Chapter 15
Selamat datang di chapter 15
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai jika ada typo
Thanks
Happy reading everyone
Hope you like it
❤❤❤
______________________________________________
Kadang, ada jenis manusia yang sulit mengatakan isi hatinya daripada melakukan tindakan yang mencerminkan perasaannya
—Alton Mason
______________________________________________
Musim panas
New York, 15 Juli
10.03 a.m.
“Apa karena kau merindukanku?” tebakku atas pertanyaan Horizon yang mendebarkan.
Lalu seperti biasa. Pria itu tidak langsung menjawab, melainkan berbalik tanya, “Menurutmu?”
“Kenapa kau selalu berputar balik memberiku pertanyaan? Kau hanya cukup menjawab iya atau tidak, Horry,” sudutku.
Setelah kupikir-pikir, selama ini Horizon tidak pernah mengatakan bagaimana perasaannya yang sesungguhnya. Dia tidak pernah mengatakan mencintaiku ketika melamarku, atau merindukanku ketika menemuiku begitu tiba-tiba.
“Bagaimana dengan kau sendiri, Sky?” Lagi dan lagi, Horizon tidak mengutarakan perasaannya secara gamblang.
Dalam beberapa hal, contohnya kala kami mengunjungi River, aku bisa membaca gesture-nya yang sedang kalut dan perasaannya jelas terbaca sedih. Juga bagaimana dia merasa bergairah padaku hanya melalui caranya menggumamkan namaku. Untuk cinta Horizon, aku sama sekali tidak bisa menemukannya sebagaimana aku pernah merasa sangat dicintai hanya melalui tatapan mata seorang pria.
Apakah aku mulai berlebihan?
Sudahlah, kupikir itu tidaklah penting. Jadi, aku menjawabnya dengan jujur kalau, “Ya, tentu saja aku merindukanmu. Kita sama-sama sibuk akhir-akhir ini dan jarang bertemu. Dan kau sempat ke Britania Raya. Bagaimana aku tidak merindukanmu?”
Mengejutkan aku tidak merasa mual mengatakan itu. Meski bukan secara emosioal, tetapi jujur kuakui aku merindukan Horizon secara fisik. Mungkin ketertarikan semacam ini yang kini kugunakan untuk lebih berusaha meyakinkan diriku dan Horizon bahwa aku mencintainya secara emosial mau pun fisik.
Aku harap itu sepadan dengan kebebasan yang tidak akan lama lagi tidak kumiliki. Kurang dua pekan kami menikah dan aku harus menyerahkan hidupku sepenuhnya untuk mengabdi apa pun perintah masuk akal Horizon selama enam bulan. Sesuai poin-poin yang diajukan pria itu dalam kontrak perjanjian pernikahan kami.
Kupikir dengan cara itulah dia mendekte hidupku. Iya kan?
Terkadang, aku berpikir diriku sangatlah jahat karena memanfaatkan—yang kupikir perasaan cintanya—Horizon dalam segala hal. Di sisi lain, lagi-lagi aku berpikir, apabila dia mencintaiku, kenapa dia harus mengusulkan perceraian di awal seperti itu?
Pria normal selalu ingin memiliki rumah tangga hingga akhir hayat bersama wanita yang dicintainya.
Ah! Aku lupa salah satu poin yang menyebutkan dia belum sepenuhnya memercayaiku soal pernyataan cintaku yang memanglah palsu. Dan mungkin saja selain mengujiku, dia juga balas dendam karena pernah kutolak lamarannya sebanyak dua kali.
Abaikan, Sky. Yang penting kau akan menyelamatkan aset ibumu, terserah bagaimana Horizon menyikapi pernikahan kalian. Kau hanya perlu berusaha semampumu untuk membuktikan dan mempertahankan betapa kau mencintainya. Otakku pun mengingatkan demikian.
“Lalu, kenapa kau tidak mulai membuktikannya dengan menciumku?” bisik Horizon, yang memaksaku kembali dari pikiran-pikiranku.
