29. Di Mata Aries

.
.

Berkutat dengan berbagai pemikiran dan aktivitas tentunya membuat siapa saja bisa dilanda stres, termasuk Gyani. Banyaknya jadwal praktikum diikuti oleh kuis dadakan, laporan segunung, rapat divisi, hingga mengawasi jalannya pertandingan NFD; membuat kepala perempuan itu ingin pecah.

Pernah satu hari ia kabur dari kelas dan kepanitiaan, tapi ponselnya tidak berhenti berdering terutama dari Marvin. Biasanya Gyani akan menjawab seadanya saja, setelah itu tanpa basa-basi ia akan memutus sambungan telepon tanpa merasa bersalah sama sekali.

Menghindar dari satu titik ke titik lain adalah cara yang Gyani masih pelajari hingga saat ini, khususnya untuk menghindari sang ketua yang masih kukuh ingin berbicara dengannya. Akan tetapi, Gyani juga bersikap keras kepala. Bentengnya terlalu tinggi untuk bisa Marvin raih.

Sepertinya laki-laki itu butuh cara lain!

Seluruh panitia Logstran yang semula mengadakan radiv di ruangan mereka di Sekre BEM, satu per satu mulai meninggalkan tempat siang itu. Awalnya Gyani telah berjalan berdampingan dengan Cici, namun langkahnya terhenti ketika Marvin menarik tangan si gadis ke belakang.

"Gue bisa bicara sama Gyani bentar? Kalian pergi duluan aja," ungkap Marvin pada Kirana, Wita, dan Cici.

Jika boleh jujur, jantung Gyani berdetak luar biasa cepat. Terlebih langkah demi langkah ketiga temannya yang mulai menjauh semakin membuat debaran itu menggila.

Tuhan, tolong gue. Ini gue mau diapain dah?!

Marvin lantas menutup pintu, lalu menarik Gyani dalam pelukannya. Bola mata kedua gadis itu terlihat akan lepas dari tempat, mulutnya terbuka, dan bahu naik turun tak beraturan.

Dan ternyata, kecepatan detak jantung mereka seirama!

"Gue nggak bisa diginiin terus, Ni. Lo nggak capek apa ngehindar dari gue? NFD bentar lagi kelar, dan mungkin gue nggak akan ketemu lagi sama lo. Jadi please, biarin gue tetap di samping lo kayak di awal kepanitiaan sampe semuanya selesai," ungkap Marvin lembut.

Sorry sorry bajaj ni bang. Lo kalo masih available mah, tanpa lo minta gue bakalan pecicilan trabas kanan kiri ugal-ugalan buat ada di samping lo. Tapi sekarang kan udah beda cerita ya, batin Gyani.

Marvin melepaskan pelukan dan menatap Gyani sendu. "Gue bakalan nyeritain semuanya di sini—"

Ucapan Marvin terpotong tatkala ponselnya yang berada di atas meja berdering. Refleks, Marvin dan Gyani pun memutar kepala menuju asal suara.

Marvin hanya menggeleng perlahan, lalu kembali menatap Gyani dan tidak memedulikan telepon yang masuk. "Kalo lo mau tau yang sebenarnya, hubungan gue sama—"

Tring...

Nada itu begitu nyaring membuat konsentrasi Marvin sontak buyar. Jujur saja, Gyani ingin tertawa melihat bagaimana frustasinya laki-laki tersebut. Tetapi ini berhasil ia tahan. Iya, harus ditahan.

"Angkat dulu kali, Kak. Kita kan bisa ngomong lain kali," ucap Gyani dengan wajah datar.

Marvin mengedikkan bahu. "Paling juga nanti mati sendiri," balas sang kadiv.

Memang benar, deringan ponsel itu akhirnya terhenti. Akan tetapi, baru Marvin akan berbicara lagi, ponsel kembali berdering yang membuat Gyani sudah tidak bisa menahan senyumnya walaupun tipis.

"Please Kak diangkat aja, siapa tau penting!" suruh Gyani dengan suara pelan.

Marvin lantas menggaruk kepala sambil menggerutu, berjalan cepat menuju meja dan mengangkat sambungan telepon tersebut. Akibat posisi Marvin yang membelakanginya, Gyani pun berjalan perlahan menuju pintu.

Perempuan tersebut bergegas mencabut kunci, lalu dengan sekali gerakan ia sudah berhasil mengunci Marvin di dalam. Suara Marvin yang memanggilnya berulang kali tak ia indahkan lagi. Yang penting sekarang adalah lari sejauh mungkin.

Kelakuan Gyani emang....

Gadis itu bergerak turun menuju luar
Sekre. Namun, sebelum menginjakkan kaki melewati pintu, ia bertemu dengan panitia Divisi Pertandingan di lobi yang tak lain adalah Andi.

