Chapter 2

Selamat datang di chapter 2

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (hobi terselubung)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________________

Bagian mana dari wanita itu yang menunjukkan serta memberi kesan bahwa dia imut?

Horizon Devoss
______________________________________________

Musim panas
New York, 5 Juni
22.05 p.m.

Pelukanku tidaklah singkat, tidak juga lama, apalagi menuntut. Hanya berupa perlakuan normal layaknya pria yang berjumpa teman wanita. Ajaibnya, harum oceanic air tubuh Skylar yang mengingatkanku pada pantai dan laut merasuki indra pembauku tanpa permisi, seolah melesat jauh ke dalam setiap inci sel tubuhku. Bibirku pun melekuk dengan sendirinya. Tidak menyangka bisa sampai tahap memeluknya seperti ini. Ingatan tentang pertama kali bertemu dengan wanita ini tiba-tiba melintasi otakku tanpa permisi.

Bermula dari suatu siang di akhir pekan musim semi tiga tahu lalu, ayah memanggil dan mengajakku serta kakak laki-lakiku ke North Salem Stable. Salah satu peternakan kuda terbaik di New York yang letaknya di kaki gunung hutan kota yang indah, untuk menyalurkan hobi berkuda atau bermain polo.

Seperti biasa, hal yang pertama kali kami lakukan begitu tiba adalah berbasa-basi dengan pemilik selama beberapa menit, kemudian mengganti pakaian menjadi pakaian berkuda lengkap dengan bot, sarung tangan dan helm. Barulahlah menuju istal melewati jalan setapak yang agak jauh. Namun, tidaklah terasa lelah  sebab suasana yang hijau nan sejuk mampu memanjakan pengelihatan.

Fasad istal terbuat dari kayu bercat merah beraksen putih. Sedangkan bagian dalamnya kayu-kayu yang menjadi dinding serta lantai dibiarkan berwarna asli. Berderet istal yang saling berhadap-hadapan, juga beberapa pajangan seperti lukisan kuda dan aksesori yang bertema kuda di sepanjang selasar pun menyambut kami.

Ngomong-ngomong, kami memiliki beberapa ras kuda quarter Latin di sini. Ayah memiliki dua ekor kuda jantan bersurai cokelat muda dan putih. Kakak laki-lakiku memiliki kuda jantan serta bertina dan bersurai cokelat gelap semua. Sedangkan aku memiliki kuda jantan bersurai emas dan hitam, yang biasanya kugunakan untuk bermain polo.

“Archiles sudah selesai dipasangi pelana, Sir,” kata salah satu pengurus kuda padaku.

Aku mengangguk lalu menoleh ke arah ayah dan kakak laki-lakiku yang rupanya sudah siap menunggangi kuda mereka masing-masing.

“Terima kasih,” ucapku pada pria itu sebelum menunggangi Archiles, kuda bersurai emas kesayanganku.

Kami pun menunggangi kuda melewati jalanan setapak dari istal menuju lapangan outdoor. Tiba di sana kami berkuda secara santai. Untuk beberapa waktu yang tidak lama, ayah memerintahku dan kakak laki-lakikku untuk mengikuti beliau menuju tepi pagar pembatas yang terbuat dari kayu setinggi pinggang lalu turun dari kuda.

Mulanya aku sedikit bingung dan berbicara lewat tatapan mata dengan kakakku. Namun, ketika ada seorang pria dewasa berjalan ke tempat ayah, aku baru paham bila beliau sedang menemui seorang kolega yang merupakan produser film kenamaan bernama Mr. Flint Betelgeuse.

“Flint, susah sekali menghubungimu,” keluh Ayah, memberi pelukan ala pria pada Mr. Flint sambil berjabat tangan. “Kupikir kau tidak akan datang.”

“Ya, mereka tidak membiarkan aku libur. Tapi akhirnya aku bisa mengambil waktu libur sebentar,” jawab Mr. Flint yang kemudian melihatku dan kakak laki-lakiku secara bergantian.

Ayah tersenyum bangga. Mundur satu langkah lalu menyelinap di antara aku dan kakakku. “Ini kedua putraku. Yang ini River putra sulungku, dan yang ini Horizon putra bungsuku,” terang ayah sambil menepuk kedua pundakku dan River secara bergantian.

River mendahuluiku menjabat tangan Mr. Flint. “Apa kabar, Mr. Betelgeuse?” sapanya.

