Chapter 16
Selamat datang di chapter 16
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo (biasanya suka tersebar ke mana-mana)
Thanks
Happy reading everyone
Hope you enjoy and love this story as well
Btw, WARNING 21+ ONLY
TERDAPAT ADEGAN EHEM-EHEM, BAGI YANG BELUM CUKUP UMUR DILARANG NGINTIP
KALAU MAKSA, JANGAN SALAHKAN SAYA KALO KEDJANG-KEDJANG YA
THANKS
❤❤❤
______________________________________________
Kalau ada seseorang yang harus disalahkan atas apa yang ingin kulakukan padanya, salahkan saja dia karena terlalu menggoda dan sayang untuk dilewatkan begitu saja!
—Horizon Devoss
______________________________________________
Selain mengguritakan Diamond Bank ke Asia, aku menerima pengajuan kerja sama Electronic Filthy Lucre. Yakni sebuah aplikasi yang erat kaitannya dengan finasial. Bergerak di bidang jasa penukarkan mata uang dari berbagai manca negara dengan biaya administrasi lebih rendah dari aplikasi lain. Juga segala sesuatu yang berhubungan dengan pemindahan dana antar sesama bank atau dari bank berbeda.
Untuk kedua kalinya dalam waktu satu jam, aku mencermati proposal itu. Mulai dari plus-minus aplikasi ini, keuntungan apa saja yang akan diperoleh Diamond Bank—seandainya setuju, berapa persentasenya, sampai pihak-pihak mana saja yang sudah menyeponsori atau ikut andil mengambil merger ini.
Kemudian menimbang-nimbang, apakah harus mengambil risiko yang belum pasti berdampak positif ke depannya apabila dengan gagah berani aku menerima kerja sama dari aplikasi yang sangat baru ini. Atau menolaknya yang tidak akan kehilangan apa pun? Namun, bukankah bisnis itu perlu risiko sehingga tidak ada salahnya mencoba peruntungan?
Kalau boleh jujur, kepalaku pusing memikirkannya. Konsentrasiku pun terbagi-bagi. Dan sebagian besar tertuju pada Skylar bersama vokalis Lupara yang secara mengejutkan bagaikan rokok nyala yang menyudut-nyudut kulitku. Panas dan membakar. Lukanya bisa hilang, tetapi kadang kala sering membekas bila penanganannya tidak tepat. Begitu juga dengan egoku yang terluka. Dan aku sedang berusaha memperbaikinya dengan cara bagus.
Aku kembali berusaha fokus dengan apa yang ada di hadapanku kini dan yang lebih harus kuutamakan ; proposal itu. Sayangnya, tidak berhasil.
Hebat sekali dia, pikirku kesal. Bagaimana bisa di saat aku membaca sederet tulisan yang menyangkut pekerjaan, wajah Skylar yang berlarian di otakku?
Kuputuskan meletakkan proposal kerja sama di meja. Kelopak-kelopak mataku pun terpejam dengan jari-jari memijit pangkal hidung dan punggung bersandar di kursi. Aku baru saja berpikir menghubungi wedding organiser dan menceritakan keputusan yang telah kubuat ketika ketukan pintu ruanganku terdengar. Lalu seseorang masuk dan bertanya, “Horry, apa yang membuatmu masih bertahan di sini pada jam makan siang?”
Aku lantas melihat pintu yang diabiarkan terbuka oleh Ralph Brachii dengan kening berkerut samar memindah bobot tubuhnya ke sisi meja kerjaku.
“Sudah masuk makan siang?” Aku berbalik tanya tanpa mengubah posisi, tetapi jariku sudah turun dari pangkal hidung.
“Sudah tiga menit yang lalu.” Ralph membaca sekilas proposal itu. “Electronic Filthy Lucre .... Kau sungguh-sungguh akan menemui pihak mereka selepas makan siang ini?” tanyanya kemudian.
“Iya, aku mempercepat jadwalnya.”
