Chapter 04
Sore itu ketika langit telah menggelap, Kihyeon terlihat duduk di depan meja belajar dan tengah membaca buku. Pintu ruangan terbuka dari luar dan berhasil menarik perhatian Kihyeon.
"Sudah datang?" tegur Kihyeon pada Chang Kyun yang memasuki kamar.
Tak menjawab menggunakan lisan, Chang Kyun hanya mengangguk dan berjalan ke arah ranjang. Pemuda itu kemudian berbaring dalam posisi menghadap langit-langit.
Kihyeon sekilas memandang dan kembali menegur, "kenapa kalian pergi lama sekali? Apa saja yang kalian lakukan?"
Chang Kyun bangkit dan menghampiri Kihyeon sembari merogoh saku celananya. Berdiri di samping Kihyeon, pemuda itu kembali menarik perhatian Kihyeon.
"Ada apa?" tegur Kihyeon.
Chang Kyun menaruh kertas yang terlipat rapi di atas buku Kihyeon yang terbuka.
"Apa ini?"
"Kak Kijeon menitipkannya padaku. Dia mengatakan jangan sampai paman tahu ... aku akan mandi dulu."
Chang Kyun lantas meninggalkan Kihyeon dan memasuki kamar mandi. Sementara Kihyeon mengambil kertas yang terlipat itu dan menaruh bukunya di atas meja. Kihyeon membuka lipatan kertas itu dengan rasa penasaran yang besar karena tidak biasanya sang kakak menyimpan rahasia dari kedua orang tua mereka.
Dahi Kihyeon mengernyit ketika ia melihat baris depan dari surat pendek yang dituliskan oleh sang kakak.
"Tiga hari dari sekarang, tinggalkan distrik."
"Apa maksudnya?" gumam Kihyeon dan kembali membaca surat dari Kijeon.
"Ini pasti terdengar aneh bagimu. Aku akan menjelaskannya saat kita bertemu nanti. Tiga hari dari sekarang, pergilah ke Incheon. Kita akan bertemu di stasiun. Berangkat lah saat subuh dan pastikan tidak ada siapapun yang mengetahui kepergianmu ... dengarkan kakak baik-baik. Situasi sudah sangat berbahaya, kita akan bertemu tiga hari lagi ... setelah membaca surat ini, bakarlah surat ini. Sampai jumpa di Incheon, adikku."
Kihyeon sejenak menggaruk keningnya sembari bergumam, "tiga hari? Incheon? Kenapa tiba-tiba? Apa yang dia rencanakan sebenarnya?"
Kihyeon merobek surat itu menjadi potongan kecil yang kemudian dia taruh di antara halaman buku miliknya. Setelahnya Kihyeon beranjak dan berjalan menuju kamar mandi. Diketuknya pintu kayu tersebut dan berhasil menarik perhatian Chang Kyun.
"Kak Hwang?" suara Chang Kyun terdengar.
Kihyeon bergumam sebagai respon.
"Ada apa?"
"Cepatlah keluar, ada yang ingin aku tanyakan padamu."
"Tunggu sebentar."
Kihyeon menjauh dari pintu dan berdiri di dekat jendela yang masih tertutup. Dari sana Kihyeon memandang ke luar dan hanya menemukan kegelapan. Kihyeon lantas membuka jendela kamarnya dan membiarkan udara malam memasuki kamarnya.
Tak begitu lama, Chang Kyun yang baru saja selesai mandi keluar dari kamar mandi dan segera menghampiri Kihyeon.
Menyadari kedatangan Chang Kyun, Kihyeon pun berbalik. "Kau sudah selesai?"
Chang Kyun mengangguk dan berhenti di hadapan Kihyeon. "Kak Hwang ingin bicara tentang apa?"
Kihyeon bertanya dengan nada yang berhati-hati, "saat kau bertemu dengan kak Kijeon, apa ada yang aneh dengannya?"
Chang Kyun sejenak mempertimbangkan sesuatu sebelum pada akhirnya memberikan sebuah gelengan.
"Kau yakin? Coba pikirkan lagi. Apa yang terjadi di sana?"
Chang Kyun berucap dengan ragu, "sebenarnya ... paman sempat bertengkar dengan kak Kijeon."
Dahi Kihyeon mengernyit. "Bertengkar? Kenapa? Apa masalahnya?"
"Aku tidak tahu pastinya, paman menyuruhku menunggu di luar dan mereka mulai bertengkar."
Kihyeon terlihat bingung, dan itu artinya pertengkaran antara ayah dan kakaknya bukanlah sesuatu yang biasa terjadi.
"Apa kak Kijeon tidak mengatakan apapun padamu?"
Chang Kyun menggeleng. "Dia hanya menitipkan surat itu pada Kak Hwang. Apakah terjadi sesuatu?"
Kihyeon segera menggeleng. "Tidak, tidak. Bukan apa-apa, itu hanya surat biasa."