“Kabar baik, Nak. Eh kau sungguh mirip ayahmu,” balas Mr. Flint sambil tersenyum. Lalu beralih ke aku.

Sambil menjabat tangan sedikit keriput tetapi tegas itu, aku pun menyapa beliau. “Apa kabar, Mr. Flint?”

“Kabar baik. Ya Tuhan ... maaf Nak, aku hanya senang, kau memiliki mata mendiang ibumu, hitam pekat.”

Aku pun tersenyum tipis. “Terima kasih,” jawabku.

“Flint, kudengar dari pengurus kudaku kau datang bersama putrimu.” Ayah kembali berbicara pada pria yang meski kuyakin sudah berusia setengah abad lebih sama seperti ayah, tetapi pada kenyataannya sama sekali tidak kelihatan berumur paruh baya. Mr. Flint memiliki wajah dan gaya berpakaian ala anak muda masa kini sehingga apabila disandingkan dengan ayah, ayah jadi kelihatan lebih tua dari beliau.

Helaan napas berat terdengar keluar dari hidung mbangir produser film tersebut. “Ya, sebenarnya sangat susah mengajaknya kemari. Sekarang saja dia sedang duduk di kafe dan tidak mau berkuda. Padahal sudah mengenakan pakaian berkuda.”

“Apa dia masih aktif bernyanyi dengan band-nya?” tanya ayah.

“Ya, untungnya istri baruku sudah menjadi direktur agensi The Black Skull. Jadi, aku tak perlu khawatir soal itu. Istriku tentu menjaga Langit-ku selagi aku sibuk.”

Sebenarnya aku malas mendengar obrolan para orang tua. Namun, tentu tidak bisa semudah itu aku pergi bersama River begitu saja untuk menunggang kuda lagi. Untuk ukuran seorang pria yang selalu berusaha menunjung rasa hormat terhadap yang lebih tua, tentu tindakan tersebut tidaklah mencerminkan kesopan.

Beruntungnya lanjutan percakapan temu kangen tersebut tidak perlu kudengarkan sebab keduanya telah mengizinkanku untuk berkuda lagi bersama River.

“Kau dengar tadi Dad menyebut putri Mr. Flint adalah vocalis The Black Skull?” tanya kakakku dengan senyum menawan yang sudah menyejajarkan langkah kudanya dengan langkan Archiles.

“Lalu?” Aku berbalik tanya, acuh tak acuh sebelum fokus ke arah depan.

“Itu band bergenre rock yang sedang naik daun.”

Aku mengurtkan kening tanda tak mengerti dan sebenarnya tidak peduli. Namun, River membuka suara kembali. “Kau tahu artinya itu? Putri Mr. Betelgeuse jago bernyanyi dan bersuara medru. Sial! Aku jadi penasaran dengannya.”

Satu decakan pun lolos dari bibirku. “Tidakkah kau ingin megubah selera wanitamu yang aneh itu, Riv?” sindirku.

Aku tidak serta merta menganggap tipe wanita yang disukai kakakku itu aneh. Mengingat terakhir kali wanita yang dikencani River, kau pasti tidak akan menyangka. Seharusnya pria yang hangat dengan paras tampan dan senyum menawan seperti kakakku berkencan dengan wanita dengan paras serta sifat serupa. Bukan wanita yang cantik dan seksi tetapi berkelakuan grasak-grusuk, irit bicara—sekali membuka mulut omongannya pedas—herbivora dan perokok aktif seperti Jameka Michelle. Lalu memutuskan kakakku hanya karena River pernah mengenakan kaos warna merah muda yang menurut wanita itu seperti pria pesolek. Sama sekali tidak maskulin.

Namun, belakangan ini kutahu bahwa Jameka merupakan kakak perempuan Jayden Wilder—pria pemimpin kerajaan bawah tanah yang ditakuti oleh orang yang benar-benar mengenalnya. Berkedok pebisnis kelab malam dan casino, tentu tidak ada yang tahu bahwa Jayden merupakan orang yang berbahaya. Dia memang menawarkan ‘kekeluargaan’ untuk membalas budinya apabila ada orang yang meminta pertolong padanya. Namun, bagaimana mungkin orang tidak akan takut hilang dari muka bumi tanpa bisa dilacak polisi bila berkhianat padanya?

Sudah bagus River bisa lepas dari jeratan bisa ular Jameka. Kemudian sekarang kakakku mulai tertarik dengan wanita vocalis rock band? Hell! Big no!

