Chapter 3 : Abandoned House

Malam berlalu dengan cepat, bulan terlihat separuh di langit dengan beberapa bintang yang menghiasi. Tapi bagiku, semuanya baru saja dimulai.

Jam sudah menunjukkan tengah malam. Ketika sebagian orang sudah tertidur, aku masih terjaga. Ketika semua orang menutup pintu rumah mereka, aku melangkah dengan perlahan untuk keluar dari pintu kamarku.

Akupun berjalan melalui jalan setapak yang sangat sepi. Keadaan sekitarku sangat gelap, penerang yang aku punya hanyalah cahaya bulan. Tapi mataku sudah terbiasa dengan hal ini. Ketika kau sedang mengincar mangsamu, kamu harus terbiasa untuk bersembunyi dan melihat dalam kegelapan.

Kakiku bergerak di sepanjang pinggiran hutan. Aku tidak masuk ke dalam hutan, karena memang kawasan hutan itu terlindungi. Terutama setelah beberapa kejadian kini kawasan itu dijaga dengan ketat pada malam hari. Aku mengenal penjaganya, tapi aku tidak ingin mengambil resiko.

Aku terus berjalan melalu kawasan hutan, hingga akhirnya aku berada di depan sebuah rumah besar yang terlantar. Pagarnya sudah mulai berkarat, dan bangunannya berjamur di sana - sini. Tapi aku menyelipkan diri melalui pagarnya yang sedikit terbuka. Saat aku sampai di depan pintu, aku mengetuk dua kali dan langsung dibukakan oleh seorang pria.

"Ah, selamat datang, Mr. Blaze." ujarnya.

Aku mengangguk, kemudian masuk ke dalam rumah tersebut. Pintunya langsung ditutup, dan aku berjalan masuk ke dalam ruangan.

Di ruang tengah yang lapang itu terdapat sebuah meja makan besar yang dikelilingi oleh kursi. Beberapa orang sedang duduk di sana dan mengobrol satu sama lainnya. Tapi tujuanku adalah seorang pria berambut pirang yang tengah memandangi suasana malam hari lewat jendela.

"Mr. Demos?" ujarku.

"Ah, Mr. Blaze ... ada apa? Kau mencariku?" tanyanya.

"Kita harus bicara empat mata."

Dia mengangguk. "Kalau begitu mari kita ke ruanganku sekarang."

Kami menaiki tangga menuju ke lantai dua, dan dia membuka sebuah pintu. Setelah masuk ke dalamnya, terlihat sebuah ruang santai yang menyatu dengan kamat tidur. Dia mengisyaratkanku untuk duduk di sofa, dan setelah kami nyaman dengan posisi duduk yang berseberangan, diapun mulai menanyakan maksudku mengajaknya bicara.

"Ada apa, Tyler? Apa kamu punya berita baru, atau mungkin pekerjaan baru yang ditawarkan pada kita?" tanyanya.

"Tidak. Berita yang kubawa tidak bisa dibilang bagus, Daryl. Malah, berita ini bisa jadi sangat buruk." jawabku.

Dia mengangguk. "Katakanlah. Jadi, ada masalah apa?"

"Sepertinya ada orang yang sudah mengendus kita. Aku tidak tau siapa, tapi dia sangat dekat. Bahkan, semalam dia bisa menangkapku."

Daryl terlihat terkejut atas pernyataanku. "Bagaimana bisa? Ceritakan semuanya padaku."

Kuceritakan semua hal yang aku alami semalam pada Daryl. Ceritanya kulengkapi dengan semua detil yang ada. Setelah aku selesai bercerita, Daryl menatap jauh ke jendela yang ada di belakangku, lalu menghela napasnya.

"Dia sepertinya sudah mengetahui tempat ini, dan dia mengincarmu karena kamu salah satu dari beberapa orang yang tidak tinggal tetap di markas. Kamu benar, ini bukan hal yang bagus." Ujar Daryl.

