14. Rasa Penasaran Gyani
.
.
.
Nyatanya berlarian dari satu tempat ke tempat lain, membantu panitia yang sedang kesulitan membuat Gyani benar-benar letih. Rata-rata panitia divisi lain selalu mengandalkan Divisi Logstran dan ini cukup membuat gadis itu kesal setengah mati.
Seingat Gyani yang sudah terlampau sering menjadi bagian dari kepanitiaan, ia tak pernah selelah ini. Terlebih ia selalu ditempatkan di Divisi Konsumsi yang tak terlalu menguras tenaganya, malah dia paling bahagia sebab gadis itu yang sering menghabiskan konsumsi panitia.
Ketika panitia yang kehilangan makanan itu kelimpungan, Gyani hanya pura-pura bego dengan menampilkan muka datar dan tidak mengaku sama sekali.
"Apa ini yang namanya karma dibayar instan? Buset, kaki gue gemeteran njir!"
Bayangkan saja, dia sudah naik turun tangga di sekre BEM untuk mengambil perkakas, dilanjutkan naik ke lantai lima sekre himpunan MIPA. Lantas di dalam gym, perempuan itu mulai kembali membantu teman-teman lainnya.
"Baru juga beberapa jam, lo udah tepar! Lagian karma apaan, sih?" acap Hisyam seraya menyerahkan es teh yang baru ia ambil dari tangan mbak penjualnya.
Ya, dua panitia itu melarikan diri untuk beberapa saat dan mengunjungi salah satu stand makanan yang tersedia untuk pertandingan esok hari di belakang gym. Meskipun pertandingan resmi akan dilakukan besok, tetapi sudah banyak pedagang yang mulai mendirikan stand malam ini. Beberapa di antaranya bahkan sudah berjualan. Yang beli pun tak hanya para mahasiswa dan warga kampus, tetapi juga masyarakat.
Dalam rangka acara akbar NFD ini, kampus memang sengaja dibuka untuk umum. Sehingga siapa saja bisa datang untuk menonton pertandingan. Tak hanya itu, biasanya tiap fakultas akan menampilkan beragam acara di malam hari sebagai bagian dari memberikan semangat pada para atlet perwakilan.
Dan ini selalu seru!
"Karma karena gue suka nyolong makanan panitia-"
Hisyam mengernyit dengan tatapan mengerikan. "Wah, makanan gue harus gue jaga ketat ini, mah."
"Idih ... tapi, asli deh kaki gue gemeteran naik turun tangga!" Gyani berujar pada Hisyam yang akhirnya duduk di sampingnya sambil menyeruput es teh.
"Kaki gue juga gemeteran. Gila! Gue manjat, trus diem di atas beberapa menit, tuh, rasanya kayak berjam-jam."
"Oh iyaya, lo tadi manjat."
"Mana pas Kak Marvin ngasih gue gunting, ternyata guntingnya tumpul. Nggak bisa dipake sama sekali. Jadi, dia turun lagi!"
Gyani terkekeh. "Njir, sia-sia."
"Makanya ...."
Kedua orang itu memandang ke arah lapangan bola dengan sisi luarnya terdapat track untuk lari. Sesuai rencana, mereka akan memulai pertandingan atletik esok hari dan Gyani belum tahu ia akan ditempatkan pada posisi dan cabang yang mana. Kemungkinan besar setelah opening, Marvin akan mengadakan evaluasi sekaligus membagikan tugas para anggota.
Gyani mah terima-terima aja!
"Lo udah nyoba kue yang lo angkut tadi sore, belom?" tanya Hasyim.
Gyani menggeleng cepat membuat Hisyam berucap lagi, "Padahal enak, njir."
"Emang lo nyobain?!" seru sang gadis yang langsung menghadapkan tubuhnya pada Hisyam, sedikit tidak percaya.
"Iyalah, orang gue dikasih sama anak konsum, Kak Amora. Lo kenapa nggak minta juga?"
"Gue takutnya nanti nggak cukup!" Gyani memanyunkan bibir tak terima jika Hisyam lebih dulu mencoba kue dibandingkan dirinya.
Padahal perempuan tersebut telah mengidam-idamkan kue dari salah satu toko populer yang berjarak sekitar 3 km dari kampus itu. Gyani selalu ingin membeli, tetapi tak pernah punya waktu. Giliran ada waktu, ia malah pakai untuk molor seharian.
Memesan secara online? Ah, dia tidak punya pikiran untuk memesan online. Memang dasarnya saja Gyani yang pemalas.
"Halah ...."
Saat Gyani sibuk menyeruput es teh dengan sedikit membungkuk, Hisyam menyikutnya sambil menunjuk seseorang dengan dagu di seberang lapangan bola di depan sana.