“Kudengar kau baru saja kembali dari Brooklyn. Tidakkah kau terlalu memaksakan diri untuk pernikahanmu dengan mempercepat semua kerjaanmu?”
“Apa kau kemari untuk memberiku ultimatum, Ralph?”
Senyum melekuk di bibir sahabatku. “Tentu saja tidak. Kau ‘kan tidak suka diberi ultimatum, kecuali ... tentu saja .... oleh River.” Ralph memelankan suaranya sewaktu menyebut nama kakakku. Wajahnya pun terlihat tidak enak. Namun, hanya sedetik, karena berikutnya dia ceria lagi. “Aku ke sini untuk mengajakmu makan siang. Ayo, Dude. Jangan pelototi proposal itu terus. We have to get out here.”
Sebelum aku menjawab Ralph, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Kami sama-sama menoleh ke suara tersebut berasal dan voíla! Sumber pikiran terbesarku ada di sana.
Skylar Betelgeuse berdiri di ambang pintu. Dia sudah menukar bajunya dengan kemeja hitam lengan panjang kedodoran. Bagian lengannya dia lipat sehingga panjangnya menjadi tiga perempat. Dan rok kulit hitam di atas lutut yang dikenakannya menjadi sangat serasi dengan angkle bot hitam bertumit tinggi. Juga tas selempang kulit hitam yang melingkari pundak dan melewati jarak antar dadanya yang menonjol dengan dua kancing teratas dibiarkan terbuka. Rambut pirang tebal lurusnya yang diikat tinggi menjadi frase terjelas akan jenjangnya leher Skylar.
Aku mengenali kemeja itu sebagai milikku. Yang secara praktis membawaku ke momen aku menginap di apartemen Skylar. Kemeja itu tertinggal karena kotor—sudah seharian kupakai bekerja. Sementara Skylar baru menyadari masih menyimpan kausku yang pernah dipinjamnya sewaktu menginap di penthouse-ku dulu. Jadi aku tentu lebih memilih kausku yang bersih dan wangi ketimbang kemeja tersebut untuk dengan berat hati pulang.
Bagaimana bisa dengan kemeja kedodoran itu Skylar bisa sangat seksi di mataku? Aliran-aliran darahku berubah deras menuju ke muara pusat gairahku, manakala melihat senyum tipis yang melekuk di bibir merah mudanya. Hingga aku tersentak oleh suara sahabatku.
“Miss Betelgeuse?” ucap Ralph, kentara terkejut sama sepertiku.
“Hai Mr. Brachii,” sapa Skylar. Mengganti kepalan tangan—yang tadinya digunakan mengetuk pintu—menjadi lambaian tanpa tenaga. “Apa aku mengganggu kalian?”
“Tidak, masuklah, Miss Betelgeuse. Omong-omong, apa kau akan mengajak Horizon makan siang?”
“Eh, I guess so.” Skylar melihatku dengan paras mengiba.
“Kebetulan sekali kalau begitu,” seru Ralph. Semangatnya meningkat. “Kau datang tepat waktu. Kami juga baru akan pergi makan siang. Kau bisa bergabung kalau mau. Benar kan, Horry?” Ralph yang tadinya antusias berubah awkward ketika melihatku masih diam memandangi Skylar. “Eh, atau ... sebaiknya kutinggalkan kalian?”
“Sebenarnya, ada yang ingin aku obrolkan sebentar dengan Horizon. Mungkin setelah itu kalian bisa melanjutkan makan siang,” aku Skylar.
“Go a head. Tidak perlu buru-buru. Lain kali kita bisa makan bertiga, Miss Betelgeuse.”
“Benar tidak apa-apa?” tanya Skylar memastikan. Raut wajahnya tidak enak.
“Tenang saja. Tidak masalah,” yakin Ralph. Sebelum bergerak menuju pintu, dengan kurang ajarnya, sahabatku memuji, “Omong-omong kau tampak berbeda. Kau lebih cantik dengan kemeja itu.”