"Kihyeon, Chang Kyun ... cepat keluar, waktunya makan malam," suara Han Seung Hwa-ibu Kihyeon terdengar dari luar.
Kihyeon menyahut dan mengajak Chang Kyun untuk segera keluar. Menyisihkan perasaan cemasnya terhadap perkataan Kijeon dalam surat yang ia terima.
Malam itu Kihyeon terjaga hingga subuh. Mencoba menemukan alasan yang tepat atas permintaan Kijeon padanya. Kenapa mereka harus bertemu di Incheon dan kenapa dia harus pergi secara diam-diam. Meski telah berpikir semalaman, Kihyeon sama sekali tak menemukan jawaban itu.
Dan karena hal itulah sikap Kihyeon pagi itu sedikit berbeda. Tak melibatkan diri dalam gurauan rekan-rekannya, Kihyeon berjalan paling belakang dengan tenang namun dengan kepala yang penuh dengan puluhan pertanyaan.
Min Hyeok yang sejak meninggalkan rumah telah menyadari sikap Kihyeon lantas menghampiri Kihyeon yang sendirian saat jam istirahat. Memandang sekitar, Min Hyeok lantas berdiri di samping Kihyeon.
"Kenapa? Ada masalah?"
"Tidak ada," jawab Kihyeon tanpa menunjukkan minatnya.
"Wajahmu terlihat murung sejak pagi, mustahil jika tidak terjadi sesuatu."
Kihyeon menatap kesal dan melayangkan sebuah protes, "tidak bisakah kau berpura-pura tidak tahu?"
"Tidak bisa," sahut Min Hyeok tanpa beban. "Bagaimana aku bisa berpura-pura tidak tahu jika itu tepat berada di depan wajahku?"
Kihyeon menatap prihatin dan menepuk bahu Min Hyeok beberapa kali. Dengan nada mencibir, dia berucap pada Min Hyeok,
"Kau memang orang yang paling pengertian. Tapi ... ada hal yang tidak boleh kau ketahui. Maka dari itu, sekali saja ... berpura-puralah tidak tahu."
Min Hyeok tertawa tak percaya sembari memperhatikan sekitar. Dan setelahnya tawa itu memudar. Pemuda itu mendekati Kihyeon dan merangkul bahu Kihyeon, memutus jarak di antara mereka.
Min Hyeok berbicara dengan suara yang pelan namun terdengar lebih serius, "ada apa? Kau tidak berniat menyimpan rahasia dariku, kan?"
"Aku ingin melakukannya, jadi berhenti bertanya," sahut Kihyeon sedikit kesal.
Min Hyeok menepuk dada Kihyeon. "Kau tahu bahwa hal itu adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Katakan saja, tidak ada siapapun di sini."
Kihyeon menatap sinis. Mau dalam keadaan apapun, dia tetap tidak bisa melarikan diri dari mata elang Min Hyeok yang selalu tahu keadaannya meski ia tidak berbicara sekalipun.
Min Hyeok kembali membujuk, "kenapa ... apa masalah seserius itu? Katakan padaku. Aku tidak akan tenang jika kau tidak memberitahuku."
Kihyeon sejenak menggaruk keningnya. Menjatuhkan pandangannya dan menyahut dengan berat hati, "ini rahasia, aku tidak boleh memberitahu siapapun."
"Siapa? Orang yang melarangmu? Apakah paman Sejin?"
"Bukan." Kihyeon memalingkan wajahnya dan berucap dengan dahi yang mengernyit, "kak Kijeon, dia melarangku memberitahu siapapun."
Min Hyeok menatap penuh selidik. "Tentang apa? Dia menyuruhmu melakukan sesuatu?"
Kihyeon mengangguk.
"Tentang apa ini? Kenapa tiba-tiba?"
Kihyeon kembali menjatuhkan pandangannya dan berucap dengan resah, "tiga hari dari sekarang ... dia menyuruhku untuk meninggalkan distrik."
Min Hyeok terkejut dan langsung melepaskan Kihyeon. Memandang rekannya itu dengan tatapan bertanya.
"Kenapa? Kenapa dia menyuruhmu meninggalkan distrik?"
"Tidak tahu, dia tidak menjelaskan apapun," jawab Kihyeon sedikit frustasi.
"Lalu apa yang dia katakan padamu?"
"Dia menyuruhku pergi ke Incheon, dan dia akan menjelaskan semuanya saat kami bertemu nanti. Tapi rasanya ada yang aneh."
"Tentu saja aneh." Kali ini Min Hyeok benar-benar terlihat serius. "Kenapa kak Kijeon tiba-tiba menyuruhmu meninggalkan distrik? Incheon? Bukankah itu dekat dengan Seoul? Kenapa dia menyuruhmu pergi ke sana?"
"Dia mengatakan situasi sudah sangat berbahaya sekarang. Dia mengatakan bahwa aku harus meninggalkan distrik ... pasti ada sesuatu yang terjadi."