"Tuh, Kak Amora."
Nampaknya Hisyam bermaksud ingin memanggil Ketua Divisi Konsumsi tersebut untuk bergabung dengannya. Namun, laki-laki itu hanya mampu mengangkat tangan setinggi dada tanpa mengeluarkan kata ketika Amora ternyata mendekati seorang pemuda dan memberikan segelas minuman buah.
Pasangan di depan sana tampak tertawa penuh kebahagiaan dengan sesekali sang hawa menggoyangkan tangan lawan bicaranya antusias.
"Nggak usah dipanggil," tutur Gyani sesaat setelah ia menyaksikan pasangan tersebut. Ia kembali menunduk dan meminum es teh hingga tandas, bahkan mengunyah es batu dengan santai.
Tiba-tiba saja Hisyam memegang kedua bahu sang gadis dan memutarnya menghadap stand, membelakangi Amora dan pasangannya. Hal ini sontak membuat Gyani tersenyum kecil.
"Lo nggak boleh liat!" acap Hisyam sambil sesekali memperhatikan raut wajah Gyani dengan kedua iris gelap dan kepala yang dimiring-miringkan.
"Emang kenapa, sih? Santai aja kali!" Gyani membeo dengan menaikkan satu alis.
Tampaknya Hisyam tak yakin hingga ia bertanya, "Lo sama Kak Marvin nggak ada apa-apa? Maksud gue-"
"Nggak ada!" sangkal Gyani cepat, "gue sama dia cuma temen sesama panitia doang. Sama kayak gue ke elo."
"Gue yakin Kak Marvin sama Kak Amora nggak ada apa-apa. Toh, mereka udah jadi mantanan. Tapi, gue nggak yakin kalo Kak Marvin nggak ada perasaan sama lo."
"Duh, please deh, Syam! Kak Marvin nggak punya perasaan apa-apa sama gue, titik," Gyani menghembuskan napas kasar, "lagian ... lo tau dari mana kalo Kak Marvin sama Kak Amora tuh pernah pacaran?"
Pertanyaan terakhir dari Gyani sempat membuat Hisyam tertegun selama beberapa detik, sebelum akhirnya pemuda itu terkekeh kecil. Begitu malu-malu hingga ia menggeleng berulang kali. Ini membuat Gyani pun refleks menyikut bahu Hisyam sebal.
"Dih, gue cuma nanya kali!" acap puan itu, mencoba menampik pemikiran Hisyam yang telah terbaca olehnya.
"Iya, deh, iya ... kayaknya semua panitia tau. Gue juga taunya udah dari lama, soalnya kan mereka couple yang lumayan terkenal di kampus. Sering lewat postingan mereka di ig. Masa lo nggak nyari tau sih atau sekadar kepo gitu."
"Cih," Gyani berdecak, "kalo bukan Andrew Garfield memang nggak bakalan gue tau, sih. Nggak heran."
"Itu mah emang dasarnya lo yang nggak peduli! Sekali-kali perhatiin anak kampus juga, dong."
"Ya ngapain? Nggak ada manfaat buat gue ini!"
Hisyam mengedikkan bahu dan menghabiskan minuman dengan sekali teguk. Lantas setelah ia bersendawa khas bapak-bapak-tanpa malu di depan Gyani-pemuda itu bangkit dari duduk dan meminta izin kembali ke dalam gymnasium. Mendengar itu, Gyani hanya mengangguk kecil.
Hisyam awalnya menawarkan pada sang gadis untuk berjalan bersama. Akan tetapi, Gyani menolak dan lebih memilih untuk duduk sendirian sambil menikmati pemandangan abang-abang yang mengerjakan stand.
Baru beberapa langkah berjalan, Hisyam memutar tubuh dan berkelakar, "Jadi ceritanya Papa dan Mama udah pisah nih? Trus hak asuh anak pertamamu ini jatuh ke siapa, Ma?!"
Gyani kemudian bergerak untuk membungkuk dan mengambil sebuah batu seukuran jempol, lalu melemparnya ke arah Hisyam yang sudah terbahak-bahak sambil berlari kecil.
"SIAL!"
.
.
Tak banyak yang Marvin sampaikan saat evaluasi opening dan agenda untuk atletik esok hari ketika para panitia Logstran duduk di tribun penonton yang sudah kosong. Ia hanya membagikan tugas, di mana Gyani dan Kirana akan menjaga pertandingan maraton putra yang jaraknya mengelilingi kampus.
Kedua gadis itu tidak menolak sama sekali, meskipun mereka harus berpanas-panas ria. Tetapi Januar, orang yang diduga adalah pacar Kirana pun memperlihatkan wajah masam. Ia bahkan menginterupsi berulang kali bahwa Kirana mungkin tidak akan kuat.