"Karena itulah. Kurasa sebaiknya kita tidak bertindak gegabah. Semakin sering kita melakukan tindakan yang mencurigakan, maka semakin mudah mereka melacak kita." Sahutku.

"Kamu adalah wakilku, Tyler. Aku tentu harus memercayai penilaianmu tentang hal itu. Apalagi karena kamu sudah bertemu langsung dengan siapa yang mengincar kita, meskipun kau tidak tau bagaimana wajahnya. Tapi kau tau sendiri semua orang yang tersisa merasa kesal akan keadaan kita sekarang yang tidak seperti dulu. Keinginan mereka untuk membunuh besar, dan mereka pasti akan marah kalau kita menolak misi yang kita dapatkan."

"Aku tidak bilang kalau kita harus sepenuhnya menghentikan tindakan kita. Aku hanya bilang kalau kita tidak boleh bertindak secara gegabah."

"Ya, memang. Tapi salah satu bagian dari tidak bertindak secara gegabah itu adalah dengan memilah misi mana yang harus kita ambil dan mana yang harus kita tolak. Kita tidak bisa mengulangi kesalahan seperti kasus The Fancy Trio itu."

"Kurasa kau ada benarnya juga."

"Sebaiknya kita tidak mengirimmu atau petinggi lainnya dalam waktu dekat. Dan kamu juga tidak perlu terlalu sering datang ke sini, agar tidak ada kecurigaan."

Aku mengangguk. "Mengerti. Aku tidak akan bertindak macam - macam untuk sementara waktu."

"Baguslah. Kau harus lebih hati - hati, Tyler. Kalau aku kehilangan kau, maka aku akan kehilangan wakilku. Di sini tidak ada orang lain yang bisa kupercayai untuk mendampingiku selain kau. Aku tidak akan bisa menyerahkan posisi wakil dengan mudah jika aku tidak memercayai orang tersebut."

Aku tersenyum. Daryl juga tersenyum padaku. Sesaat, aku melupakan siapa dia. Aku tidak tau apakah dia serius akan apa yang dikatakannya, walau dari nadanya kurasa dia tidak sedang bercanda. Kurasa ini juga adalah sebuah pertanda bagus untukku.

"Aku merasa terhormat karena kau percaya padaku, Daryl. Tapi tenang saja, apapun yang terjadi, aku tidak akan mengatakan apapun pada mereka. Mereka tidak akan bisa membuatku bicara."

Daryl kembali tersenyum. "Karena itulah aku percaya padamu, Tyler."

"Lalu, apakah ada misi baru yang harus dibahas?"

"Ada sebuah misi pengamanan yang diberikan oleh salah satu kolega kita. Dia hanya minta beberapa dari kita untuk berjaga di dekat rumahnya selama beberapa waktu, karena dia merasa diincar. Haruskah kita sepakati yang satu itu?"

"Kurasa itu bukan misi yang berbahaya. Sebaiknya kita ambil, terutama kalau pembayarannya bisa membantu kita."

"Ya, pembayarannya cukup membantu. Tapi ada satu hal yang sepertinya cukup beresiko."

"Apa itu?"

"Rumah kolega kita ini kebetulan masih satu area dengan rumah lawannya. Dan berdasarkan penelusuran informan kita, rumah lawan juga dijaga oleh beberapa orang. Jadi, akan sangat berbahaya kalau sampai mereka menemukan kita."

"Siapa yang mengawal pihak lawan?"

"Tidak dapat dipastikan, tapi kemungkinan besar berasal dari kaum putih."

Aku mengangguk. "Baiklah. Kita harus susun kelompok yang sesuai, sehingga mereka bisa menyelinap dengan baik dari pengawasan lawan."

"Ya, aku akan ajukan beberapa nama nantinya. Lalu, kita juga harus mengirim surat ultimatum pada lawan nanti. Aku rasa kita berdua yang harus kirimkan itu nantinya."

"Baiklah ... kita harus berhati - hati nantinya. Mengirim ultimatum bukanlah tindakan yang mudah."

"Oke, kurasa sudah disepakati. Jadi, lebih baik kita ke bawah sekarang agar rapat bisa segera dimulai."