"Andi Andi Andi Andi," panggil Gyani seraya menghampirinya cepat. Andi yang saat itu memegang bola basket hanya mengerutkan kening melihat tingkah perempuan yang berlari-lari di dalam gedung, padahal sudah tertulis larangan besar-besar untuk tidak berlari di Sekre. "Tolongin gue dong!"

"Tolongin apa, Gy?"

Gyani lantas menarik satu tangan Andi yang bebas dan memberikan kunci. "Tolongin Kak Marvin di atas! Dia kekunci. Kasian."

"Hah?" Andi cengo.

Gadis berambut panjang itu pun kembali berlari keluar gedung sambil melambai alay ke arah Andi. Tak lupa cengiran lebar yang membuat laki-laki itu seketika bergedik ngeri.

Lama setelah kepergian Gyani, Andi baru tersadar. "WOIII, INI MAH LO YANG NGUNCIIN KADIV LO SENDIRI! PEREMPUAN GILA!" serunya.

.
.

.
.

Sebentar lagi pertandingan lanjutan tenis lapangan partai tunggal putri antara Fakultas Sastra dan Fakultas Kedokteran akan berlangsung. Para penonton mulai mengisi tribun sejak 30 menit lalu, sepertinya tidak ingin melewatkan pertandingan antara dua gadis cantik nan populer. Siapa lagi jika bukan Si Duta Kampus, Fahrana melawan Lea yang berprofesi sebagai Model.

Tidak ada yang menyangka jika keduanya bisa bertemu di partai ini mengingat lawan mereka dari fakultas lain juga sama-sama kuat. Gyani masih ingat bahwa obrolan di kolom komentar menfess kampus terbagi menjadi dua kubu. Namun, hampir tidak ada yang menyebut jika mereka akan bersaing satu sama lain.

Prediksi mereka semua di luar BMKG!

Jika berkaitan dengan wanita cantik, sudah dapat diduga kalau para cowok Logstran telah berdiri di pinggir lapangan dan akan mengawasi jalannya pertandingan beberapa menit lagi. Mereka bersikap sok cool sejak menginjakkan kaki di lapangan. Dih, biasa aja kaleeee, kek dua cewek itu mau aja sama mereka.

Gyani yang saat ini berada di lapangan dan mengobrol dengan Wita, tiba-tiba dari sudut mata menangkap sosok yang sangat ia kenali. Ya, siapa lagi jika bukan Marvin yang berjalan cepat menuju ke arahnya.

Gile, anjingnya udah lepas dong!

Perempuan itu refleks memutar kepala menuju tribun, mencari orang yang bisa ia jadikan alasan untuk pergi. Lalu, setelah ia menemukan orang tersebut, Gyani tersenyum lebar dan melambaikan tangan pada laki-laki yang baru saja akan menempati tempat duduk.

"Aries!" teriak Gyani yang membuat laki-laki itu kembali membalas lambaian tangan ketika namanya disebut.

Tak butuh waktu lama, Gyani melangkahkan derap menuju tribun. Apalagi jika bukan menghindari Marvin.

"Lo mau nonton?" tanya sang gadis, masih berdiri di samping Aries.

Mendengar pertanyaan itu, Aries langsung mendongak dan mengernyit sempurna. "Nggak, gue mau maen gundu. Ya iyalah!"

"Nontonnya lain kali aja yuk. Temenin gue ke mana kek gitu," ajak Gyani sambil meraih tangan Aries.

"Gue nggak mungkin lewatin pertandingan Rana sama Lea, Gy," tutur Aries yang sepertinya sudah mulai gemas dengan Gyani.

"Ihhh please lah ..." acap si gadis, "atau temenin gue ke depan beli minum abis itu kita masuk lagi ke sini."

"Oke kalo gitu."

Lantas Gyani dan Aries pun berjalan berdampingan menuju pintu keluar diiringi oleh tatapan sayu Marvin. Sekali lagi, Gyani berhasil pergi dari sisi Marvin.

Apakah laki-laki itu akhirnya akan menyerah?

Arena luar lapangan tenis memiliki tempat parkir luas yang fungsinya terbagi, yaitu di sisi kiri untuk parkir dan di sisi kanan khusus untuk stand makanan-minuman. Ada begitu banyak pilihan yang disediakan sehingga di luar sini juga tak kalah ramainya.

Gyani dan Aries akhirnya berdiri di stand minuman untuk membeli teh. Sambil berdiri menunggu pesanan, Aries berujar, "Lo nggak ngeh kalo dari ujung Marvin udah manggilin lo tadi?"

Perempuan yang rambutnya diikat ekor kuda itu menatap ke dalam stand dan menggeleng pelan. "Nggak tuh, nggak denger gue."

