Chapter 2 : I Am (Actually) A Good Person

Pagi datang dengan cepat, untungnya aku bisa bangun saat mendengar suara alaram. Setelahnya, aku melakukan rutinitas pagi seperti orang pada umumnya.

Jam menunjukkan pukul tujuh pagi saat aku sudah selesai menyiapkan diri. Kucek sekali lagi isi tasku, dan setelah aku yakin bahwa tidak ada barang yang terlupa, akupun langsung saja berangkat menuju kampus.

Ah, sepertinya kejadian tadi malam membuatku lupa untuk menyebutkan siapa namaku. Baiklah, kini akan kujelaskan sedikit siapa aku, dan mungkin latar belakangku.

Namaku Tyler Storm, atau biasa dipanggil Tyler oleh teman - temanku. Kini aku berada di semester ketujuh dalam studiku di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Aku hanya tinggal menyelesaikan beberapa kelas terakhirku sebelum aku bisa melakukan praktek lapangan dan memulai skripsiku. Pokoknya aku ada di semester yang cukup krusial.

Seperti hari ini, aku memiliki sebuah kelas pagi dan beberapa kelas nanti siang. Selain itu, sekarang sudah bulan April, yang merupakan saatnya ujian tengah semester. Tentu saja aku menginginkan nilai yang bagus sebagaimana mahasiswa pada normalnya.

Mungkin cukup itu dulu untuk latar belakangku. Karena kini aku harus memasuki kelas, dan memulai hariku seperti biasanya.

Apa yang terjadi kemarin malam mungkin membuat kalian bertanya masalah macam apa yang melilitku saat ini. Tentang yang satu itu, lebih baik kita simpan saja dulu ceritanya untuk saat yang lebih cocok.

Aku melangkah masuk ke dalam kelas. Di sana sudah ada beberapa mahasiswa yang duduk di set meja dan kursi yang tersedia. Posisi favoritku berada di tengah kelas, dan aku langsung saja mengambil posisi di sebelah seorang pemuda yang tengah menguap.

Orang yang duduk di sebelahku itu memiliki rambut berwarna cokelat dan iris mata berwarna biru. Kulitnya sendiri sebenarnya seputih susu, tapi karena paparan cahaya matahari dari kota Inkuria, kini bisa terlihat warna kecoklatan di lengannya yang agak berbeda dari warna kulit aslinya. Tubuhnya sendiri setinggi 175 sentimeter. Hidungnya mancung, dan wajahnya ditumbuhi jenggot dan kumis tipis.

Pemuda itu bernama Brian Shea. Dia salah satu teman dekatku di perkuliahan, walaupun Brian sangat suka berkeliaran ke manapun dan berteman dengan siapa saja. Pembawaannya yang menarik dan sifatnya yang menyenangkan membuatnya disukai oleh banyak orang. Para laki - laki menganggapnya teman yang seru karena dia sangat suka olahraga dan game, dan para perempuan banyak yang jatuh hati karena tutur katanya yang menyenangkan serta penampilannya yang menawan. Darah Irlandia yang ada di tubuhnya tidak menjadi permasalahan baginya untuk berbaur dengan semua orang di sekitarnya.

Sebagai mahasiswa sendiri, dia merupakan seseorang yang cukup aktif, dan kemampuan akademiknya cukup bagus. Dia juga lancar berbahasa Indonesia, yang merupakan satu hal yang cukup mengejutkan ketika pertama kali aku mengenalnya, meski kadang aku masih bisa mendengar aksen Irlandia miliknya yang khas. Bisa dibilang dia sebagaimana mahasiswa pada normalnya.

Walau dia jelas terlihat jauh lebih menarik di mata orang lain karena karakteristik orang Eropa yang dia miliki. Tinggi badanku yang hanya 165 centimeter, rambutku yang memiliki sedikit poni dan postur tubuhku yang langsing jelas kalah saing dengan tubuhnya yang berisi dan semua detil yang mengagumkan itu. Susah rasanya untuk tidak menoleh karena penampilannya itu. Brian juga tipe orang yang tidak keberatan jika jadi pusat perhatian. Dia malah menikmati jika dirinya diperhatikan, dan kadang menggodaku sedikit tentang itu.

Saat aku duduk di sebelahnya, Brian sedang menelungkupkan wajahnya ke meja. Dia menyadari kehadiranku dan langsung menoleh. Bisa kulihat kantong mata di bawah matanya yang agak memerah, dan akupun tersenyum padanya. Dia membalasnya dengan sebuah senyuman tipis.

"Good morning, Brian. How's it going?" tanyaku.

Brian terkekeh. "Morning, Mr. Storm. Menurutmu bagaimana? Apa aku terlihat baik?" sahut Brian.

"Kurasa tidak. Sepertinya kamu tidak tidur semalaman."

"Damn right. Tadi malam aku baru saja menyelesaikan paper untuk kelas Sosiolinguistik. My God, it's a lot of words to write ..."

Aku terkekeh. "Dan kamu baru mengerjakannya tadi malam?"

