27. Drama Rapat Divisi

.
.

Waktu telah menunjukan pukul 18.27 WIB, di mana seharusnya Gyani bersiap untuk berangkat menuju kafe dekat kampus. Agenda hari ini adalah rapat divisi berkaitan dengan closing yang akan digelar beberapa minggu lagi.

Sayangnya, Gyani hanya mampu terduduk di tempat tidur dan menyandarkan tubuh di dinding kamar. Tak berniat untuk mengikuti radiv. Hari ini, sekali ini saja dia ingin menghindari kepanitiaan. Seandainya keadaan lebih baik, sudah pasti ia akan meminta izin dengan mudahnya pada Marvin.

Hal ini jelas tidak mungkin dia lakukan. Akhirnya dia memilih untuk memberitahu Kirana jika ia sedang tak enak badan dan izin menyampaikan pada yang lain. Kirana tanpa cang cing cong langsung mengiyakan, memang teman paling baik.

WhatsApp

Bala Bantuan NFD

Marvin
Hari ini jangan pada telat ya

Cakra Naruto
Otw kak

Keluarga Makmur
2in

Wita Ardiana
Gue gabung ya guys

Juan Adiwijaya
Wah akhirnya Ta. Welcome back 😊

CiNing
Yuhu

Akhirnyaaaaaaa

Keluarga Makmur
Finally Wita

Lo bisa datang duluan kan? @Wita Ardiana soalnya gue pusing atur nota

Sebelum mulai radiv kita atur nota dulu aja

Fyi, duitnya kurang 200 ribu

Wita Ardiana
Fyi, duitnya kurang 200 ribu
KOK BISA SIH KAK?

😤😠🤬

Keluarga Makmur
Antara lupa nyatat atau uangnya gue pake buat apa gitu

Kecampur sama duit gue di kantong celana

Astagfirullah, nanti gue ganti dah tapi jangan suruh jual risol woi

Di kelas gue udah bnyk yg jualan

MUAKKK GUE

Januar H.
KOK BISA SIH KAK?
Duitnya dipake beli rokok sama @Keluarga Makmur

Keluarga Makmur
A S U SU ASU

Kirana Aletta
Wkwkwkwkwkwkwk

Juan Adiwijaya
Kemarin gue liat ka @Keluarga Makmur beli anggur merah cap orang utan

Keluarga Makmur
Itu elo ya Cuk

Se-JAWAD-raya
Kalian harus tau gue kemarin liat Hisyam lagi transaksi barang haram

Tempatnya dua toko di samping toko beras
Anjirlah bubuk warna putih coy

Kalian tebak aja deh barang haram warna putih tuh apaan 😒

Keluarga Makmur
ITU TEPUNG TERIGU PESANAN EMAK GUE YA ANAK SETANNNNN @Se-JAWAD-raya

CiNing
Nggak kuat hahaha

Wita Ardiana
Grup apa ini?? 😭

Kirana Aletta
🤣🤣🤣🤣

Se-JAWAD-raya
Ini bukan grup bala bantuan sih tapi grup pulu-pulu

Cakra Naruto
Anying

Gyani tersenyum tipis menyaksikan keributan di grup yang selalu menjadi mood booster ketika suasana hatinya sedang kacau. Rasanya ia juga ingin ikut radiv, tapi ada sesuatu yang seolah menahannya untuk pergi. Sudah dapat dipastikan alasannya.

Marvin
Lo datang kan? @Gyani Felisha

Kirana Aletta
Gyani lagi sakit

Tadi dia izin ke gue kak

Marvin
Tadi dia izin ke gue kak
Kok nggak info langsung ke gue?

Gyani on kok

Seketika tidak ada yang satu pun yang membalas pertanyaan Marvin, bahkan Kirana sekali pun. Mungkin mereka berpikir bahwa Marvin sekarang sedang marah sehingga mereka lebih memilih untuk tak memperkeruh suasana hati sang kadiv.

Gyani Felisha
Maaf kak

Marvin
Angkat telpon gue!