Sayangnya, sang empunya nama tidak sependapat sama sekali. Gadis itu meyakinkan Marvin bahwa dirinya bisa, terlebih ia tidak sendirian. Tak banyak yang mampu Januar ungkapkan selain hanya menerima keputusan tersebut.
Dan pertemuan berakhir di sini!
Sebenarnya Gyani tidak ingin pulang bersama Marvin dan lebih memilih duduk di motor Hisyam. Sayangnya, Marvin lebih dulu menahan tangan Gyani sebelum perempuan itu bergerak menuju motor yang terparkir di belakang sana.
"Lo pergi sama gue, Ni. Itu berarti lo juga pulangnya sama gue," jelas Marvin, lalu memakaikan helm ke gadis itu dengan penuh perhatian.
Andai saja kaki dan tubuh Gyani tidak seloyo agar-agar, sudah dapat dipastikan bahwa genggaman tangan Marvin akan ia lepas dan berlari menuju motor Hisyam. Gyani sudah tidak peduli lagi, meskipun motor Mahasiswa Hukum itu memiliki knalpot racing jamet kuproy yang asapnya hitam pekat, sepekat asap truk. Dia hanya ingin menghindari Marvin. Sayangnya, ia gagal untuk hari ini.
"Kalo lo ada masalah, cerita sama gue, Ni," tawar Marvin selama dalam perjalanan menuju kosan sang gadis.
"Nggak ada, Kak," putusnya singkat.
Tak lama kemudian, Marvin tiba di kosan Gyani. Tanpa ingin dibantu oleh Marvin, gadis itu membuka helm dengan terburu-buru dan menyerahkan pada pemuda tersebut.
"Kalo gitu, gue balik ya. Soalnya gue sama anak cowoknya mau persiapan nih," acap pemuda tersebut.
Ah ya, Gyani ingat bahwa Marvin dan anggota cowok Divisi Logstran harus kembali lagi ke belakang gym untuk menyiapkan track atletik besok. Marvin sendiri mengizinkan semua anggota perempuan untuk beristirahat. Alasannya selain menjaga kesehatan, tidak baik bagi perempuan untuk berada di luar terlalu malam.
Mengingat waktu telah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, Marvin mempersilakan Gyani untuk masuk sambil pandangannya tetap mengawasi perempuan itu.
Tanya nggak, ya? Ih, gue penasaran! Tapi, gue gengsi. Ih, masa gue nanya?! batin Gyani berperang.
"Kenapa nggak masuk, Ni?"
Mendengar pertanyaan Marvin, Gyani yang berdiri di depan pagar kosan langsung mengangkat pandangan dan tergagap berucap, "Ahhh, itu ... anu, Kak ... hmmm-"
"Kenapa?"
Jika ditanya kenapa, Gyani punya banyak pertanyaan. Bohong jika ia tidak penasaran dengan hubungan Marvin dan Amora. Tapi sekali lagi, Gyani tidak punya hak untuk mendapatkan jawaban yang pada akhirnya mungkin akan membuat ia malu sendiri.
Namun, entah mengapa pemandangan di lapangan tadi benar-benar mengganggunya, walaupun sedikit. Iya, sedikit.
"Ehm ... itu, Kak ... semangat ya masang atribut buat besok. Jangan pulang terlalu malam!" tutur si gadis berambut hitam panjang itu lembut disertai senyum kaku.
Ya kan gue emang bego!
"Oalahhh, gue kirain apaan. Iya, gue sama yang lainnya usahain cepet balik. Ya udah, lo masuk, gih!" jawab Marvin dengan senyum khas yang menenangkan.
Gyani tiba-tiba menggeleng pelan dan menyuruh, "Lo pergi duluan aja, Kak."
"Oke, deh kalo gitu. Sampe besok ya!"
Akhirnya motor berwarna hitam itu semakin lama menghilang dari pandangan Gyani. Bahu yang sedari tadi menegang, langsung jatuh bebas dan ringan. Sayangnya, ini tidak dirasakan oleh hatinya. Ia benar-benar penasaran, tapi bingung bertanya ke siapa.
Tak ingin berlama-lama di luar, sebab nyamuk mulai menyerang dari berbagai sisi dan suaranya sangat mengganggu, Gyani pun memutar tubuh untuk masuk ke dalam kosan.
BUGH...
"Duhhh," ringis perempuan itu sambil mengelus jidat, lalu setelahnya ia memukul pagar dengan keras, "ya kan pagarnya belom gue buka. Pantesan aja gue nabrak. Gyani emang bego bego bego!"
Malam hening itu pun berakhir dengan umpatan-umpatan sang hawa dan berbagai pemikirannya tentang Marvin.
Semoga bisa tidur nyenyak deh ya!
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top