"I fockin' forgot it. Aku terlalu fokus untuk mengerjakan tugas presentasi sampai aku lupa dengan yang satu itu."

Aku tersenyum. Aku sering dengar kalau orang Irlandia terkenal dengan mulut yang agak kasar dan kebiasaan minum mereka, tapi aku suka mendengarkan saat sekekali Brian menyelipkan makian dalam perkataannya. Aksennya akan terdengar lebih kental, dan cukup menyenangkan untuk didengar. Walau terkadang kalau dia sedang kesal, omelannya terdengar agak susah untuk dicerna.

"Dan itu membuatmu tidak tidur semalaman?"

"Hampir. Aku sempat memejamkan mataku saat jam 4 tadi. Kalau saja kelas hari ini tidak begitu penting, mungkin aku akan bolos."

"Kau bisa curi waktu untuk tidur siang kalau mau, kan?"

"Kau lupa? Hari ini kita ada pertemuan klub teater. Mana bisa aku menyempatkan diri untuk tidur siang."

"Tapi kan tidak masalah kalau kau telat sedikit. Itupun kalau kau mau ...."

"Hm, entahlah. Kita lihat saja nanti." sahut Brian, lalu menelungkupkan lagi wajahnya.

Aku membiarkan Brian untuk memejamkan matanya sejenak sebelum kelas di mulai. Untuk membunuh waktu, akupun mengambil tasku dan mengeluarkan sebuah buku. Kubuka halaman terakhir yang kubaca, lalu kulanjutkan sementara menunggu dosen datang.

Hari berlangsung dengan cepat. Presentasi, mengumpul paper dan ujian dadakan datang di hari yang sama. Cukup melelahkan untuk satu hari, tapi setidaknya ini sudah hari Kamis, jadi sebentar lagi akhir pekan akan datang. Setidaknya aku tau bahwa tugas untuk minggu ini sudah selesai.

Tapi hari ini belum berakhir, karena pada sore hari ada pertemuan mingguan klub teater. Pertemuannya biasa diadakan pada pukul empat sore, tapi aku selalu datang sejam lebih awal ke gazebo yang biasa kami gunakan. Karena setelah jam tiga, aku sudah selesai dengan kelas - kelasku, selain itu juga kalau kesorean lapangan hijau kampus akan jadi sangat ramai, jadi lebih baik aku ke sana lebih dahulu. Biasanya aku menghabiskan waktu untuk membaca buku atau memainkan ponselku, tergantung yang mana yang aku inginkan saat itu.

Seperti hari ini, aku berjalan menuju ke tempat pertemuan kami. Brian mencegatku di tengah jalan, dan kami menuju ke sana bersama. Aku mengeluarkan bukuku, dan Brian menguap saat dia sudah duduk di sebelahku.

"Ya ampun, aku masih penasaran bagaimana caranya aku bisa bertahan tanpa tertidur hari ini. Terutama saat presentasi tadi." ujar Brian.

"Kau harus tidur cepat hari ini." sahutku, kemudian melirik Brian dari balik bukuku.

"That's my plan. Kuharap aku tidak memutuskan untuk bermain game atau apalah nanti malam. Walau sebenarnya tidak masalah, karena besok kelasku agak siang."

"Hm, kurasa kau mungkin akan bermain game nanti malam."

"Setidaknya aku tidak sepertimu yang baca buku terus. Dasar bookworm."

"Apa salahnya?"

"Nothing wrong, but ... Karena kamu cowo ya agak tidak biasa."

Aku kembali ke bacaannku, kemudian aku bisa mendengar suara langkah kaki pelan. Saat aku menoleh, bisa kulihat bahwa mata Brian ditutupi oleh sepasang tangan. Saat aku melihat siapa pemilik tangan itu, akupun berusaha menahan kekehanku.

"Guess who?" ujar seseorang yang ada di belakang Brian.

Brian terkekeh. "Of course this is me four - eyed chocolate ... get your fockin' hands off my face, Rila!" ujar Brian, lalu menjauhkan tangan Rila dari wajahnya.

Rila tertawa, lalu memeluk Brian dari belakang. Hal itu membuat Brian juga ikut tertawa.

Rila sendiri adalah seorang perempuan berpenampilan nyentrik yang sangat tomboi. Walau begitu, dia merupakan orang yang cukup menyenangkan. Dia adalah adik tingkatku, dan kini dia masih berada di semester lima. Rila bukan tipe orang yang sangat populer, tapi susah rasanya untuk tidak menyadari kehadirannya di sekitarmu.

"Can I lend your lap, Rila? I really need a pillow right now ..." ujar Brian.

Rila mengerutkan alisnya. "Why?" tanya Rila.

"Cause I'm staying up late, and I want to take some nap."

"No ... I don't want to."

"Please?"

Rila tidak menjawab, melainkan memilih untuk duduk di bagian belakang gazebo setelah melepaskan sepatunya. Dia menghela napas, kemudian menatap Brian.

"Alright then. Come here, you sleepyhead."