Kurasakan pangkal-pangkal kedua alisku mulai berdempetan karena tidak suka dengan pujian Ralph untuk Skylar.
“Thanks, Mr. Brachii.”
Ralph pun membalik tubuhnya sebelum benar-benar menghilang dari pintu itu. “Kau bisa memanggilku Ralph.”
Dan kini aku fokus pada Skylar yang duduk di kursi depan mejaku. “What brings you here, Sky?”
“Aku ingin minta kau mendengarkan penjelasanku dulu, Horry,” jawabnya tegas, tetapi ketakutan di wajahnya tidak bisa menipuku.
Sementara aku sibuk meredakan gairahku yang menyala. “Tentang?”
“Kolaborasi itu.”
“Penjelasan yang sudah kau buat dengan cermat dan teliti untuk membuatku menerimanya?” sindirku.
Skylar menggeleng cepat. “Look, Horry. I’m so sorry didn’t tell you about Alton because I was afraid looking your response. Lalu sekarang ketakutanku ini terbukti, bukan? Kau tidak percaya padaku.”
“Dan kenapa aku tidak boleh tidak mempercayaimu dengan fakta kau menyembunyikan atau lebih tepatnya melindungi mantan kekasihmu dariku?”
“Horizon ....” Nada dan wajah Skylar benar-benar putus asa. “Aku dan Alton sudah membereskan perasaan kami jauh sebelum kau mulai menghadiri konser-konserku dan membeli waktu-waktuku dari penggemarku untuk dirimu sediri.
“Oleh karena itu aku mulai ingin berkencan dengan pria lain lalu kau dengan senang hati mengacaukan kencan-kencan itu. Jadi, kupastikan tidak ada apa-apa lagi selain keprofesionalan rekan kerja antara aku dan dia, Horry. Kolaborasi itu murni kuanggap sebagai bagian dari pekerjaanku.”
“Oh ya?” tanyaku tidak percaya. Bukan hanya pada Skylar, tetapi pada diriku yang membayangkan bagaimana seandainya kalau aku menindihnya di meja kantorku?
“Ya! Bagaimana bisa aku membangun perasaanku dengannya atau ingin kabur bersamanya kalau saat ini aku mencintaimu?”
Seharusnya pernyataan cinta Skylar membuatku terkesima karena dari hari ke hari dia semakin ahli memerankannya. Namun, coba tebak apa yang terjadi padaku? Terutama pikiranku.
Aku benar-benar membayangkan tanganku menyusuri permukaan mulus di balik roknya. Merambat secara perlahan ke pusat gairahnya yang hangat dan lembab akibat sentuhanku. Sedangkan mulutku berpesta di puncak dadanya. Kemudian aku akan mengisinya sampai penuh. Dan erangan-erangan seksi Skylar bagai musik pemicu semangatku untuk membawanya ke ledakan nikmat yang mendebarkan.
Sialan! Terkutuklah wanita itu!
“Jadi, bisakah kita tetap pada rencana awal kita untuk menikah? Tolong, jangan membatalkannya, Horry,” pintanya dengan wajah benar-benar putus asa.
Dan, alih-alih menjawabnya, aku justru tertawa kencang sehingga jumlah kerutan-keruran di kening Skylar bertambah banyak. “Dasar wanita dan segala spekulasinya,” desisku.
“Maksudmu?”
Aku meraih remote untuk mengunci pintu dan menutup vertical blind. Lalu kembali menyandarkan punggung sambil menepuk pahaku. “Letakkan tasmu dan kemarilah, Sky.”
Mata Skylar membola dan menatapku seolah aku sudah gila. Memang. Kalau ada seseorang yang harus disalahkan atas apa yang ingin kulakukan padanya, salahkan saja dia karena terlalu menggoda dan sayang untuk dilewatkan begitu saja!
“W-what will you do If I’ll be there?”
