19
Teriakan keras terdengar di telinga Adnan yang langsung mengerutkan dahinya, bingung dengan apa yang terjadi. Perlahan matanya terbuka walau rasanya begitu berat. Namun, matanya membelalak saat menyadari jika Qila tidak ada di sisinya.
"Qila," bisiknya pelan sebelum menyibak selimut yang menutupi sebagian tubuhnya dan bangun dari kasur.
Dengan langkah tergesa Adnan mencari Qila ke berbagai ruangan di kamarnya. Namun sayang, perempuan itu tak kunjung dia temukan.
Satu teriakan kencang kembali terdengar dan Adnan yakin suara itu berasal dari istrinya.
Tanpa berpikir panjang, Adnan keluar dari kamarnya dan mencari sumber suara yang sebelumnya dia dengar.
Sesampai di depan pagar lantai dua. Matanya menjelajah, memperhatikan setiap detail lantai satu yang terlihat sepi.
Merasa ada yang tidak beres, Adnan langsung turun dan mencari setidaknya satu orang untuk menanyakan keberadaan Qila.
Langkah kakinya melambat saat sampai di taman belakang rumahnya. Dari kejauhan dia bisa melihat sosok sang istri tengah berenang bersama Rina yang memeganginya.
Setelah tubuhnya berdiri tepat di sisi kolam renang, Qila yang sebelumnya sibuk bermain air langsung terdiam sejenak dengan kepala yang mendongak menatap Adnan.
"Pagi Mas," ucapnya tanpa merasa bersalah dan Adnan hanya dapat menghela napas lega, melihat sang istri baik-baik saja.
Cukup lama Adnan terdiam sembari memperhatikan Qila yang begitu asyik berenang. Dia tidak menyadari jika banyak pasang mata yang memperhatikan sejak tadi, mereka adalah pegawai yang bekerja di rumah Adnan.
Setelah satu jam berenang, Rina membantu Qila naik ke atas karena napasnya sudah tidak karuan. Saat itu, Adnan terkejut dengan apa yang istrinya gunakan.
"Astaga, Qil. Kenapa kamu nggak pake baju!" tegur Adnan dengan sedikit keras.
Qila saat ini hanya menggunakan bra dengan celana pendek ketat yang menutupi bagian bawahnya. Perutnya yang sudah bulat sempurna terlihat dengan jelas.
"Ih, apaan sih, Mas. Kalau pake baju susah tau, berenangnya," balas Qila dengan bibir cemberut.
Kaki perempuan itu masih asyik memainkan air yang sengaja dia tenggelamkan sampai ke betis.
"Kamu-kan bisa pakai baju renang," ucap Adnan dengan sedikit lembut, tidak seperti sebelumnya karena dia takut Qila akan marah padanya.
"Aku kan nggak punya, lagian di sini nggak ada cowok kok selain kamu."
"Kenapa nggak bilang sayang? Kita bisa beli sekarang kalau kamu mau."
Mata Qila berbinar saat mendengar ucapan Adnan. Dia memang tengah bosan dan suaminya mengajaknya pergi. "Ayo, kita beli baju renang!"
Tanpa mendengar balasan Adnan, Qila bangkit dari tempat duduknya dan pergi masuk ke dalam rumah, dibantu oleh Rina dan Sela.
Saat itu, Adnan meruntuki dirinya sendiri karena berbicara tanpa berpikir terlebih dahulu. Dia memang ingin mengajak Qila, tetapi tidak sekarang.
"Sayang, ayo buruan!" teriak Qila yang membuat Adnan membalik tubuhnya sempurna. Dia bisa melihat sosok sang istri yang tengah berjalan menuju lift.
Memasuki bulan ke enam, Qila terus menerus mengeluh tentang tubuhnya yang terasa berat sehingga Adnan meminta istrinya itu untuk menggunakan lift. walau awalnya menolak. Namun, Qila akhirnya menyadari jika lift sangat membantunya.
Tepat pukul 11 siang, Adnan, Qila serta beberapa pekerja mereka datang ke sebuah mal. Saat masuk, Qila langsung mengajak suaminya untuk membeli es krim dan Adnan tidak bisa menolak keinginan istrinya itu.
"Mau yang choco cream cheese dong, Mbak," ucap Qila setelah lama berpikir di depan beberapa rasa es krim yang terpajang.
"Ada lagi, Mbak?" tanya pegawai es krim dan Qila langsung menoleh ke arah suaminya.
"Mas, mau apa?"
"Saya nggak suka, es krim."
"Oke."