Sebenarnya Marvin telah menelpon sedari pagi, malahan. Tapi Gyani tidak mengangkatnya. Ia juga belum memblokir apapun tentang Marvin. Ah, harusnya ia tidak membaca dan muncul di grup. Tapi ia juga tidak ingin Kirana disalahkan.

Sedetik kemudian, ponsel Gyani bergetar dan menampilkan nama Marvin besar-besar di sana. Akhirnya Gyani memutuskan untuk menggeser layar dan membuat sambungan. Perempuan itu kemudian menekan tombol loudspeaker, lalu membuang ponsel ke atas kasur tepat di sisinya.

"Halo, Ni," sapa Marvin lembut di ujung sana yang sama sekali tidak dibalas oleh Gyani.

Sempat ada keheningan beberapa detik, kemudian Marvin berujar lagi yang membuat Gyani memeluk kedua kaki seraya meletakkan kepala di lutut.

"Maaf ... gue bener-bener minta maaf sama lo. Maaf, kemarin gue kasar. Maaf karena..."

Marvin terdiam lagi untuk sesaat.

"—karena gue terlalu pengecut."

Gyani menarik kedua sudut bibir ke atas, membenarkan apa yang diucapkan oleh cowok itu.

Emang lo tuh cowok bego!

"Gue lagi sendirian di sini, anak-anak belum nongol. Nggak tau deh yang bilang otw tadi tuh beneran otw ke sini atau otw toilet."

Lengkungan cerah di wajah Gyani semakin melebar mendengar pernyataan itu. Namun, sedetik kemudian raut wajah Gyani kembali datar ketika kesadarannya pulih.

Tolol, itu pacar orang, Gy!

Gyani buru-buru mengambil ponsel. Saat akan mengakhiri panggilan Marvin, laki-laki itu berujar panjang lebar yang membuat Gyani menghentikan gerakan seketika dan mendengarkannya dengan serius.

"Gue emang egois, tapi gue mau lo tetap di sini, Gyani. Please stay. Maaf kalo gue selama ini udah buat lo kesel.

Sebenarnya gue juga bingung harus ngomong dari mana karena dari kemarin sampe hari ini, gue benar-benar kepikiran tentang semuanya. Nggak papa kalo sekarang lo nggak mau bicara sama gue, setidaknya lo dengerin gue. Atau ... lo sekarang mungkin juga nggak denger gue?

Nggak papa deh. Yang penting telpon gue lo angkat. Soalnya gue udah coba nelpon lo dari pagi tapi nggak nyambung juga. Dan ... gue seneng karena akhirnya lo angkat."

Tak berselang lama kemudian muncul suara grasah grusuh yang membuat Gyani mengernyit sebentar.

"Cakra sama Hisyam udah nongol tuh. Oh iya, gue nggak akan matiin telponnya, jadi kita bisa radiv bareng. Lo dengerin kita sambil istirahat juga nggak papa."

Marvin lalu mengembuskan napas berat. "Sorry, gue beneran egois banget ya? Harusnya sekarang lo tidur. Istirahat. Bukan malah—"

"Ngomong sama siapa, Kak?" tanya Hisyam.

"Ngomong sendiri."

"Udah gila keknya bos kita satu ini, Kak Syam. Soalnya kemarin sempat berantem sama Kak Gyani makanya agak terganggu dikit otaknya," acap Cakra yang langsung diberi tawa puas oleh Hisyam.

Mendengar suara tawa lebar Hisyam, Gyani otomatis ikut tersenyum.

Tak berselang lama, satu per satu panitia pun mulai berdatangan. Iya, Gyani bisa mendengar suara semua orang dengan jelas. Entah bagaimana Marvin di sana menggenggam ponsel hingga suara mereka begitu jernih.

Terkadang memang ada satu dua gangguan, seperti pelanggan lain yang saling bercerita di meja sebelah, suara knalpot kendaraan jauh di luar, atau suara pintu dibuka atau tutup menambah semarak.

Gyani kangen ngumpul lagi padahal baru sehari.

.
.

.
.