Aku mengangguk. Kami berdua langsung saja berdiri dan menuju ke lantai bawah untuk segera memulai diskusi rutin kami.

Aku dan Daryl duduk bersebelahan di salah satu sisi meja, dan sekitar dua puluh pria mengelilingi meja untuk mengikuti rapat ini. Setelah semuanya terkumpul, Daryl langsung saja membuka rapatnya.

Mungkin kini kalian sudah menyadari bahwa aku berbohong pada si pria berjubah semalam. Aku tau apa yang aku lakukan itu salah, dan aku adalah seseorang yang menjunjung tinggi nilai kebenaran. Tapi aku melakukannya karena aku harus. Bukannya aku ingin melindungi diriku sendiri, aku hanya ingin mengakhiri semua ini dengan cara yang aku pilih, tidak dengan cara yang orang lain inginkan.

Sebaiknya aku jelaskan saja yang sebenarnya aku lakukan disini, agar semuanya jadi sedikit lebih jelas. Walau aku tidak akan memberi tau semuanya secara mendetil, tapi setidaknya kalian akan mendapatkan gambaran yang cukup jelas.

Dimana sekarang aku berada? Sebuah rumah terlantar yang bahkan tidak terurus atau dilirik oleh siapapun di sekitar sini. Dan rumah ini sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah markas. Rumah ini dihubungkan dengan markas bawah tanah, yang dimana para anggota kelompok kami tinggal di sana. Sementara itu rumah ini digunakan untuk melaksanakan pertemuan rutin atau berkumpul, serta ruang pribadi milik ketua.

Kelompok apakah yang bermarkas di rumah terlantar ini? Seperti yang bisa kalian duga, rumah ini sudah jadi bagian dari markas milik Slayer Knights. Mereka sudah menggunakan rumah ini sebagai markas semenjak tahun lalu.

Lalu, siapakah sebenarnya Slayer Knights ini? Ceritanya cukup panjang kalau mau dibahas semuanya. Yang pasti, Slayer Knights adalah kelompok yang sebenarnya berasal dari sebuah kelompok yang lebih besar lagi. Tapi karena kelompok inti mengalami kehancuran pada akhir 2018 lalu, Slayer Knights berusaha melarikan diri, berdasarkan perintah kelompok inti. Hanya sekitar 500 orang yang bisa kabur, sisanya tewas, terutama dalam pertarungan akhir. Setelah itu, mereka menyebar dan salah satu dari mereka menemukan tempat ini. Sejak itulah kami menetapkannya sebagai markas.

Slayer Knights sendiri merupakan sebuah kelompok pembunuh bayaran. Ya, kalau mau dibilang, aku adalah seorang pembunuh bayaran. Tapi kelompok ini bukan hanya kumpulan pembunuh bayaran semata. Semua tidakan yang dilakukan setiap orangnya sangat terorganisir, dan jarang membuat kesalahan. Dan pekerjaan yang kami lakukan bukan hanya menghabisi lawan, tapi terkadang kami juga melindungi kilen agar tidak terjadi apa - apa, atau menyampaikan beberapa "pesan" pada lawan.

Tapi kelompok ini sudah jauh melemah jika dibandingkan dengan saat aku baru saja bergabung dulu. Anggotanya sudah jauh berkurang, begitu juga dengan peralatan yang kami punya. Klien kami, yang rata - rata banyak melakukan tindakan ilegal satu persatu mulai tertangkap. Hal itu jelas membuat sulit posisi kami, bahkan seseorang sudah bisa mengendus keberadaanku dan menangkapku. Posisi kelompok ini bisa dibilang sedang dalam bahaya yang cukup besar.

Dan terakhir, siapakah Daryl yang kuajak bicara tadi? Itu mudah untuk dijawab. Dia adalah ketua dari Slayer Knights. Aku sendiri adalah wakil ketuanya. Daryl lebih dikenal dengan sebutan Little Demos, atau Mr. Demos. Julukanku sendiri adalah Mr. Blaze. Karena itulah aku langsung mengajak Daryl bicara, dia harus tau atas apa yang terjadi padaku, dan resikonya terhadap kelompok.

