36. Nempel Mulu!
.
.
"Kak, please jangan kayak giniii," rajuk Gyani seraya menarik kecil ujung baju bagian belakang Marvin.
Alih-alih merespons Gyani, orang yang diajak bicara sekarang sedang sibuk memberikan instruksi pada anggota dari divisi lain. "Kalo bisa setiap tamu udah tau tata laksananya kayak gimana, jadi mereka nggak bingung lagi pas acara dimulai. Kalian paham, kan?"
"Paham Kak," acap dua anggota Divisi Humas.
Gyani lantas membuang napas kuat-kuat setelah kedua orang itu beranjak, menyisakan Marvin dan dirinya yang kini berdiri di tengah lapangan gym.
Sebenarnya Gyani hanya ingin memberitahu Marvin bahwa Gani tidak seperti yang ada dipikiran laki-laki tersebut. Sebisa mungkin Gyani tidak ingin ada perdebatan antara mereka berdua dan mencoba untuk membuat semuanya kembali seperti semula. Sayangnya, tiap kata yang keluar dari mulut Gani malam itu sudah menjelaskan semuanya.
Gani ingin Marvin menjauhi Gyani, walaupun Gyani mungkin tidak akan mau dan Marvin masih berpikir ulang terkait hal tersebut.
"Kak, ketempelan jin ya?" goda Hisyam yang kini sibuk mondar-mandir membawa perkakas pada Marvin.
Setali tiga uang dengan Hisyam, Januar dengan mata bulan sabit dan senyum lebarnya pun bersuara, "Kak, khodamnya nongol mulu noh. Masukin botol gih!"
Nyatanya sang gadis tidak peduli dengan anggota divisinya yang kerap mengejeknya dan Marvin sekarang. Ah, please lah, mulut Gani memang pantas disumbat dengan kaos kaki bau karena kata-katanya bikin kepikiran mulu.
"Dari pagi lo diemin gue tauuu, nggak enak banget. Gue nggak suka!" acap Gyani yang masih setia berdiri di belakang Marvin dengan mulut manyun.
Baru saja Gyani akan kembali mengeluarkan kalimat-kalimat khas rajukannya, Amora mendadak nongol entah dari mana. Melihat perempuan itu dihadapannya, Marvin lantas menurunkan papan jalan yang sedari tadi ia perhatikan dan memusatkan pandangan ke arah gadis berambut panjang tersebut.
"Vin, aku mau minta tolong pinjem motor anggota kamu buat ambil cemilan. Soalnya motor anak-anak konsum kompak banget masuk bengkelnya. Motor anggota divisi lain juga nggak ada yang nganggur," terang Amora, "mana ini tinggal beberapa jam sebelum closing, lagi."
"Lho, nggak usah anak konsum yang ambil, Ra. Panggil aja anak logstran!" anjur Marvin lembut.
"Ihhh aku nggak enak nyuruh-nyuruh. Kamu aja lah yang nyuruh mereka, kan kamu Kadivnya."
"Kamu aja, nanti tinggal bilang kalo itu arahan Marvin."
"Nggak enak, Vinnn!"
"Nggak papa Amora. Santai aja lagi sama Logstran, orang udah mau kelar ini."
"Iya deh iyaaa."
Nyatanya percakapan kedua orang yang pernah memadu kasih itu membuat tangan Gyani tanpa sadar terlepas begitu saja. Matanya bergerak ke kiri-kanan dengan cepat, lalu kakinya melangkah mundur perlahan. Buru-buru ia membalikkan badan dan berjalan cepat melintasi lapangan yang sepi menuju belakang gym.
Baru setengah jalan, tiba-tiba saja Marvin sudah beriringan di samping Gyani sambil berbisik lirih, "Tinkerbell nggak pernah pergi jauh dari Peter Pan."
Perkataan itu sontak membuat derap Gyani terhenti dan memperhatikan punggung di depannya yang semakin lama semakin menjauh.
Tapi tunggu sebentar...
Tinkerbell? Hah? Tinkerbell dia bilang? Emang gue sekecil Tinkerbell? Anjirlah tadi gue dikatain jin botol, khodam, sekarang Tinkerbell! batin Gyani meronta.
"Kak Marvin!" teriak Gyani seraya berlari kecil menuju Marvin yang sekarang sedang ikut berdiskusi dengan Divisi Acara.
.
.
.
.
Detik berganti menit lantas berubah menjadi jam. Panitia yang sedari pagi sudah bersiap di gym pun akan memulai acara penutupan NFD. Sebagian besar panitia sudah berada di luar gym dan mengamati para penonton dari tiap fakultas yang berbaris rapi. Tak hanya panitia, para petugas keamanan kampus juga turut hadir untuk mengamankan dan mengendalikan acara.
Panitia Divisi Acara dibantu oleh para Kadiv terlihat memberikan briefing pada beberapa atlet dan official terkait penyerahan hadiah yang akan berlangsung tak lama lagi.
Di saat itu pula, Gyani tidak melepaskan Marvin dari pandangan. Awalnya mungkin gadis itu ikhlas mengikuti kemana pun sang Kadiv pergi. Tapi karena sudah beberapa jam berlalu dan yang ia dapatkan hanya gumaman singkat ketika ditanya, Gyani semakin dongkol.
Namun, ketika Gyani akan beranjak meninggalkan Marvin, laki-laki itu mendadak menarik dan menggenggam erat tangan Gyani. Ini membuat Gyani tidak dapat meninggalkan Marvin kecuali dia sedang ingin ke toilet atau disuruh ke suatu tempat.