“What we will do, Sky. Not only me, but also you—we,” koreksiku dengan smirk smile tak terelakkan. “Aku janji kau akan segera menemukan jawabanmu di sini.”
Skylar meringis kaku. “Jawaban atas pertanyaanku yang mana maksudmu?”
“Semua pertanyaanmu.”
Skylar akhirnya bergerak dari tempat duduknya dan berpindah di pangkuanku—tepat seperti yang kuinginkan. Aku mendongak untuk menatapnya yang sudah pasti melihat kedua netraku diliputi kabut gairah yang menyala-nyala. Bebearengan dengan tanganku bergerak membelai anak rambut yang jatuh di sekitar pelipis Skylar dan membawanya ke belakang telinga wanita itu.
“Aku memang memikirkan ulang soal pernikahan kita. Tapi bukan untuk membatalkannya seperti yang kau duga, melainkan untuk mempercepatnya menjadi minggu ini. Bagaimana menurutmu, Sky?”
Skylar melepas napas yang seolah sudah ditahannya sejak tadi. Dia lalu menunduk. Senyum menyertai anggukan kepalanya sebelum memelukku erat-erat dan berkata, “Aku setuju. Aku sangat setuju.”
Aku menoleh. Wajahku yang menempel di leher Skylar pun berbisik di bawah telinganya, “Good. Kalau begitu kau juga akan pindah ke penthouse-ku.”
“Tentu, aku akan pindah setelah kita menikah.”
“Tidak ... kau harus pindah hari ini.”
Skylar melepas pelukannya dan hendak mengajukan protes, tetapi secara mengejutkannya, aku menciumnya. “Aku tidak ingin ada bantahan, Sky.”
“Tapi—”
“Sudah kukatakan, aku tidak ingin ada bantahan,” selaku. Berikutnya kembali merenggut bibir Skylar untuk kunikmati. Ketika ciumanku semakin dalam dan tanganku bergerak menuju kancing teratas dari kemejanya, dia melepaskan diri.
“Horizon, ini di kantormu.”
“Lalu?”
“Tidak sepantasnya kita seperti ini.”
“Seperti apa?”
“Kau menciumku lalu tanganmu akan—ah ... kau memang tidak sabaran ya, Horry.” Skylar mendongak akibat tangan-tanganku yang terampil kini berpesta di dadanya. Namun, rupanya dia berusaha melawanku. “Tunggu sebentar. Kita masih harus bucara.”
“Tentang?” tanyaku sembari menyusuri dadanya.
Skylar menoleh sambil mendesah. “Ah .... Keinginku pindah setelah menikah.”
Aku mengerang dan mencoba menciumnya, tetapi dia menghentikanku lagi. “Sky—”
“Aku akan pindah setelah kita menikah—” potongnya tegas dan itu memengaruhi emosionalku. “Please ... Horizon.”
“Kau akan mulai pindah setelah pulang kerja nanti. Tidak harus sekaligus. Dan kau akan menginap di penthouse-ku malam ini. Paham?”
“Tapi, bagaimana dengan teman-temanku yang akan mengadakan bridal shower?”
“Fine. Kau menang. Tapi aku tidak ingin dibantah untuk mengantar-jemputmu. Sekarang, bisakah kita lanjutkan ini?” Walau berusaha sekuat tenaga berupaya mencegahku, tetapi akan kupastikan Skylar tidak akan bisa melawanku, melawan tenagaku, melawan hasratku atau hasratnya yang kubangun.
“Just moan for me. Jangan ditahan-tahan. Aku tahu kau juga menginginkanku, Sky,” bisikku di sela-sela lehernya sebelum mengkombinasikan indra perasa dan gigiku pada permukaan halus itu. Satu isapan kuat menjadikan warnanya ungu dan aku merasa bangga atas hasil karyaku.
“Ah ....”
“Yeah, the correct one. Kabar baiknya, aku suka kau memakai rok sewaktu ke sini. Penuh persiapan, bukan?” tuduhku.