Min Hyeok tampak mempertimbangkan sesuatu. Dan saat itu Kihyeon memutuskan untuk memandang Min Hyeok untuk mendapatkan saran dari rekannya itu.
"Bagaimana menurutmu? Haruskah aku pergi?"
Min Hyeok balik memandang. "Jika kau ingin tahu jawabannya, kau tentu harus pergi. Tapi ... kenapa aku merasa bahwa kak Kijeon mengetahui sesuatu yang tidak boleh diketahui."
"Apa maksudmu?"
"Bukan hanya pertemuan biasa. Bagaimana jika dia mengajakmu untuk melarikan diri?"
Dahi Kihyeon mengernyit, menyangkal ucapan Min Hyeok. "Eih ... itu tidak masuk akal. Apa yang sedang kau bicarakan? Untuk apa kami melarikan diri?"
"Pikirkan baik-baik ... Gwangju dan Distrik 9 memiliki jarak yang lebih dekat dibandingkan dengan Distrik 9 ke Incheon. Kenapa kakakmu memilih untuk bertemu di Incheon? Itu terdengar seperti seseorang yang sedang merencanakan sebuah pelarian."
Kihyeon meraba tengkuknya dan mempertimbangkan ucapan Min Hyeok yang jika dipikirkan kembali memang cukup masuk akal. Namun yang tidak masuk akal bagi Kihyeon adalah kenapa Kijeon ingin mengajaknya melarikan diri.
Kihyeon kemudian bergumam, "keadaan yang berbahaya? Apa maksudnya?"
"Katakan saja berbahaya bagi kalian berdua," sahut Min Hyeok yang selalu berpikir dengan cepat dan tepat.
Kihyeon kembali memandang Min Hyeok. "Jadi haruskah aku pergi?"
"Kau tidak akan pergi?" Min Hyeok balas bertanya.
"Jika ini memang sebuah pelarian, aku tidak akan pergi."
"Lalu apa rencanamu?"
"Dia menyuruhku pergi ke Incheon dalam waktu tiga hari. Itu berarti saat ini dia masih berada di Gwangju. Aku akan pergi ke Gwangju besok."
"Jangan gila, kita sedang menjalani ujian. Kau ingin pergi begitu saja?"
"Aku akan pergi setelah ujian selesai."
"Apa yang sedang kalian lakukan?"
Keduanya serempak menoleh ke sumber suara dan menemukan Hyeon Woo yang datang menghampiri mereka.
Min Hyeok lantas menyahut, "tidak, ada apa?"
Hyeon Woo berdiri di hadapan keduanya dengan raut wajah yang menegaskan bahwa sesuatu yang serius telah terjadi.
Kihyeon kemudian menegur, "ada apa?"
Hyeon Woo menyahut, "kalian berdua belum mendengar kabar?"
"Tentang apa?" sahut Min Hyeok.
"Putra Ketua Distrik 2 dan Distrik 4 tewas."
Kihyeon dan Min Hyeok yang mendengar hal itu tentu saja terkejut. Meski keduanya tidak mengenal kedua orang yang disebutkan oleh Hyeon Woo barusan dengan baik, namun mereka tahu kedua orang yang dimaksud. Karena tidak ada orang di seluruh distrik yang tidak tahu identitas para anak dari Ketua Distrik.
Min Hyeok menyahut, "mereka berdua? Di waktu yang sama?"
Kihyeon menimpali, "apa yang terjadi?"
Hyeon Woo memberikan jawaban, "aku dengar mereka berkelahi dan membunuh satu sama lain."
Sudut bibir Min Hyeok tersungging, "apa ini masuk akal? Aku pikir mereka cukup dekat untuk bisa saling membunuh."
"Kemarin aku bertemu dengan mereka," gumam Kihyeon.
"Sungguh? Di mana?" tanya Min Hyeok.
"Di perbatasan Distrik 8 dengan Distrik 9."
Hyeon Woo menengahi, "kau melihat mereka berselisih?"
Kihyeon menggeleng. "Tidak, mereka terlihat baik-baik saja. Mereka bahkan menyapaku."
Hyeon Woo bergumam penuh pertimbangan, "ada yang aneh. Apa yang membuat mereka bertengkar hingga saling membunuh seperti itu?"
Batin Min Hyeok tersentak oleh pemikirannya sendiri. Dengan cepat ia kembali memandang Kihyeon dan tiba-tiba berbicara.
"Jangan pergi."
Kihyeon dan Hyeon Woo menatap penuh tanya. Kihyeon lantas menegur, "kenapa?"
"Jangan pergi ke mana pun apapun alasannya. Tetaplah berada di distrik."
Kihyeon dan Hyeon Woo masih terlihat bingung dengan ucap Min Hyeok. Sebenarnya apa yang tengah dipikirkan oleh pemuda itu.
Selesai ditulis : 27.03.2021
Dipublikasikan : 28.03.2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top