Bibirnya yang berada tepat di depan bibirku dan hangat napas aroma mentolnya membuatku mengaburkan segala hal rumit itu. Lalu, aku melakukannya. Dengan amat baik—seperti biasa. Dengan itu saja, semua saraf-saraf yang ada di tubuhku meneriakkan nama Horizon.
Aku merindukan ciumannya yang menggelora, sentuhan-sentuhan tangan-tangan nakalnya yang memabukkanku, juga hujaman-hujaman serta hentakan-hentakannya yang terkadang kasar, tetapi bisa menjadikanku wanita paling liar dari yang pernah kulakukan—pribadi baru yang baru kuketahui bisa kumiliki. Dan aku menjadi tidak mengenali diriku sendiri karena pria itu menguasaiku begitu rupa dari segala aspek—kecuali hatiku dan kupastikan itu benar.
Aku memejam dan mulutku membuka, memberinya isyarat undangan Horizon untuk menjelajah. Pun, lengan-lenganku yang melingkari leher kokohnya berpindah ke kepalanya. Jari-jemariku menyusup ke sela-sela rambut hitamnya ketika Horizon merapatkan tubuhku. Aku menginginkan lebih banyak dari Horizon dan pria itu juga. Pertanda dari bukti gairahnya yang mulai menyala.
Masalahnya, logikalu berkata ciuman seperti ini tidaklah pantas dilakukan di selasar restroom yang sepi pada jam kerja di kantorku. Terlebih, mencuri-curi waktu latihan vocalku atas seizin Katerine. Katanya, aku harus menemui tamu penting—walau pada awalnya aku sama sekali tidak menduga Horizon-lah orangnya.
Jadi, kami harus berhenti. Tanganku pun berpindah ke dadanya untuk menahan pria itu. “Horry, kita sedang di tempat kerjaku. Ini tidak pantas.”
Horizon mengerang dan kembali berusaha menciumku, tetapi sekali lagi aku mencegahnya. “Baiklah,” katanya menyerah, lalu berdiri tegak dan mengusap bibirku yang kurasakan membengkak menggunakan ibu jarinya secara lembut.
“Well, sebenarnya ciuman itu tidak cukup untukku karena memang sudah lama kita tidak bertemu. Tapi aku menghargai usahamu bekerja keras di sini,” katanya. Yang kemudian berhasil kugandeng dan kubawa ke depan resepsionis, karena berniat mengantarnya supaya dia kembali bekerja.
“Kau bisa menjemputku setelah bekerja,” usulku. Barangkali bisa menghapus rasa kecewanya karena kami tidak bisa melakukan lebih dari ciuman sembunyi-sembunyi.
Dan sayangnya, bagi Horizon itu mencurigakan. Pertanda dari dia bertanya, “Mula-mula? Biasanya kau bersikeras pulang sendiri.”
Aku berbisik, “Mungkin kita bisa pergi kencan setelahnya, lalu mungkin bisa juga aku akan menginap di rumahmu. Tentu kalau kau mengizinkanku.”
Astaga, apa aku sudah menjadi wanita murahan sekarang? Mengandalkan keahlianku menghangatkan ranjang untuk menjerat orang yang mengajariku berbagai gayanya?
Salah satu sudut bibir Horizon menarik garis yang membentuk smirk smile. Entah setuju dengan gagasan itu atau justru meremehkan.
“Sudah kukatakan aku merindukanmu,” bisikku lagi agar terdengar lebih bersungguh-sungguh.
“Sky. Di sini kau rupanya.”
Aku dan Horizon praktis menoleh ke sumber suara merdu yang familier bagiku—dan seharusnya semua orang, termasuk Horizon—yang menginterupsi kami. Betapa kagetnya aku melihat pria berambut pirang gelap, berpakaian sama sepertiku sedang kemari.
Jantungku berdegup kencang karena tidak menduga mantan kekasihku yang selama ini kucoba sembunyikan akan bertemu calon suamiku. Kuharap Horizon tidak tahu fakta tersebut.
“Pasti produser musik yang dimaksud, Kate tadi. Aku menyusul karena penasaran dapat tawaran apalagi kau,” tebak Alton riang dan aku merasa akan jatuh pingsan karenanya.