Saat Marvin mengatakan bahwa radiv akan dibuka, Gyani buru-buru loncat dari tempat tidur dan mengambil catatan kecil di atas meja. Catatan ini sengaja ia beli untuk mencatat berbagai hal tentang NFD, sehingga semua informasi dapat ia baca ulang dan teliti lebih dalam lagi.

"Kita mulai dari Divisi Acara dulu ya, soalnya paling krusial. Jadi penanggung jawab Divisi Acara, silakan," ucap Marvin.

"Oke, untuk closing nanti rundown udah jelas ya seperti yang udah dibagiin di grup gede. Kalian semua bisa baca di sana. Tapi yang menjadi fokus kita sebagai Divisi Logstran yaitu pas bagian penerimaan dan pembagian hadiah. Di situ tertulis bahwa setiap pergantian cabangnya ada penampilan dari bintang tamu. Asli ya Kak, ini ribet," ungkap Kirana.

Wita bersuara, "Bagian ini gue nggak paham, Kak Na."

"Jadi maksudnya itu misalnya MC umumin juara di lomba atletik—ini untuk nomor cabang secara keseluruhan ya—trus setelah semua piala dikasih ke atlet, langsung ada penampilan gitu. Setelah penampilan, baru penyerahan hadiah lomba panahan. Sesudah itu, lanjut penampilan lagi. Jadi ada selang-seling—"

Juan memotong cepat dan menolak keras ide tersebut. "Ya nggak bisa gitu dong, Kak."

"Alat musik kan harus diatur, itu butuh waktu. Apalagi dipindah-pindahin. Makan waktu banget pastinya." Kali ini gantian Cici yang berkoar-koar.

"Kita nggak bakalan pake rundown itu. Rapat besar nanti kita harus ngomong ke Acara tentang ini," tukas Marvin. "Next, Divisi Humas."

"Untuk Humas sendiri, mereka udah punya daftar siapa aja yang bakalan diundang dan nama-nama yang bakal nyerahin medali. Pokoknya tinggal follow up sih," Cakra menembuskan napas, "tapi ya gitu, banyak juga yang belom respons."

Marvin kemudian memberikan beberapa arahan pada Cakra terkait tamu undangan, dan itu dirasa cukup efektif. Mana kepikiran Divisi Humas untuk menempatkan beberapa nama sebagai cadangan di acara closing nantinya. Cakra saja tidak kepikiran sama sekali.

Januar sebagai anggota selanjutnya yang menjelaskan terkait kerja sama dengan Menwa dan petugas keamanan kampus. Semula ia berpikir untuk menambahkan anggota kepolisian karena dia masih memiliki sedikit trauma terkait kericuhan, tapi itu dirasa terlalu berlebihan oleh panitia lain. Apalagi sangat jarang—bahkan mungkin tidak ada—kericuhan saat closing selama ini.

"Selanjutnya, PDD jadinya gimana?"

"Ehem ehem, tes tes satu dua satu dua yiiiha—"

"Ohhh mau dangdutan lo, Ci?" tanya Hisyam pada gadis tersebut, seketika membuat lingkaran pertemuan menjadi gaduh sejenak akibat tawa.

"Dihhh, entar kalo gue nyanyi, lo bisa jatuh cinta sama gue, Kak" balas Cici kepedean.

Hisyam mengejek, "Yang ada telinga gue korslet...."

Cici mengedikkan bahu, lalu melanjutkan, "Divisi PDD udah ngide buat video recap acara closingan direkam pake drone—"

"Gaya banget. Nggak tau apa mereka kalo nanti anak Fakultas pada bawa bendera plus bambu-bambunya?" seloroh Jawad yang disetujui oleh panitia yang lain. "Bukan gue mau doain ya, tapi kalo tuh bambu nggak sengaja kena drone trus rusak kan dokumentasi jadi berkurang."

"Ini belum fix sih, Kak. Di antara banyaknya ide PDD seperti yang gue jelasin di grup, gue sama Kak Rian paling nggak setuju sama bagian ini doang.

Masalahnya, mau minjem drone di mana? Kalo pun ada, emang ada dana? Atau ada gitu panitia yang punya drone dan sukarela minjemin? Pasti nggak ada sih, Kak!"