Ya, aku sudah berbohong pada seorang penyidik misterius yang berniat untuk mencari tau tentang kelompok ini. Tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan mengunci bibirku sampai kapanpun. Setidaknya sampai apa yang aku inginkan tercapai.

Rapat berlangsung dengan tertib, dan para peserta rapat memandang aku dan Daryl dengan berbagai macam ekspresi. Tapi semuanya tetap setuju atas kesepakatan yang dibuat. Mereka masih saja berpikiran kalau antara aku dan Daryl tidak pernah ada kata akur, tapi mereka berpikir kalau kami sama - sama memendam ego kami agar tidak terjadi kerusuhan.

Aku tidak mengerti kenapa mereka berpikir kalau ada perang dingin antara aku dan Daryl. Kami mungkin kadang tidak sepakat dalam beberapa hal, tapi tidak pernah ada perkelahian yang pecah di antara kami. Entahlah, aku tidak tau kenapa mereka berpikiran begitu.

Padahal antara aku dan Daryl sebenarnya cukup dekat. Sejak pertama kali aku bergabung dengan Slayer Knights, aku memiliki hubungan yang baik dengan semua orang termasuk Daryl. Bahkan saat ayahnya Daryl –yang merupakan ketua dari kelompok inti yang merupakan pembentuk dari Slayer Knigths– menunjukku sebagai wakil dari kelompok ini, Daryl menerimanya dengan sepenuh hati. Dia malah senang karena aku yang jadi wakilnya.

Daryl selalu bilang kalau aku adalah orang yang bisa dipercaya. Dan aku memang selalu berusaha agar bisa dipercaya oleh orang lain. Daryl sendiri bukan orang yang mudah percaya pada orang lain, seperti ayahnya, dan menjadi salah satu orang kepercayaannya tentu saja suatu penghargaan besar bagiku.

Di antara semua orang, tidak ada yang memanggil Daryl dengan namanya. Mereka memanggilnya dengan julukannya. Tapi Daryl secara khusus memintaku untuk memanggil namanya jika itu antara aku dan dia. Mungkin itu salah satu tanda bahwa dia memercayaiku.

Dan pada akhirnya, rapat berakhir. Aku baru saja ingin pulang saat aku merasakan bahwa bahuku disentuh oleh seseorang. Saat menoleh, rupanya yang ada di belakangku adalah Daryl.

"Apa kau ada ide siapa yang berusaha melacak kita? Dan orang yang menangkapmu?" tanya Daryl.

"Tidak, aku tidak tau siapa. Tapi siapapun itu, sepertinya mereka adalah profesional, karena mereka bisa menutupi jejaknya dengan baik." Jawabku.

"Begitu? Aku jadi berpikir ... apa mungkin bahwa salah satu dari agen itu sedang mengincar kita?"

"Kalau memang ya, maka mereka mengirimkan orang yang berbeda dari yang sudah kita lihat. Itu mungkin akan menyusahkan kita. Tapi mungkin saja, mengingat tempat dimana mereka menahanku sangat ... formal?"

"Baiklah, itu bisa jadi dugaan sementara. Jadi, kau akan pergi sekarang?"

"Ya, kalau tidak ada hal lain yang harus diurus, maka aku akan pergi sekarang."

"Baiklah. Aku tidak akan menahanmu lebih lama lagi. Berhati - hatilah, siapa tau mereka akan menangkapmu lagi nanti."

"Tentu saja, Daryl. Aku tidak akan membiarkan diriku tertangkap lagi."

"Kuharap begitu. Sampai jumpa, Tyler."

"Sampai jumpa, Daryl."

Aku langsung saja meninggalkan rumah tersebut, dan di dalam kepalaku muncul berbagai pertanyaan. Siapa yang sebenarnya menangkapku saat itu? Dan apa yang sebenarnya dia inginkan?

~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top