"Oalah pantesan. Gue liat tadi Marvin kayaknya nyariin lo lagi kayak waktu itu. Buru-buru dia ke tengah lapangan—"

"Bisa nggak kita nggak usah ngomongin dia?" ucap Gyani memotong ucapan laki-laki tersebut. Diberikan tatapan menusuk membuat Aries seketika kicep. Tak biasanya Gyani seperti ini padanya.

"Iya iya, maaf ...."

Tak berselang lama, pesanan Gyani akhirnya selesai membuat keduanya melangkahkan kaki kembali melewati parkiran setelah mengambil minuman tersebut.

Ketika kaki mereka berdiri di persimpangan, Aries langsung berbelok ke kanan di mana pintu utama menuju lapangan tenis berada. Tapi tidak dengan Gyani, ia lebih memilih untuk berbelok ke kiri menuju jalan utama dalam kampus.

"Loh, Gy! Lo nggak mau masuk lagi?" teriak Aries penuh keheranan.

Gyani memutar tubuh dan tersenyum tipis. Ia mengangkat minuman sejajar wajah sambil berkata, "Nanti aja, Kak. Thank you ya."

"Trus lo mau ke mana?"

"Ke mana aja!"

Sekarang Gyani sudah tidak peduli lagi dengan pertandingan. Baginya untuk saat ini, ketika seluruh logistik pertandingan dan official telah terpenuhi maka dia sudah bebas dari tugas kepanitiaan. Sebagai panitia Logstran, ini tentu saja benar. Tapi karena Gyani juga bagian dari Pertandingan, ini menjadi salah.

Semakin lama Gyani semakin bertindak seenaknya saja. Bukan tidak mendapat teguran dari Marvin, sering malah. Tapi dia tidak membendung perasaan untuk selalu menghindari Marvin bagaimana pun caranya.

Gyani kemudian berjalan kecil dan menyebrang bermaksud menuju gazebo di ujung dekat hutan kecil di Fakultas Kehutanan. Mungkin dengan dirinya duduk di sana, dia sedikit lebih tenang. Mungkin...

"Lo lagi ngehindarin Marvin ya?" ucapan tiba-tiba dari Aries itu langsung membuat langkah Gyani terhenti. "Kenapa?"

"Kok lo tau?"

Gyani mengira bahwa Aries akan kembali ke lapangan tenis, nyatanya tidak. Laki-laki itu justru memilih untuk bersama Gyani.

"Tsh!" Aries menarik sudut bibir ke atas, "Ya tau lah. Muka sama tingkah lo tuh ketahuan banget. Kayak otomatis gitu tertulis di jidat lo, Gy. Siapapun bisa tau lo ngehindarin dia soalnya lo itu nggak pernah jauh dari dia bahkan dari awal kita techmeet."

"Berarti gue nggak perlu ngejelasin apapun ke elo."

Aries mengangguk kecil seraya berjalan kecil diikuti pula oleh Gyani di sampingnya sambil sesekali menyeruput minuman.

"Gue tau kalo kadang Marvin itu nggak tegas, klemar-klemer. Tapi dia bocah tolol pekerja keras yang kalo pengen sesuatu dia bakalan usahain sampe dia dapetin. Lo tau kan sesusah apa masuk BEM KM?"

Pertanyaan Aries membuat Gyani sontak mengangkat kepala menatap laki-laki berkulit tan tersebut. "Iya, tau. Gue juga nggak lolos masuk sana waktu oprec kemaren."

"Nah," langkah Aries terhenti lalu badannya kini berhadapan dengan Gyani yang juga derapnya terdiam, "dia saingan gue untuk masuk BEM waktu itu. Dia bilang, dia pengen jadi bagian dari BEM. So, dia berusaha untuk itu dan dia dapetin. Bukan berarti gue nggak berusaha ya, cuma usaha gue kalah jauh dari dia. Kalo gue cerita tentang Marvin, terlalu banyak pencapaian yang dia raih. Contoh di atas cuma salah satu hasil kerja keras dia."

Aries lantas meraih minuman di tangan Gyani dan menyeruputnya perlahan. Setelah itu ia kembali berujar, "Lo nggak tau naluri laki-laki? Mereka itu lebih suka mengejar, dan karena lo lari-larian kayak gini bukan berarti Marvin bakalan diam. Justru ini membuat dia lebih semangat dan bisa pake cara-cara pintar buat dapetin lo. Lo salah langkah, Gy. Lo salah cara. Lo tau maksud gue kan, Gy?"

Satu kalimat Aries seketika membuat bulu kuduk Gyani meremang.

"Lo cuma bangunin singa yang lagi tidur."

.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top