“Sayang sekali, tebakanmu keliru.” Horizon yang semula memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana kerja kini merangkulku secara posesif. “Apa kau tidak memberitahunya kalau aku calon suamimu dan sebentar lagi kita akan menikah? Dan aku bukan produser.”
Matilah aku!
Wajah Alton tampak terkejut. “Oh, kalau begitu kau pasti Horizon Devoss. Sebenarnya aku mendengar gosip para personel The Balck Skull, tapi aku tidak mempercayainya sampai aku melihatnya sendiri.” Alton lalu mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Horizon. “Maafkan atas kelancanganku. Meski mungkin saja kau sudah mengenalku, tapi aku tetap akan mengenalkan diri. Aku Alton Mason, vokalis Lupara.”
Sejenak, aku merasa beban dari pundakku terangkat sampai habis karena bersyukur Alton tidak menyebutkan secara khusus hubungan yang pernah kami jalin dulu. Dan Horizon menerima jabatan tangan Alton dengan baik. Atau itu hanya pikiranku saja. Karena ....
“Ya, kau dan kelompok musikmu sering muncul di TV,” kata Horizon. “Tapi kupikir ini tempat calon istriku bekerja. Apa aku salah alamat? Atau siapa yang salah alamat sebenarnya?”
Walau datar dan terlihat bingung, aku bisa merasakan nada tidak suka dari Horizon.
Lalu dengan pandainya membaca situasi, Alton membantuku menjawab pertanyaan Horizon. “Oh, Lupara sekarang bekerja di sini untuk sementara waktu karena kami menyetujui usulan Mrs. Revina untuk berkolaborasi dengan The Black Skull.”
“Sejak?” kejar Horizon, aku benar-benar ingin pingsan saja. Serius.
“Sudah agak lama.” Pandangan Alton berpindah padaku. “Kau tidak menceritakan ini pada calon suamimu, Sky?”
Alton Mason sialan! Apa yang sebenarnya dipikirkannya?
“Mungkin saja sudah tapi karena kelalaianku, aku melupakan cerita penting itu,” jawab Horizon dan aku merasa darahku terserap habis.
Aku mengode Alton melalui tatapan mata untuk segera enyah di hadapan kami dan syukurlah dia mengerti. “Well, maafkan aku sudah mengganggu kalian. Sebaiknya aku kembali ke ruang vocal. Kau juga, Sky. Kalau sudah selesai dengan Mr. Devoss.”
Dengan lambaian tangan ala rock star, Alton pun meninggalkan kami dengan senyum ramahnya, sangat kontras dengan penampilannya. Dan aku merasa bebanku kembali menyangkut di kedua pundakku ketika Horizon melepaskan rengkuhan posesifnya untuk menelepon Johnson.
“Jemput aku sekarang, John,” ucapnya. Lantas melihatku dengan tatapan penuh intimidasi hingga rasanya dia bisa mengisap jiwaku seperti Dementor. “Kau pasti berpikir informasi tentang kolaborasi The Black Skull dan Lupara tidaklah penting sampai-sampai tidak menceritakannya padaku, Sky.”
“Horizon,” panggilku dengan takut-takut. Baru kali ini tubuhku dingin total ketika bicara dengannya. “Kita sama-sama tahu kalau kita sibuk.”
“Dan kau selalu mengirimiku pesan setiap hari. Apa itu relevan dengan dalihmu di saat aku tidak tahu kau sedang bekerja dengan mantan kekasihmu?”
Rasanya jantungku lepas ke perut. Rupanya Horizon mengetahui siapa sebenarnya Alton Mason. “Da-dari mana kau tahu itu?”
“Kau pikir aku akan menikah dengan wanita yang sama sekali tidak kukenali luar dalam dan bagaimana masa lalunya?”
Nyatanya, aku sama sekali tidak mengetahui masa lalu Horizon, kecuali hal-hal yang dulu pernah kami lewatkan bersama ketika pertama kali jumpa hingga sekarang. Bahkan untuk beberapa waktu lalu aku baru mengetahui pengacara andal bernama Ralph merupakan sahabatnya. Aku juga sama sekali tidak pernah tahu nama-nama wanita yang Horizon kencani dan tidak mempermasalahkannya. Karena jelas, aku tidak mencintainya secara emosional.