Gyani merasa ada senyap lagi di sana untuk beberapa detik, hingga akhirnya suara Marvin terdengar dan mulai bertanya pada Cici. "Lo jujur deh Ci, lo nggak ngasih surat pengunduran diri Rian ke BPH kan?"

Gyani sekarang menebak bahwa Cici mungkin saja membenarkan pertanyaan itu dengan mengangguk ringan. Cici yang gampang keceplosan memang terkadang menjadi keuntungan atau bahkan kesialan sendiri. Tapi yaaa mau gimana lagi? Anaknya dari sono udah kayak gitu.

Setelah mengetahui bahwa Rian ternyata masih menjadi bagian dari Divisi Logstran NFD, sontak para panitia pun bersorai hingga tepuk tangan terdengar meriah.

Seketika Hisyam langsung menghubungi laki-laki itu.

"Woe Sat, Radiv bego!" caci Hisyam pada Rian yang justru membuat seluruh panitia cekikikan.

Gyani sudah menduga bahwa sambungan telepon antara Hisyam dan Rian akan di loudspeaker karena perempuan itu bisa mendengar balasan Rian setelahnya.

"Mulut lo ya, Njing! Otw ini gue. Mau beli anggur dulu," acap Rian.

"Lo jangan mabora di sini, Nyet! Nggak ada yang mau ngangkut lo kalo lo sober." Hisyam membalas lagi.

Tolong ya, bagaimana bisa daftar penghuni kebun binatang disebutkan semua? Mulut mereka udah nggak bisa diperbaiki lagi bikin yang dengerin mereka auto rusak telinga.

"Su, gue beli buah anggur. Bukan minuman anggur buat mabora—"

"Alesan aja lo. Udah, buruan!"

"Iya otw. Berisik lo cangcorang!"

Gyani menutup mulut, mencoba sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan suara atau tertawa terbahak-bahak yang bisa membuat anggota lain curiga. Sialan!

Setelah sambungan telepon diputus dan beberapa menit kemudian Rian bergabung, Marvin seperti membuka kembali catatan hingga ada keheningan walaupun hanya sebentar.

"Selanjutnya, Divisi Konsum ...."

Sepi lagi!

"Ah, nanti ini dilanjutin sama Gyani aja," ujar Marvin yang sepertinya disetujui oleh seluruh panitia.

"Btw Kak, dari tadi lo liatin hp mulu. Lo ada janji mau jalan sama pacar ya?" tanya Juan tiba-tiba.

Sontak, Gyani pun meneguk ludah dan mulai menancapkan indera pendengaran dengan kuat-kuat. Iya, dia nunggu perkataan dari mulut Marvin sendiri, padahal dia sudah tahu jelas jawabannya.

Emang Gyani tuh suka nyari penyakit!

"Pacar?" ucap Si Kadiv, "pacar siapa?"

"Ya pacar lo lah Kak. Siapa lagi kalo bukan Nanda," tukas Januar cepat.

"Ohhh Nanda, dia—"

Tik...

Ponsel Gyani mendadak mati membuat sang empunya menaikkan ponsel tersebut setinggi dada sambil mengernyit, berpikir tentang benda persegi panjang yang tiba-tiba tidak mengeluarkan suara apapun.

Gyani lantas berdiri di tempat tidur sambil berujar cukup keras, "ANJIR! DANGDUT BANGET, SIALAN! SINETRON BANGET HIDUP GUE!

KENAPA PAKE ACARA LOWBAT SEGALA SIH?! KAN GUE BELOM DENGER JAWABAN KAK MARVIN!"

Gadis itu sekarang kembali berguling bolak-balik bak cacing kepanasan kena azab di atas kasur. Gemas dan kesal bercampur aduk yang membuatnya merasa sangat bodoh.

"AAAAAA PE'A NIH!"

Yaiyalah, sambungan telepon hampir tiga jam itu membuat banyak daya ponsel terbuang. Dan lebih bodohnya lagi, Gyani lupa tentang baterai ponselnya yang tinggal sedikit sebelum Marvin menelpon.

Gyani... Gyani...

.
.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top