Brian langsung saja merebahkan tubuhnya, dan menekuk lututnya agar cukup dengan ruang di gazebo yang tidak terlalu luas. Kepalanya diletakkan di pangkuan Rila. Saat Brian menatap wajah Rila sejenak, dia terkekeh. Rila yang gemas langsung saja meremas rambut Brian.

"Kamu ngapain aja tadi malam, sampai - sampai tidur telat, Bri?" tanya Rila.

"Papers. With handwrite. Gara - gara tugas presentasi aku sampai lupa kalau hari ini aku juga harus kumpul paper." jawab Brian.

"Kukira kamu main game."

"You know that I don't."

Rila terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Yeah, I remember now. I should know."

"Gimana dengan Ray?"

"Baik - baik aja kok. Ada apa?"

"Kamu sekarang lebih sering sama dia. I miss when we used to hang out more often."

"Ya mau gimana lagi? Dia kan pacarku. Tapi aku nggak sesering itu kok sama Ray. Kita kan masih sering main game online bareng, dan aku juga meluangkan waktu untuk diriku sendiri."

"How about we hang out together tomorrow?"

"Boleh juga. Kebetulan Ray besok juga mau pergi sama teman - temannya. Ngapain?"

"Entahlah, kita lihat aja nanti mau ngapain."

Rila terkekeh. "Oke, kalau gitu kamu tidur aja dulu. Katanya tadi ngantuk?"

"Don't forget to wake me up."

"Hm, no promise ...."

"Don't ye fockin' dare ...."

"Just kidding." sahut Rila, lalu terkekeh.

Brian memejamkan matanya, dan Rila mengusap kepalanya. Setelah dirasa kalau Brian tertidur, Rila mengeluarkan buku dari tasnya.

Mereka berdua memang sangat akrab, bahkan banyak orang yang salah kaprah akan hubungan keduanya. Brian memang menganggap Rila seperti adiknya sendiri, begitu pula dengan Rila yang menganggap Brian seperti kakaknya. Tapi hubungan mereka tidak lebih dari itu. Walau kedekatan keduanya tetap membuat orang salah paham. Keduanya terlihat seperti sepasang kekasih, padahal Rila sudah punya pacar.

Hal itu juga membuat banyak orang sakit hati. Bisa dibilang mereka berdua adalah magnet dari klub teater, dan pada awal semester akan ada banyak orang yang berminat ikut. Tapi seleksi alam di klub membuat mereka menghilang satu demi satu, terutama yang masuk teater karena mereka berdua. Bahkan untuk angkatan yang paling muda hanya tersisa tujuh orang. Tapi itu bukan masalah, karena kami tidak mementingkan berapa banyak anggota klub, tapi yang lebih penting adalah siapa yang serius bergabung ke dalam klub.

Tapi tetap saja, Rila dan Brian terlihat seperti pasangan yang menarik. Hanya saja banyak yang tidak tau kalau mereka hanya sebatas kakak - adik yang terlalu lengket. Brian sendiri pernah bilang kalau dia dan Rila sempat berada di satu sekolah, dan dari situlah kedekatan mereka berlangsung.

Tak lama kemudian, dua orang datang. Mereka adalah Anthony dan Kayla, yang seangkatan dengan Rila. Keduanya mengucapkan hai, lalu melirik pada Brian yan tertidur di pangkuan Rila.

"Ya ampun, kak Bri enak banget tidurnya." komentar Kayla.

"Gimana gak enak coba, dia kemaren begadang ngerjakan tugas." Sahut Rila.

"Apalagi di pangkuan Rila gitu, gimana gak enak coba?" Ujar Anthony.

"Biarin ajalah. Walau yang kayak gini bikin aku gak tega buat bangunin dia."

"Tapi kamu begini apa Ray gak cemburu? Banyak yang ngira kalian pacaran loh."

"Ah, sudah biasa. Aku sudah sering dituduh pacaran sama kak Bri dari zaman sekolah. Nggak, Ray nggak cemburu kok. Aku sudah jelaskan semuanya ke dia. Ray tau kalau Brian itu nganggap aku kayak adiknya, dan Brian itu sosok kakak buatku. Jadi, gak ada masalah kok."

"Kamu sendiri pernah kayak gini juga gak sama Ray?" tanya Kayla.

"Apa? Ngebiarin Ray tidur di pangkuanku? Sudah sering kok."

Setelah semua orang terkumpul, kamipun langsung saja melaksanakan pertemuan kami. Rila menggeser dirinya dengan perlahan agar Brian tidak terbangun, dan setelah selesai latihan rutin kami, dia membangunkannya. Dan hari ini selesai dengan baik.

Mungkin hari ini sudah selesai. Tapi bagiku, masih ada yang harus aku lakukan setelah ini. Urusan yang orang lain tidak perlu tau apa itu.

Kehidupan punya berbagai sisi. Dan aku adalah orang yang hidup dengan dua sisi yang berlawanan. Kalian akan paham setelah aku jelaskan semuanya.

~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top