3

Sama seperti hari kemarin, Qila masih merasa tidak menyangka dengan statusnya yang sudah berubah. Sebelumnya, dia akan menikmati waktu bersama Adnan di atas kasur, tetapi hari ini dia memutuskan untuk menjadi seorang istri yang sebenarnya.

Dengan hati-hati Qila menjauhkan tangan Adnan yang melingkar di tubuhnya. Setelah berhasil lepas, Qila langsung bangun dari tidurnya dan mengikat rambut panjangnya bersiap untuk turun ke lantai dasar.

Saat turun, Qila melihat beberapa pekerja tengah sibuk di dapur dan perempuan itu mendekati mereka. "Pagi," sapa Qila dengan senyum ramahnya dan para pekerja itu membalas ucapan Qila.

"Pagi, Bu."

Mendengar sebutan 'ibu' untuknya membuat Qila memasang wajah masam. "Ih, jangan manggil Ibu dong. Aku nggak setua itu."

Para pekerja tertawa kecil menanggapi ucapan Qila. "Iya, maaf, Bu. Eh maksud saya, Mbak."

"Nah, gitu dong. Panggil Mbak aja. Jangan Ibu."

Setelah percakapan yang singkat, pandangan Qila beralih menatap beberapa makanan yang sudah tersaji di atas meja makan. "Loh, udah ada sarapan ternyata?" ucap perempuan itu dengan sedikit terkejut.

Sebenarnya dia yang ingin memasak, tetapi sudah didahului oleh para pekerja di rumahnya. Tatapan perempuan itu kemudian beralih menatap dapur. "Ada yang perlu aku kerjain nggak?" tanyanya dan para pekerja langsung menggelengkan kepala.

"Nggak ada, Mbak. Semua sudah selesai kok."

"Yah, aku nggak bantu apa-apa dong." Qila menyesali keterlambatannya untuk membantu di dapur. "Ya udah deh, aku balik ke kamar dulu ya. Mau bantuin Mas Adnan sekalian mau mandi."

"Iya, Mbak. Silakan."

Qila kembali naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Saat masuk, dia melihat Adnan sudah bangun dan asyik dengan tablet di tangannya.

Setelah menyadari kehadiran istrinya, Adnan langsung mematikan alat elektronik itu dan memanggil Qila untuk mendekat ke arahnya. "Sini Qil, duduk di samping saya."

Qila berjalan mendekat ke arah suaminya dan Adnan langsung memeluknya dari samping. "Kamu darimana aja? Kenapa tiba-tiba ngilang?"

"Aku ke dapur, mau bikinin kamu sarapan. Eh ternyata udah dikerjain sama pembantu kamu."

Wajah cemberut Qila membuat Adnan tersenyum. Dia tidak menyangka jika istrinya itu mau mengurus keperluannya, selayak tugas istri yg sebenarnya.

"Udah, jangan ngambek gitu. Nanti saya kasih tau mereka biar kamu bisa masakin sarapan buat saya ya."

Wajah Qila menoleh menatap Adnan yang terus memperhatikannya. Sebelum menjawab, Qila menghela napas pelan seakan ada sesuatu yang mengganjal di benaknya.

"Kenapa? Ada masalah?" tanya Adnan dengan sedikit penasaran.

"Hmm, gimana ya ngomongnya," ucap Qila ragu yang malah membuat Adnan semakin penasaran.

"Ngomong aja Qil, apapun masalahnya."

"Sebenernya aku sedikit insecure sama skill masak aku, soalnya tadi aku liat di meja makan, sarapan yang dimasak pada enak-enak semua."

Adnan tertawa kecil menanggapi ucapan istrinya, dia tidak menyangka jika Qila bisa merasa kecil hati hanya karena alasan sepele. "Kamu nggak usah kebanyakan mikir gitu, Qil. Lagian sarapannya belum kamu coba kan?"

Pertanyaan Adnan membuat Qila menganggukkan kepalanya. Dia memang belum mencoba makanan tersebut. Namun, menurutnya pasti makanan-makanan itu sangat enak.

"Nah, kamu aja belum coba gimana bisa ngasih pendapat? Ya udah, sekarang kita turun ke bawah. Kita cobain masakan mereka."

Qila menerima ajakan Adnan untuk turun bersamanya dan sesampai di ruang makan, keduanya langsung duduk dan bersiap untuk makan.