“Aku jadi penasaran apakah kau akan mengatakannya padaku seandainya dia tidak muncul tadi,” lanjut Horizon.
“Aku—”
“Dan apakah kau berencana diam-diam menyukainya lagi sehingga menyembunyikan fakta ini dariku?” sela Horizon lalu menuduh, “dan kau akan lari bersamamya?”
“Aku tidak melakukan apa pun dengannya selain bekerja secara prosefional. Kau bisa memeriksa setiap CCTV di gedung ini kalau tidak percaya. Aku bahkan memakai jumper kedodoran yang sangat tidak nyaman dipakai di musim panas ini untuk menghindarinya,” bantahku. Namun, apa yang dikatakan Horizon?
“Kurasa aku harus memikirkan ulang tentang rencana pernikahan kita.”
Dia benar-benar menjatuhkan bom padaku. “What? Really? You will do this to me, Horizon?”
“Kenapa tidak? Semuanya tergantung keputusanku, Sky.”
Aku mengangkat tangan tanda menyerahkan. “Terserah kau saja, Horry. Lakukan sesuka hatimu! Aku tidak berhak sama sekali, bukan? Kau yang memutuskan semuanya! Kau jelas tidak percaya padaku!”
Lalu begitulah yang terjadi. Johnson sudah tiba dan Horizon pergi begitu saja. Aku pun lantas tidak bisa berkonsentrasi sama sekali dengan latihan vocal dan guru vocalku memarahiku terlalu sering. Sampai puncaknya berkata, “Pergi keluar dan tenangkan dirimu! Kembalilah ke sini kalau mood-mu sudah baik! Kau merusak lagu kita, Sky!”
Aku keluar ruangan dengan mengutuk guru itu dan membanding-bandingkannya dengan Saverin—guru vokal pertamaku di Paris beberapa waktu silam.
Langkahku menuju lantai paling atas dan duduk di kafetaria yang sepi lalu memesan segelas limun dingin. “Apa momster mengizinkanmu minum dingin?” tanya Bethany—penjaga kasir yang sangat hafal di luar kepala makanan atau minuman apa yang dikhususkan untukku.
“Ayolah, Beth, aku hanya memesan segelas. Tidak perlu membesar-besarkannya,” jawabku kesal. Dan Bethany tidak mengidahkannya.
“Tapi momster ada di ruangannya saat ini.”
“Aku tidak peduli. Kau hanya perlu membuatkanku segelas. Tolong!” tekanku pada kata terakhir yang pelafalannya dalam bisikan.
“Baiklah, jangan libatkan aku kalau tenggorokanmu bermasalah.”
“Tidak akan. Dan terima kasih, Beth.”
Ketika limunku datang, Alton menyusul. Ini semakin memperburuk keadaan. “I’m smashing around, right?”
Ya! Aku ingin meneriaki Alton bahwa semua ini terjadi karena dia tiba-tiba muncul tanpa aba-aba. Lalu sok mengenalkan diri kepada Horizon! Sayangnya, aku tidak ingin menambah kekacauan lagi dan membuat lagu kami berantakan karena canggung. Jadi, aku menggeleng sambil memainkan sedotan dan melihat es batu bergerak-gerak dalam gelas karenanya.
“Maaf, aku tidak tahu kalau kau belum menceritakan soal kolaborasi kita.”
“Alton, aku menganggap kolaborasi kita sebagai bagian dari pekerjaanku. Dan kami sama sekali tidak pernah mencampuri urusan pekerjaan masing-masing,” terangku.
“Tapi dulunya kita ada hubungan,” lirihnya. “Apa kau tidak mengatakan itu padanya? Jangan salahkan dia kalau berpikir macam-macam. Semua salahku karena ... ya ... kau tahulah.”
“Kita sudah membereskan perasaan kita, Alton. Bukankan seharusnya tidak ada masalah baginya ketika aku memberitahunya atau tidak? Kita profesional. Tapi dia tahu tanpa aku memberitahunya kalau kau mantan kekasihku. Dan berhentilah menyalakan dirimu sendiri. Semua sudah terjadi.”
