lembur, kami pun bangun kesiangan dan tidak langsung pergi sarapan lantaran memutuskan bermalas-malasan dulu di kasur. Sejujurnya aku sangat membutuhkan ini karena badanku sangat lelah. Lelah bekerja, lelah menempuh perjalanan dari Shanghai ke Bangkok yang membutuhkan waktu berjam-jam, maupun lelah beradu keringat dengan Skylar semalaman.

Masalahnya, meski sama-sama terpuaskan oleh ledakan-ledakan kenikmatan, rupanya Skylar masih ingin bermain peran menjadi istri yang merajuk karena suaminya tidak memberinya kabar selama tiga minggu. Dia menuntut penjelasan.

Ya, aku juga tidak bisa menyalahkannya.

Aku memiliki alasan kuat kenapa tidak menghubunginya. Selain memang jarang bisa memegang ponsel ketika bersama Jayden, juga karena aku tidak ingin Skylar mengacaukan konsentrasiku dengan fantasi-fantasi liar yang berseliweran dalam batok kepalaku. Hanya melalui foto genital string itu saja, aku membayangkan bagaimana jikalau seandainya aku melakukan panggilan video dan menyuruh istriku merancap dirinya sendiri untukku?

“Menurutmu, kenapa aku tidak pernah menghubungimu?” Seperti biasa, aku berbalik tanya untuk menyisik pikiran lawan bicaraku tentang diriku.

Skylar makin merajuk. “Ck! Aku tidak ingin menebak-nebak! Aku ingin tahu alasannya dari mulutmu. Kenapa kau selalu mengembalikan pertanyaanku? Ayolah! Katakan padaku sejujurnya yang kau pikir atau rasakan!”

“Well, sederhana saja. Aku pria dewasa yang mengkonsumsi steroid tambahan dan kalsium sebagai penyeimbang untuk body builder-ku. Jadi bagaimana menurutmu kalau aku meneleponmu? Apalagi setelah melihat celana dalammu? Kira-kira akan jadi seperti apa? Kau pasti sudah memprediksinya dengan tepat, bukan? Karena itu kau mengirimiku foto itu. Iya kan, Bae?” sindirku.

“Kau menyebalkan! Omonganmu berputar-putar!”

“Aku hanya ingin kau menyimpulkan akibat perbuatanmu sendiri.”

“Tapi itu beberapa hari belakangan dan aku segera menghapus pesanku. Kalau sebelum-sebelumnya? Kau pikir aku cenayang yang bisa membaca pikiranmu?”

“Siapa tahu.”

“Horizon Devoss!” pekik Skylar sembari bangkit dan buru-buru meraih selimut untuk menutupi dadanya. Dia menatapku dengan alis berkerut. Entah kenapa aku malah tidak kuasa menahan tawa.

Sudah lama rasanya aku tidak tertawa selepas ini semenjak River meninggal. Sejak saat itu pula, berbagai tekanan langsung datang menyerbuku dan dibebankan kepadaku seolah tidak mengizinkanku memiliki waktu luang untuk beristirahat. Salah satunya, menggantikan posisi River menjadi CEO. Itu sangatlah berat. Kini kala bisa mencuri-curi waktu untuk bersantai bersama Skylar membuatku rileks. Apalagi saat aku melihatnya ikut tersenyum. Aku jadi ingin memeluknya. Aku ingin melupakan bagaimana dia berandiwara.

Tanganku terentang dan menepuk sisi kananku bergantian agar Skylar kembali ke posisinya. Dia pun menurut dan aku kontan mendekapnya kemudian mengutarakan apa yang kupikirkan waktu itu.

“Bisa dibilang kau membangkitkan fantasi liarku.”

“Eh? Aku? Bagaimana bisa?” tanyanya. Entah polos atau pura-pura polos, aku tidak peduli dan tetap menceritakan pikiranku waktu itu.

“Pikiranku emang sekotor itu kalau menyangkut dirimu.” Aku mengakhiri ceritaku.

Respons Skylar atas pengakuanku malah di luar dugaanku. “Ayo kita lakukan kapan-kapan,” usulnya.

Mengabaikan keyakinan dia bisa mendengar serta merasakan detak jantungku yang berdebar kencang, aku menunduk, segera mencari matanya untuk kutatap. Isyarat meminta penjelasan.

Skylar pun mendongak dan balas menatapku. “Kalau misalnya kita harus berjauhan lagi,” lanjutnya lantas bergerak di atas tubuhku. Dada kami yang saling menempel membuatku tersiksa dan menginginkannya lagi. Akibat jantungku yang bekerja dua kali lipat lebih cepat, darah yang diedarkannya juga cepat menuju pusat gairahku.