Setelah selesai dengan suaminya, Qila berganti menatap para pekerja yang ikut bersamanya. "Kalian mau apa?" tanya Qila dan mereka saling bertatapan.
Qila yang bingung langsung mengerutkan dahinya. "Kok nggak jawab sih? Kalian mau apa?"
Kembali, mereka tidak menjawab pertanyaan Qila.
Di tengah ketegangan yang terjadi, Adnan menoleh menatap para pekerjanya. "Kalian cepat pesan, setelah itu kita lanjut mencari baju renang istri saya."
"Baik, Pak."
Dengan tangan masing-masing memegang es krim, mereka memutari mal mencari baju renang untuk Qila. Tangan Adnan bahkan ikut penuh dengan es krim milik istrinya.
"Ih, lucu banget!" ucap Qila dengan antusias saat melihat toko pakaian anak.
Qila melepas kaitan tangannya dengan Adnan yang berlari kecil masuk ke toko pakaian tersebut.
Tangannya meraba beberapa pakaian yang menurutnya cantik dan berkeinginan untuk memilikinya. "Sayang, bajunya lucu banget!"
Adnan yang baru saja sampai di sisi Qila hanya mengangguk pelan.
"Kita beli ya" ucap Qila lagi dan Adnan melotot kaget.
"Anak kita cowok, Qil. Kamu kok mau beli baju cewek."
Adnan kembali mengingatkan jenis kelamin anak mereka yang akan lahir. Hal itu membuat Qila cemberut.
"Kita beli baju buat anak cowok aja ya? Nanti kalau kita punya anak cewek, kita beli baju ini," bujuk Adnan dengan halus. Namun sayang, Qila enggan untuk menjauh dari tempat tersebut.
"Aku mau baju ini," cicit Qila dengan tangan yang masih memegang sebuah gaun kecil berwarna biru muda.
"Tapi sayang ... ."
"Beliin ya, buat adeknya adek."
Adnan ingin tertawa saat mendengar ucapan Qila. Mereka berdua sering memanggil anak yang Qila kandung dengan sebutan 'adek' dan karena jenis kelamin anak pertama mereka laki-laki. Qila yang berharap anak keduanya nanti perempuan juga menyebutnya dengan sebutan 'adek.
Karena takut Qila semakin marah dan mempengaruhi kondisi tubuhnya termasuk anak mereka. Adnan akhirnya menyerah dan membiarkan Qila untuk membeli satu gaun anak perempuan.
Setelah mendapatkan apa yang dia mau, suasana hati Qila membaik dan perempuan itu terus tersenyum saat berjalan kembali mencari baju renang untuknya.
Sesampai di toko yang menjual baju renang, Qila segera mencari baju yang dia inginkan dan Adnan hanya memperhatikannya sembari duduk di sebuah sofa yang tersedia. Dia mau Qila memilih sendiri sehingga bisa dia gunakan dengan baik.
"Kalau yang ini bagus nggak?" tanya Qila setelah memperlihatkan jumpsuit berwarna hot pink kepada Adnan.
"Bagus, tapi terlalu terbuka."
"Oke."
Qila kembali mencari baju renang untuk dia beli karena yang sebelumnya tidak mendapatkan persetujuan dari Adnan.
"Kalau yang ini?" tanya Qila lagi dengan jumsuit lain berwarna biru tua.
"Warnanya bagus, tapi ... Apa nggak ada yang modelannya celana gitu?"
Semua yang Qila perlihatkan padanya adalah baju renang seksi yang Adnan benci. Namun, pria itu tidak serta Merta mengatakannya pada sang istri.
"Iya juga sih, bentar aku cari lagi."
Adnan mengangguk-anggukan kepalanya pelan setelah mendengar ucapan Qila yang begitu menurutinya.
Tak lama kemudian, Qila kembali memperlihatkan baju renang kepada Adnan. Tidak hanya satu, tetapi ada dua baju renang yang perempuan itu perlihatkan kepada suaminya.
"Kalau yang ini?"
"Bagus, saya suka."
Qila memperhatikan kedua baju renang yang dia bawa. Dahinya kemudian mengerut saat berpikir untuk memilih yang mana.
"Yang paling bagus, yang mana?" tanya Qila lagi dan Adnan menatapnya bingung.
"Maksud kamu?"
"Bagusan yang mana? Aku bingung milihnya," gerutu Qila karena menyadari jika suaminya tidak memahami apa yang dia sampaikan.
"Beli aja dua-duanya. Jadi bisa ganti-ganti pakainya."
"Emang boleh?" tanya Qila dengan sedikit ragu.
"Boleh kok."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top