Ini semua salah momster!
“Karena itu aku menyusulmu, untuk memastikan kita baik-baik saja, Sky. Aku ingin kita tetap profesional.”
“Kau pikir aku tidak?” tanyaku pelan.
Kami diam cukup lama. Aku menyesap limun dinginku beberapa kali sementara hatiku benar-benar campur aduk. Aset ibu sangat terancam sekarang.
“Lalu apa yang terjadi tadi?” tanya Alton.
“Dia ingin memikirkan kembali rencana pernikahan kami.”
“Separah itu?”
“Dia mendominasi segalanya.”
Alton menyenggol lenganku dengan sikunya. “Dan kau suka didominasi olehnya, bukankah begitu? Hahaha ....”
“Ini tidak lucu sama sekali, Alton.”
“Memang tidak, tapi aku merasa hebat karena seorang pria seperti Horizon Devoss cemburu padaku.”
“Did he?” tanyaku pelan.
“Tentu saja. Apa lagi yang kau ragukan? Cemburu itu tandanya dia mencintaimu. Kau lihat saja, dia pasti tetap menjalankan rencananya menikahimu. Dia hanya sedang marah sekarang.”
Aku kembali memainkan sedotanku. “Kurasa.”
“Kurasa apa maksudmu?”
“Dia mencintaiku.”
“Kau ini aneh. Bukankah kau menerima lamarannya dan setuju menikah dengannya karena kalian sama-sama saling mencintai? Apa yang membuatmu terlihat ragu begitu?”
Dasar Alton sialan! Kenapa dia selalu sukses mencium ada yang tidak beres dariku?
“Dia tidak pernah mengatakan kalau dia mencintaiku.”
Astaga! Apa yang baru saja kukatakan? Sepertinya aku benar-benar mencari mati! Aku lupa bahwa Alton sangatlah ahli mengeruk-ngeruk isi kepalaku.
Dan Alton Mason pun tertawa sangat merdu. “Sky ..., Sky .... Kau ini ada-ada saja. Aku yang baru bertemu dengannya sekali saja langsung bisa melihat cintanya yang begitu besar padamu. Lalu dia jelas-jelas cemburu padaku padahal tidak ada yang harus dia khawatirkan tentang kita. Tapi, perlu kau tahu, Sky, kadang, ada jenis manusia yang sulit mengatakan isi hatinya daripada melakukan tindakan yang mencerminkan perasaannya. Dan kupikir Horizon salah satunya.”
“Begitu ya,” simpulku lemah.
Aku menyedot limunku ketika Alton berkata, “Tidak perlu terlalu dicemaskan. Lagi pula tanggal pernikahan kalian sudah semakin dekat. Aku yakin dia tidak akan membatalkannya.”
“I hope so. Really, I’m.”
“Skylar ... baru kali ini aku melihatmu begitu gigih mempertahankan seorang pria. Kau pasti sangat mencintainya dan tentu saja keluargamu—terutama ayahmu—menyukainya. Yang dulu pernah kuharapkan terjadi pada kita. Well, siapa yang tida menyukai menantu seperti Horizon Devoss?” gumam Alton. Suaranya terdengar jauh.
Aku yang merasa sakit kontan melihatnya dan dia merevisi kata-katanya. “Lupakan saja yang baru saja kukatakan. Ngomong-ngomong apa kau sudah merasa lebih baik? Kalau sudah, ayo kita kembali bekerja.”
“Terima kasih. Tapi ... sepertinya aku akan menyusul Horizon dan membicarakan masalah kami. Aku tidak merasa lebih lega kalau tidak segera menyelesaikannya. Maksudku, mumpung aku sedang disuruh menenangkan diri dari latihan vocal oleh guru vokal kita.”
Alton melihat jam di pergelangan tangannya yang bertato. “Ya sudah. Sebentar lagi makan siang, jadi ke sanalah. Aku berharap mendapat kabar baik! Fighting, Sky!”
_____________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang udah vote, komen, dan benerin typo
Kelen luar biasa
Bonus foto Alton Mason
Well, you next chapter teman-temin
With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻
Kamis, 17 Februari 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top