“Lalu aku tidak akan bisa meninggalkan kamar dan pekerjaan kita akan sama-sama berantakan?”

“Benar juga. Dasar maniak!”

Bibir Skylar mengerucut dan telunjuknya bermain di ujung hidungku. Dia sangat imut dengan pipi merah muda. Sangat cantik dan menawan dalam keadaan seperti ini. Dia seolah diciptakan dan dilempar ke bumi semata-mata untuk menggodaku. Kepalaku lantas terangkat bermaksud mengecup bibirnya, tetapi dia tidak mengizinkannya.

“Tunggu dulu, aku masih marah. Kau harus menuruti perkataanku kali ini kalau kau ingin melakukannya lagi. Aku bisa meraskaanmu di bawah sana!” cegah dan hardiknya.

Jadi, aku pun berpikir praktis dengan menuruti apa yang dia mau. Maka dari itu kebutuhan biologisku akan terjamin. Well, kalau Skylar tidak ingin bercinta denganku, bisa saja aku menyewa wanita bayaran. Namun, aku tidak yakin bisa menyentuh mereka karena selain aku tipe pria setia dengan ikatan pernikahan—meski itu palsu, juga rasanya seluruh tubuhku terikat oleh Skylar. Bersama Skylar, aku seperti seseorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Ingin menjelajahi hal-hal baru yang terus aku gali dari seluruh tubuhnya.

Dengan amat terpaksa, aku menurunkan kepalaku ke bantal lagi sambil melepas napas. Tanganku pun merangkak naik untuk menjumput beberapa helai rambut pirang Skylar yang menjuntai ke dadaku lalu kusematkan ke belakang telinganya. “Baiklah, apa pun maumu. Asal sangat logis dan kau tidak marah lagi.”

Tidak kusangka, hanya melalui kata-kata sederhana itu, raut wajah Skylar berubah ceria. Aku baru akan memicu pergulatan, tetapi dia terburu bangkit dengan selimut yang kembali dililitkan dadanya dan membiarkan diriku tanpa busana. Sinar matahari yang menembus dinding kaca kamar menerpa kulit pucatnya serta memperjelas tanda merah keunguan hasil karyaku di seluruh tubuhnya.

Sial! Hormon pria sialan! Gara-gara jumlahnya yang kutambah, aku jadi makin gampang terpengaruh. Kini aku ingin mengulangi perbuatanku terhadap Skylar semalam. Aku ingin membuat tanda itu semakin banyak, semakin merata. Sayangnya, Skylar tidak sependapat dan malah memberiku ultimatum, “Mengajakmu jalan-jalan di Bangkok sangat logis, bukan?”

Aku mengembuskan napas pasrah, tetapi tidak bisa menemukan bantahan. Apalagi dengan iming-iming percintaan. Dasar Skylar! “Setuju. Jadi, sekarang kemarilah, Bae.”

“Sayang sekali, kau harus mengatasi dirimu sendiri sekarang. Blwee ....” Skylar pun menjulurkan lidah sebelum pergi ke kamar mandi.

“Hahaha ....”

“Ini tidak logis sama sekali!” protesku yang malah membuat Skylar lebih terbahak. Dia bahkan sampai berguling di kasur yang kuyakini karena berhasil mengerjaiku. Yah, aku anggap yang sedang dilakukannya ini sebagai lelucon April mop kawakan.

Bagaimana tidak? Skylar mendandaniku ala-alanya.

“Hahaha ... tidak! Ini sangat logis!” pekiknya sambil memegangi perut.

I’m not kind of people who will wear some clothes like this.”

“Hahaha ... demi Neptunus! Horizon Devoss ... Kau cocok dengan itu. Kau sangat tampan, tentu saja. Tidak perlu diragukan lagi! Hahaha .... Ayolah, jangan keras begitu. Kau itu terlalu keras. Bersenang-senanglah bersamaku, Bae.”

“Kalau aku tidak keras, aku tidak bisa memberimu kenikmatan, Bae. Sudah terbukti kau menyukai kekerasanku. Kau mendesah sangat lantang karenanya,” jawabku sebal dan tawa Skylar langsung berhenti.