Waktu telah menunjukkan pukul 18.53, di mana 7 menit lagi para penonton akan masuk ke dalam gym dan mengisi tribun. Gyani yang saat itu baru saja dari Sekre BEM untuk mengambil catatan, sekarang melewati belakang Gym yang sepi dengan santainya.
Langkah perempuan itu terhenti ketika tiba-tiba saja seseorang dari arah belakang menarik tangannya. Gyani sempat ingin berteriak, tetapi urung ia lakukan karena ternyata orang itu adalah Marvin.
Di belakang gym memang tidak ada siapapun. Lampunya pun temaram karena semua berpusat pada lapangan outdoor yang tak jauh dari posisi mereka saat ini.
Gyani menyandarkan tubuh pada dinding sementara Marvin yang berada di depannya mulai menangkup wajah sang gadis dengan lembut. Refleks, kedua tangan Gyani memegang lengan Marvin yang membuat laki-laki itu tidak dapat menyembunyikan senyum manis.
"Gue hari ini nyebelin ya?"
Satu pertanyaan Marvin itu membuat senyum Gyani seketika luntur, lalu berganti dengan anggukan kecil nan menyedihkan. Jelas saja mengesalkan, pasalnya sepanjang hari Marvin tidak mempedulikan Gyani. Laki-laki itu hanya menahan Gyani untuk tidak pergi dari sisinya, sementara obrolan sang gadis tak pernah ia tanggapi.
Gyani bingung!
"Gue nggak pengen lo salah paham, Kak. Gani mungkin nggak bermaksud ngusir lo. Maafin dia ya. Kalo dia kenal lo pasti dia bakalan nyesel udah kasar kayak kemarin," ucap Gyani dengan nada penuh sesal.
"Kalo pun dia memang bermaksud begitu, ya nggak papa. Wajar. Itu berarti dia peduli dan sayang sama lo."
"Tapi dia nggak perlu kasar. Gue jadi nggak enak, Kak—"
Marvin menggeleng kuat-kuat membuat Gyani mendadak menghentikan ucapannya.
"Gue harus buktiin ke dia kalo gue bisa lo andelin. Gue harus bisa bikin dia percaya kalo adeknya bakalan aman sama gue," tandas Marvin yang membuat Gyani menarik kedua sudut bibir ke atas, lalu mengangguk perlahan.
"Kak," panggil Gyani.
"Hm?"
"Laki-laki yang dipegang tuh ucapannya lho ya, nggak bisa di screenshot soalnya sekarang gue lagi nggak pegang hp!"
Mulanya Marvin terdiam sebentar, lalu tergelak kecil ketika berhasil memproses pernyataan Gyani tersebut. Harus diakui bahwa wajah mereka mulai menampilkan rona kemerahan karena jarak yang tercipta hanya terpaut beberapa sentimeter.
Ah, irama dalam dada itu ... sepertinya sedang berlomba!
Sorot pandangan kedua insan berserobok pada satu garis lurus yang membuat perut Gyani tiba-tiba saja tergelitik. Tak henti-hentinya gadis itu membuang pandangan ke arah bawah, mencoba menetralkan perasaannya.
Sayangnya, gerakan tangan Marvin berhasil mengangkat dagu Gyani hingga tatapan mereka kembali menyatu sempurna dan menghangat. Diselimuti oleh suasana, perlahan sang adam mendekatkan wajah pada gadisnya.
Mata terpejam, lalu direngkuhnya bibir ranum Gyani dengan begitu lembut hingga napas keduanya memburu satu sama lain. Tangan puan yang semula berada di lengan, kini melingkar di leher Marvin. Sedangkan tangan Marvin kini menjejak di pinggang Gyani.
Untuk beberapa saat mereka menikmati tiap detik yang terlewati bersama. Desiran yang menjalar di sekujur tubuh memantikkan perasaan bahagia. Ya, Gyani dan Marvin sepertinya tidak ingin mengakhiri ini bahkan ketika para penonton telah memenuhi tribun.
Memangnya siapa yang ingat kalau sekarang penutupan NFD jika situasinya sudah seperti ini?
Pagutan mereka kini berjarak setelah napas terengah. Tanpa perlu penjelasan, mereka setuju untuk melepasnya. Namun, mata mereka tetap terpejam dan kening keduanya masih menyatu satu sama lain.
Setelah kesadaran itu pulih, Gyani mengangkat wajah dan membuka mata. Ini diikuti pula oleh Marvin.
"Kak, gue nggak mau jadi Tinkerbell," acap Gyani membuat dahi Marvin berkerut. "Soalnya Tinkerbell sama Peter Pan cuma temenan, sahabatan. Gue nggak mau jadi Tinkerbell!"
Marvin kembali mengulas senyum seraya merapikan anak rambut yang mulai menutupi wajah Gyani. "Trus pengennya jadi apa?"
"Jadi Wendy, Wendy yang tinggal di Neverland selama-lamanya. Tapi sayang, di cerita aslinya Wendy malah pergi ninggalin Neverland."
Di ujung ucapan, Marvin langsung menarik tubuh Gyani dan memeluknya erat. Laki-laki itu kemudian berkata, "Ya udah, kita buat Peter Pan dan Wendy versi kita sendiri. Gimana?" Gyani pun mengangguk cepat sebagai balasannya.
Yang harus Gyani dan Marvin ingat adalah ... tolong fokus di penutupan malam ini!
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top