Sementara tanganku yang terampil melepas kancing kemeja Skylar sampai tidak tersisa, dia menjawab pertanyaanku dalam erangan. “Tidak mungkin aku ke sini memakai jin sobek dan jaket gambar tengkorak. Bukan berarti aku berniat merayumu. Aku bahkan asal mengambil kemejamu karena tidak ingat memiliki kemeja. Aku hanya bersikap sopan dan pantas selama di kantormu. Aku tidak ingin mempermalukanmu.”
“Didn’t you, whereas you totally did well?”
Skylar tidak menjawab dengan kata-kata, melainkan dengan erangan seksi ketika penutup dadanya kusibak dan puncak-puncaknya yang menegang menjadi sasaran indra pengecap serta beradu dengan gigiku. Sedangkan tanganku mulai menjelajah di balik roknya, mencari-cari penutup paling intim di antara kedua kakinya yang kubuka.
Setelah mendapatkan apa yang kucari, kuturunkan kain itu melewati sebelah kakinya dan membiarkan benda tersebut meyangkut di pergelangan kaki Skylar yang lain.
Aku sibuk membelai permukaan hangat dan lembab Skylar. Sebelum melesakan jariku dan menggerakkannya secara seduktif dengan intensitas cepat. Hingga benar-benar mencapai ambang batas pertahanannya, Skylar yang menengahadah membungkam mulutnya yang berteriak memanggilku ketika tubuhnya menegang kemudian melemas sambil ngos-ngosan.
Aku mengangkat tubuh Skylar sambil menyingkirkan berkas-berkas di meja agar dia bisa kududukan di sana. Berikutnya dengan tergesa-gesa, kuatasi kepala ikat pinggangku bersama celana kerja, boxer dan Pierre Cardin-ku sebelum membuka kaki-kakinya dan mengisi wanita itu hingga penuh.
Dengan tubuh setengah berbaring dan kemeja acak-acakan mestinya mempengaruhi prinsipku yang menghormati wanita ketika melakukan percintaan untuk berhenti. Nyatanya, aku justru menemukan diriku lebih bargairah yang belum pernah kualami dengan wanita mana pun sebelumnya. Dan merasa sikap brutal yang liar ini menjadi sangat menyenangkan walau rasa panas di kepalaku gara-gara Alton Mason masih belum padam.
Sembari bergerak konstan, aku menunduk untuk meraih wajah Skylar. Dia menunduk sebentar untuk melihat penyatuan kami tanpa melepaskan tangan untuk membungkam mulutnya, lalu menataoku dengan iris membesar.
Aku mengambil tangannya dari sana dan menekan tubuhnya supaya berbaring sepenuhnya di mejaku. Dengan paras membayang di atasnya dan tatapan penuh intimidasi, aku mencetus, “Walau hanya dalam waktu enam bulan. Kau milikku, ‘kan, Sky?”
Aku bersumpah melihat gelombang kejut pada raut wajah Skylar yang dialiri warna merah di pipinya. “Tentu saja.”
Aku memepercepat gerakanku. “Kau janji akan setia padaku?”
Dengan erangan yang ditahan-tahan, dia menjawab yakin. “Aku janji.”
“Kau akan patuh padaku?”
“Ya, aku akan patuh padamu.”
“Terima kasih, Sky.” Aku meraih bibirnya sembari bergerak semakin brutal dan liar. Kemudian, kami sama-sama tidak bisa mempertahankan gelombang yang sudah tidak asing bagi kami lagi. Aku mengerung nikmat dan jatuh di pundak Skylar seraya berucap, “Jangan lupa minum pilmu setelah ini. Kita sama-sama tidak ingin ada hak asuh anak yang diperebutkan setelah cerai.”
_____________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang udah vote, komen, dan benerin typo
Kelen luar biasa
Bonus foto Skylar Betelgeuse
Horizon Devoss
Well, see you next wedding day Skylar dan Horizon
With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻
Minggu, 20 Desember 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top