Sedikit terkejut dengan sikap pembantu Adnan yang langsung menyajikan makanan untuknya, Qila terdiam sembari melirik sang suami dan langsung mengangkat dahinya seakan menyuruh Qila mencoba makanan yang dihidangkan.

Perlahan, makanan tersebut masuk ke dalam mulut Qila dan terkejutnya dia saat merasakan makanan yang belum pernah dia coba itu. Rasanya begitu sangat enak dan Qila terus menerus memakannya.

"Enak ya?" tanya Adnan dan Qila langsung mengangguk pelan. "Saya bayar mereka untuk ngurus semuanya, jadi kamu nggak perlu repot buat bikin makanan untuk saya. Tapi, kalau kamu mau masak, silakan."

Qila mengangguk pelan dengan mulut penuh makanan. Dia harus menikmati semua sajian yang pembantunya buat karena begitu sayang jika tidak dihabiskan.

Dalam kurang dari setengah jam, perut Qila berhasil penuh dengan makanan yang lezat. Melihat wajah puas sang istri, Adnan terlihat begitu bahagia. "Udah kenyang?" tanya pria itu dan Qila menganggukkan kepalanya dengan cepat.

Saat Adnan ingin kembali berucap tiba-tiba ponselnya berbunyi dan pria itu langsung mengangkatnya. "Iya, halo."

Qila bisa mendengar semua percakapan sang suami dengan seseorang di seberang sana. Perasaan Qila sedikit campur aduk karena akan ditinggal kembali oleh sang suami untuk pergi bekerja.

"Saya harus ke kantor, Qil," ucap Adnan setelah berbincang lewat ponsel cukup lama.

"Iya, Mas," jawab Qila dengan senyum kaku di wajahnya. Dia tidak ingin ditinggal oleh Adnan, tetapi dia juga tau tanggung jawab suaminya itu.

"Qil, kamu nggak pa-pa kan?" tanya Adnan sembari mengelus pelan bahu sang istri.

"Nggak pa-pa kok, Mas," jawab Qila dengan berusaha terlihat baik-baik saja, tetapi Adnan mengetahui sikap istrinya itu yang berubah.

"Sebenernya saya juga nggak mau ninggalin kamu, Qil. Tapi, perusahaan lagi ada masalah jadinya saya harus ngurus semuanya," jelas Adnan yang langsung membuat Qila menganggukkan kepalanya.

"Iya, aku tau kok, Mas. Maaf ya aku egois. Aku cuman belum biasa aja kalau ditinggal sendirian."

Wajah Qila tertunduk sedih saat mengungkapkan perasaannya. Sejak neneknya tiada, Qila terus merasa kesepian dan Adnan yang selalu berada di sisinya, mengisi kekosongan tersebut.

Perlahan tangan Adnan berpindah ke kepala Qila dan mengelusnya dengan pelan. "Saya paham kok, nanti setelah semua urusan selesai saya akan terus menemani kamu."

"Iya, Mas. Makasih ya."

Setelah Adnan dan Qila 'sah' menikah, beberapa pesaing pria itu mencoba untuk menghancurkan perusahaan milik Adnan dengan berbagai cara. Hal itulah yang membuat Adnan lebih protektif kepada istrinya karena pesaingnya tau betul apa yang menjadi titik lemah pria itu.

Sebuah dasi kini terpasang di leher Adnan setelah Qila memasangkannya. Butuh perjuangan yang panjang untuk perempuan itu dapat memasangkannya dengan rapi. "Udah bagus kan, Mas?" tanya Qila dan Adnan mengangguk pelan.

Di depan sepasang suami itu ada sebuah cermin besar yang memantulkan sosok mereka. Melihat hal itu, Adnan tidak bisa menahan diri untuk memotret dirinya dengan sang istri.

Saat tengah memotret diam-diam, Adnan lupa mematikan blitz ponselnya dan membuat sang istri terkejut. "Ih, kenapa pake foto-foto segala sih!" bentak Qila yang membuat Adnan merasa bersalah.

"Nggak boleh ya?"

Qila dengan cepat sadar akan tindakannya, dia tidak seharusnya membentang Adnan hanya karena memotretnya diam-diam. "Eh, nggak gitu maksud aku, Mas."

"Jadi maksud kamu gimana?"

"Hmm, kalau mau foto bilang aja. Biar aku bisa cari gayanya."

Adnan tersenyum kecil mendengar ucapan istrinya. Pria itu kemudian mengajak sang istri untuk foto bersamanya.

Lucu banget sih istri saya.

***

Jumkat : 1048

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top