Aku menekan bagian tungkai botku ke perut kuda, seirama sentakan tali kekang agar kudaku melaju lebih kencang. Rupanya, River mengikuti gerakanku dan masih betah membicarakan putri Mr. Flint yang notabenenya. “Horry, ayo kita ke kafe.”

Tanpa memindah fokusku pada Archiles, aku menjawab, “Kau sendiri saja. Aku ingin berkuda di sini.”

“Ck, ayolah Horry ...,” rajuk River mirip wanita yang minta dipeluk kekasihnya dan memicu ingatanku akan seseorang. “Kau tahu aku payah dalam mendekati wanita.”

“Apalagi aku.”

“Hei, kau tidak perlu mendekati wanita. Mereka yang selalu mendekatimu lebih dulu. Mereka bilang pria dingin sepertimu lebih menarik. Ayolah. Kau hanya perlu menemaniku ke kafe itu untuk bertemu putri Mr. Flint,” paksa River.

“No.” Aku melajukan kudaku lebih kencang. River masih beriskukuh mengejarku.

“Kalau begitu, ayo bermain polo. Kalau aku menang, kau harus menemaniku.”

Aku semakin mengerutkan kening. “Tidak. Terima kasih.”

“Hei! Kids! Ayo ikut aku ke kafe,” teriak ayah yang masih berdiri di tepi pagar bersama Mr. Flint.

“Hahaha ... akhirnya ada yang mendukungku,” ejek kakakku lalu menghadap ayah. “Siap Dad,” seru River yang kini memelankan laju kudanya dan berbalik ke arah ayah.

“Horry ..., ayo.”

“Iya, Dad,” jawabku malas dan mengikuti River.

Berkuda sambil beriringan, kami menuju kafe yang terletak di bagian depan dekat pintu utama North Salem. Jauh dari istal mau pun lapangan-lapangan outdoor mau pun indoor yang biasanya digunakan untuk melatih kuda.

Kafe itu sendiri mengusung tema semi outdoor. Bagian pantri, konter, dan beberapa petak berkanopi, sedangkan rooftop dan lainnya hanya berpayung kombinasi larik hijau serta putih. Sebelum ke kafe, kuda kami letakkan di pedok[1] yang tidak jauh dari kafe.

Sambil berjalan, kami melepas helm serta sarung tangan. Para orang tua berjalan di depan, sedangkan aku dan kakakku berjalan di belakang. River pun berbisik semangat padaku. “Ini namanya keberuntunganku.”

“Terserah kau saja,” jawabku acuh tak acuh.

Begitu kakiku menginjak undakan kafe, genjrengan gitar dan suara wanita menyanyi menyambut indra pendengaranku.

“Itu dia Langit-ku,” tunjuk Mr. Flint sambil menggeleng dengan raut wajah tak habis pikir.

Ayah, aku dan River mengikuti arah pandangan Mr. Flint. Dan tampaklah seorang wanita berambut pirang berkucir ekor kuda, mengenakan pakaian berkuda serbahitam lengap dengan bot selutut, sedang duduk di kursi tinggi dan memangku gitar serta memainkannya. Suara serak basah khas penyanyi rock pun mengalun mengikuti genjrengan gitar tersebut.

Tidak hanya wanita tersebut yang duduk di sana. Koki kafe dan beberapa pegawai lain ikut bersenandung. Konyolnya, sewaktu kami datang, wanita itu menyambut kami dengan nyanyian.

“Oh ... my daddy is here. I know if I don’t stop this song, he’s gonna kill me. U ... yeaaah ....” (Ayahku di sini. Aku tahu kalau aku tidak menghentikan lagu ini, dia akan membunuhku) Lalu buru-buru menepuk seluruh senar gitar supaya bergenti dan memberikan alat musik tersebut pada salah satu pegawai kafe tanpa melihat, sebab pandangan iris hitam wanita itu tidak lepas dari ayahnya yang kelihatan akan membunuhnya hanya melalui tatapan mata.

River di sebelahku sontak menoleh ke sembarang arah untuk menahan tawa hingga wajahnya merah. Sementara Mr. Flint berkata, “Kurasa aku tidak mengenal gadis pirang itu.”

Ayah ikut tertawa. “Kalian ini ada-ada saja.”

“I think, she’s cute,” bisik River yang mengikuti ayah serta Mr. Flint mengambil duduk tidak jauh dari pantri serta konter.