Dia pun duduk sambil berkacak pinggang. Sedetik setelah napas beratnya terbuang, Skylar menderap ke arahku dan merapikan penampilanku. Mulai dari jumper hitam The Black Skull miliknya yang kedodoran dan muat di tubuku, jins hitam sobek yang dipesan Skylar dari jasa layan antar kilat—sama dengan bot hitam, topi, serta kacamata hitam. Sebagai sentuhan akhir, dia menyugar rambutku lalu memakaikan topi hitam serta kacamata hitam tersebut.

Skylar sendiri, sama seperti biasa. Dari atas hingga bawah mengenakan baju serbahitam. Dia juga mengenakan topi serta kacamata hitam seperti aku. Walau tidak menggunakan bahan atau merk pakaian serta aksesoris yang sama, tetapi aku mengira kami berpakaian couple hari ini.

Skylar mengambil tas ransel kecil hitam. Setelah menyematkannya di punggung, dia menggandengku. “Ayo kita berangkat,” ajaknya semangat.

Kami turun ke lantai di mana meja resepsionis berada untuk menitipkan kunci kamar. Kata Skylar, hotel menyediakan akomodasi untuk berkeliling ke Bangkok. Jadi, aku menurut sewaktu digeret ke depan lobi. Tidak lama setelahnya, sebuah mobil van berhenti di depan kami. Dan sewaktu pintu terbuka, terpampanglah semua personil The Black Skull bersama Katerine.

“Apa-apan ini? Kupikir kita berduaan,” desisku. Sayangnya Skylar tidak menggubrisku.

“Hei, coba lihat! Aku baru saja berhasil merekrut suamiku jadi personil The Black Skull,” canda Skylar riang sambil menyandarkan sikunya ke salah satu bahuku. Mirip memperlakukan kawan lamanya.

Mereka pun meledak-ledak seperti petasan. Storm dan Rigel sampai turun dari van untuk menyalami sambil memberiku selamat—sikap sahabat sejati yang selalu merespons kelakar sahabatnya. Sampai-sampai membuatku bingung antara harus marah atau membiarkan hatiku menghangat dan bersantai seperti ini.

Mereka tampak sama riangnya dengan Skylar dan tentunya mengenakan pakaian sehari-hari; serbahitam dengan kacamata hitam dan topi.

Selama perjalanan, semua teman Skylar membunuh kebosanan dengan melalukan konser. Mereka memainkan alat musik ala kadarnya. Ada yang menggebuki kursi menggunakan stik. Ada yang membawa piano lipat elektrik, ada pula yang membawa gitar. Astaga! Sangat berisik. Namun, tak kusangka akan sangat menyenangkan.

Tujuan awal kami ke Sumkhumvit. Setelah van diparkir, kami berjalan kaki. Banyak penjual makanan, baju, aksesoris, salon dan tempat pijat di sepanjang jalan ini.

“Aku heran kalian diperbolehkan ke sini.”

Perhatian Skylar yang semula tertuju pada aksesoris kini mendongak untuk menatapku. “Aku menggunakan dad untuk memaksa momster memberi kami waktu sehari untuk jalan-jalan. Sayangnya hanya diberi waktu setengah hari. Tapi, it’s oke. Kita bersenang-senang. Omong-omong, ayo kita pakai gelang couple ini.”

Aku tidak bisa menolak ketika Skylar melilitkan gelang tali hitam sederhana tanpa bandul ke pergelangan tanganku karena melihatnya begitu senang. Aku tidak bohong bahwa aku senang melihat wajah tanpa sandiwaranya. Pada intinya, aku tidak ingin merusak kebahagiaannya.

Skylar, Katerine dan Lea membeli aksesoris pasangan. Dan istriku berbelanja cukup banyak. Dia membeli gantungan kunci gajah, dua kaus hitam dengan tulisan I Love Thailand; satu untukku, satu untuknya. Sementara warna hitam lain sama dengan Katerine dan Lea. Dia juga membeli minatur tuk tuk, dan porselen Benjarong.

“Eh, Bae, cobalah ini.” Skylar menyodorkan setusuk sate jangkrik kepadaku.

“What? Tidak, tidak, kau saja. Aku tidak makan itu. Itu menjijikkan.”

“Sayang sekali aku tidak bisa memakannya. Aku takut tenggorokanku bermasalah.”

Ekspresi cemberut Skylar membelalakkan mataku. “Sungguh, kau akan memakan serangga itu kalau misalnya aman bagi tenggorokanmu?”

“Kenapa tidak?” jawab Skylar ketika mengembalikan sate itu ke tempatnya dan mengambil sate kecoak dan sate bentuk kotak-kotak yang tak tahu apa itu. “Kelihatannya kecoak ini enak. Atau kau mau testikel kambing?”