Cute? Bagian mana dari wanita itu yang menunjukkan serta memberi kesan bahwa dia imut? Wanita itu jelas-jelas arogan. Selera River memang luar biasa aneh.

Aku mengambil duduk dekat kakakku ketika penyanyi rock itu duduk di dekat Mr. Flint. “Kupikir Dad akan berkuda hingga sore,” komentarnya.

“Lalu kau akan pergi diam-diam bersama anggota band-mu yang rusuh itu?” tuduh Mr. Flint.

“Bagaimana mungkin? Dan meraka tidak rusuh. Mereka berbakat.”

Mr. Flint mengibas tangan di depan wajah. “Kenalkan ini teman Daddy, namanya Thunder Devoss dan kedua putranya. Ini River, lalu yang ini Horizon. Semuanya, ini putriku Skylar.”

“Apa kabar Mr. Devoss?” sapa Skylar sambil memyalami ayah dan tersenyum sopan lalu menyalami River dan aku.

“Baik. Ngomong-ngomong, suaramu bagus, Nak,” puji ayah dengan wajah bangga.

“Benarkah? Terima kasih, Mr. Devos. Padahal kata Daddy suara saya mirip kenalpot traktor sawah. Berisik.”

River dan ayah sontak tertawa keras. Aku pun tersenyum tipis. Kurasa Mr. Flint benar.

“Kapan aku pernah berkata seperti itu?” kelit Mr. Flint, lalu mengangkat tangan untuk memanggil pramusaji.

Skylar tampak menghitung dengan jari. “Sekitar 300 jam yang lalu. Daddy tidak akan ingat. Kan Daddy sudah pikun. Yah ..., maklum, biasanya faktor usia sangat mempengaruhi kepikunan seseorang, Dad.”

“Dasar anak ini!” hardik Mr. Flint.

Sebelum perseteruan mereka berlanjut, salah satu pramusaji datang menyelamatkan suasana dengan membawa buku menu. Kami pun memilih makanaan ringan dan minuman, sementara Skylar hanya memilih air mineral.

“Kenapa kau tidak memesan makanan?” tanya River yang kuduga telah melancarkan aksi pendekatan. Demi homo sapiens, haruskah? Wanita ini baru saja mengatai ayahnya pikun. Sopankah begitu?

“Oh, aku tidak bisa makan sembarangan. Kalau sedikit saja tenggorokanku bermasalah, Momster—maksudku Mrs. Revina akan memecatku,” jawab Skylar santai.

“Dia ibumu, Sky.” Mr. Flint menanggapi. “Dan dia tidak akan bisa memecatmu.”

“Ya, itu benar,” jawab Skylar sambil tersenyum, tetapi dengan mata menerawang. Seolah tidak suka dengan pernyataan dari ayahnya. Namun, sepertinya tidak ada yang menyadari itu selain aku. Terbukti dari semua orang di meja kami yang tersenyum lalu River menanggapinya dengan ceria.

“Aku dengar penyanyi memang harus menjaga pola makan dan minum supaya tidak mencederai pita suaranya.”

Tiba-tiba suara musik rock lengkap dengan wanita yang menyanyi—itu suara Skylar—memenuhi atmosfer. Rupanya, itu adalah ponsel Skylar. “Maaf, sayang sekali saya harus pergi.”

“Sky, bisakah kau tolak saja kalau itu dari Cassy atau anggota band-mu yang lain? Daddy ingin menghabisan waktu libur denganmu selagi Mommy ke salon.”

“Maaf harus mengecewakanmu, Dad. Ini dari Lea Devoughn,” jawab Skylar sambil menunjukkan layar ponsel yang masih menyala dan berkedap-kedip pada Mr. Flint. Kemudian buru-buru membungkuk pada ayah, aku dan River untuk pamit pergi.

“Kau pikir aku tidak tahu kalau Lea itu adalah Cassy si Gitaris band-mu?” desis Mr. Flint. Kemudian menggeleng seperti pusing memikirkan putrinya.

“Dia wanita yang menarik,” gumam River. Paten. Kakakku memang sudah gila karena menganggap wanita arogan itu menarik.

____________

[1] lapangan tertutup (dipagar) tempat mengumpulkan ternak, biasanya di sekitar tempat-tempat pacuan kuda.

______________________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote, komen, atau benerin typo. Kelen jos gandos

Bonus foto River Devoss

Sama Archiles

See you next chapter teman temin

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

Selasa, 22 Juni 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top