Hah? Jadi, sate kotak-kotak kecil itu adalah testikel kambing? Sumpah! Aku mual. “Sebaiknya kita pergi dari sini.” Aku merampas sate kecoak dan sate testikel kambing dari Skylar lalu meletakkan makanan-makanan ekstrim itu di tempatnya. Secara buru-buru membawa Skylar pergi dari sana.

“Eh, Bae, mau ke mana?”

Sialan! Aku bersumpah tidak akan pernah mencium Skylar kalau dia sampai makan makanan-makanan itu. Apa yang sesungguhnya dia pikirkan sampai ingin mencoba makanan ektrim itu?

Aku terus membawanya hingga menyadari personil The Black Skull lain sudah tidak ada. Kami terpisah. Yah, baguslah. Aku jadi bisa bersama Skylar. Toh, dia juga tidak panik. Katanya, “Ya sudah, kita jalan-jalan sendiri. Mungkin mereka sengaja membiarkan kita untuk bulan madu kedua.”

Kami melanjutkan perjalanan ke pusat kota Bangkok menaiki tuk tuk untuk pengalaman dan menghindari macet. Sang sopir pun berbasa-basi. “Apa kalian ke sini untuk bulan madu?” tanya pria bertopi dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya.

Skylar menjawabnya dengan riang. “Begitulah.”

“Kalau begitu, kalian datang di tempat yang tepat. Aku merekomendasikan pusat belanja pakaian bagus untuk pasangan bulan madu seperti kalian,” balas sopir itu dengan logat khasnya lalu membawa kami ke salah satu butik desainer Disaya yang rupanya menjual pakaian dalam wanita.

Aku menyuruh Skylar membeli beberapa lingerie seksi Disaya. Di saat ke kamar pas, aku menggoda Skylar, tetapi istriku bersikukuh melarikan diri dengan dalih di tempat umum, tidak sopan berbuat mesum. Baiklah dia benar. Memang hormon tambahan sialan. Aku akan berhenti mengkonsumsi steroid.

Sebagai penutup dan kasihan karena Skylar tidak bisa makan makanan khas Thailand, aku mengusulkan, “How about mango sticky rice?”

“Kelihatannya sangat enak. Tapi aku tidak bisa.”

“Semangkok kurasa tidak apa-apa. Aku janji tidak akan bilang-bilang.”

Skylar melepas kacamatanya dan menjadikannya bando. Dia menatapku sambil menipiskan bibir yang kuduga untuk menyembunyikan senyumnya.

“Kau mau tidak?” tanyaku lagi.

Skylar akhirnya mengangguk dan kami menaiki tuk tuk ke Mango sticky rice Koh Panich. Barulah pulang ke hotel, karena malamnya Skylar harus kembali ke New York. Sayangnya, aku harus kembali ke Shanghai. Meski jadwal penerbanganku lebih lambat satu jam, tetapi rencananya kami ke bandara bersama.

“Kau janji akan mengabariku setelah ini, kan?” tanya Skylar sewaktu kami selesai berkemas. Nadanya yang lembut sempat kukira dia tidak bersandiwara.

Yah, aku pikir, aku tidak peduli lagi soal itu. Terlebih, dengan posisi kami sekarang. Aku bersetelan kerja lengkap, duduk di tepi kasur. Sedangkan Skylar dengan pakaian ala-alanya berdiri di depanku sambil memelukku.

“Kalau aku bisa,” jawabku tidak bohong. Aku harus mendongak untuk menatapnya. Tanganku pun melingkari tubuhnya.

Skylar menunduk. “Aku akan merindukanmu, sungguh. Kita bersenang-senang hari ini. Bukankah begitu?”

Aku mengangguk dan Skylar mulai menciumku. Sebuah tanda bahwa dia menginginkanku. “Em, masih ada sedikit waktu sebelum kita harus ke bandara.

“Ya, dan apa yang kau ingin kita lakukan?”

“Kau pasti tahu.”

“Oh ya?”

Skylar mengangguk dengan wajah merah padam.

“Katakan padaku, Bae.”

“Kita bisa konser kalau kau mau,” jawab Skylar sambil cekikikan.

“Kau merusak suasana.”

“Kalau begitu, aku akan membangunnya lagi.”

____________________________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote, komen atau benerin typo

Kelen luar biasa

Bonus foto:

Horizon Devoss

Skylar Betelgeuse

Well, see you next chapter teman-temin

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

Minggu, 22 Mei 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top