Distraction 09
Tatiana mengerjap dengan bingung. Melihat wajah rupawan Daniel yang memerah karena marah. Dia bahkan berdiri dengan cepat. Mengusap kasar wajahnya dan menyugar surai merah gelapnya --hingga hampir berwarna hitam-- yang mempesona.
Tetapi... Tatiana mengernyit. Mengapa Daniel bersikap seperti itu? Dirinya bahkan sama sekali tidak menyukainya, bahkan terkesan membenci dirinya dan seharusnya, Daniel tidak perlu mempedulikan apapun yang akan menimpanya.
"Bagaimana kau bisa menikah dengan orang lain jika di perutmu anakku bisa saja sedang tumbuh?" teriaknya seolah ingin membuat orang-orang di sekitarnya tahu. Dan tentu saja, suara-suara dengungan dari beberapa orang yang menggunakan restroom dari rumah mode ini langsung terdiam. Hanya beberapa orang, karena Daniel menggunakan bahasa Inggris di tengah orang-orang Perancis. Dan mereka, orang-orang yang diam itu kebanyakan adalah para bangsawan atau pedagang kaya yang sedang berkunjung ke negara ini.
Oh tidak... Bagaimana jika...
Tatiana berdiri dengan cepat. Dia lalu mengulas senyum meminta maaf dan berkata, "Maaf, kami hanya sedang berlatih untuk membuat lelucon di salah satu pertunjukkanku di masa depan." Orang-orang itu yang kemudian mengenali Miss Tatiana Sherrington yang berbakat kemudian mulai mengerubunginya. Memberikan banyak pujian dan rasa kecewanya karena batalnya pertunjukkan yang akan dia lakukan dalam waktu dekat. Namun tidak sedikit yang mendoakan agar Miss Tatiana Sherrington selalu sehat sehingga bisa kembali tampil di panggung.
Daniel membiarkan itu terjadi. Menyipitkan matanya ketika melihat senyum profesional yang melekat di wajah gadis itu. Senyum itu bukan berasal dari hatinya karena mata violetnya tidak ikut tersenyum. Dan entah mengapa itu mulai mengganggu Daniel. Dia bahkan merasa penasaran bagaimana rupa Tatiana ketika --mungkin suatu saat-- dia akan tersenyum senang dari hatinya.
Daniel lalu menggeleng keras. Memasukkan kedua tangannya di saku celananya karena tidak ingin orang-orang melihat kegusarannya kali ini. Dan dia menemukannya. Sebuah kalung dengan bandul dari batu rubi yang tanpa sadar selalu Daniel bawa ke mana pun dirinya berada. Mengingatkan bahwa malam itu bukan mimpi belaka. Mengingatkan bahwa wanita di depannya membuatnya tidak bisa berpikir baik belakangan ini. Dan kemudian apa yang baru saja dia dengar bahwa wanita itu akan menikah, membuatnya sangat-sangat terganggu. Daniel bahkan merasa yakin bahwa dia tidak akan bisa memikirkan kalimat pembuka untuk undang-undang yang akan dirinya susun saat ini. Padahal itu adalah keahliannya sejak dulu. Astaga.
Satu jam setelahnya, ketika basa-basi dari penggemar Miss Tatiana Sherrigton akhirnya bubar, Daniel melangkah mendekatinya. Menjulang dengan tinggi di depannya. Dia harus sedikit menunduk ketika menatapnya dan jarak mereka...
Tatiana menelan ludahnya susah payah. Aroma tubuh Daniel yang dekat dengannya membuatnya nyaman. Sehingga rasa pusing yang menyerangnya beberapa saat lalu bisa menguar dengan cepat. Dan ketika manik mata Daniel melihatnya, Tatiana tahu bahwa dirinya masih harus menghadapi pria yang anehnya merasa kesal jika dia menikah. Tatiana lalu mengernyit. Pertanyaannya yang sempat terlupakan kembali menghantamnya. Mengapa?
"Kau-"
Tatiana mengangkat tangannya. "Lebih baik kita tidak berbicara di sini," gumamnya pelan yang membuat Daniel akhirnya melihat ke sekitar. Penggemar wanita itu memang sudah tidak lagi mengerubunginya, namun mereka masih bertahan di tempat ini untuk mengharapkan informasi apapun yang Daniel tahu, sangat berharga untuk disebarkan.
"Baiklah. Mari ikuti aku," gumam Daniel dengan tangan yang mempersilakan Tatiana berjalan lebih dahulu sementara dirinya, layaknya gentleman sejati mengikutinya dari belakang. Tatiana lalu mengambil dua bungkusan tak jauh darinya yang Daniel tahu berisi gaun pernikahan.
Daniel menggeram kesal. Namun mau tidak mau mengambil alih keduanya dan mulai berpikir untuk membuangnya di sungan Seine. Itu pasti menarik, pikirnya.
Sebuah kereta kuda yang terlihat terawat, namun tidak cukup mewah lalu mendatangi mereka begitu Tatiana berada di tepi jalan. Sang kusir lalu membukakan pintu untuknya dan mengambil alih bungkusan yang Daniel bawa. Daniel mencebik kesal. Merasa rencananya untuk melemparkan bungkusan itu menjadi gagal.
"Mari, My Lord," ujar Tatiana yang membuat Daniel menggeleng.
"Tidak. Kau yang harus ikut denganku," gumamnya sebelum dirinya menarik lengan Tatiana. Sedikit menyeretnya dengan lembut ke sisi jalan lainnya. Ia lalu mencari kereta sewaan yang lewat dan di belakangnya, Daniel mendengar seruan dari kusir kereta Tatiana dan dengan fasih, Tatiana mengatakan bahwa dirinya tidak apa-apa dan akan kembali begitu urusannya selesai.
"Non quoi. Je serai de retour une fois mes affaires terminées."
Kata-kata itu, kalimat yang meluncur dari mulut Tatiana dengan aksennya yag sempurna membuat Daniel terpaku untuk sesaat. Dia menghentikkan langkahnya. Menatap wanita itu dengan rasa kagum yang tidak bisa dia tutupi. Tatiana yang merasakannya bahkan mengernyit heran. Kemudian merasa cemas barangkali ada sesuatu yang salah dengan pria di depannya.
Ya, pasti ada yang salah dengan Daniel. Dengan sikapnya yang seolah peduli kepadanya. Bukankah itu memang aneh?
Kesenyapan di antara mereka akhirnya menghilang begitu Daniel melihat kereta yang melintas. Menghentikannya dengan segera dan membantu Tatiana menaikkinya lebih dulu. Daniel lalu memberi tahu tujuan mereka dan segera menyusul Tatiana masuk ke dalam kereta.
"Ke mana kau akan membawaku?"
Daniel mengedikkan bahunya. "Ke tempat di mana kita bisa berbicara tanpa gangguan."
Sebelah alis Tatiana terangkat. "Dan itu adalah...."
"Kau akan tahu setelah melihatnya."
Tatiana mengembuskan napasnya panjang. Menatap tajam kepada Daniel dengan harapan bahwa pria itu akan memberi tahunya. Namun Daniel malah membalas tatapan tajam Tatiana dengan lekat. Membuat darah Tatiana bergolak dan jantungnya berdentum dengan cepat. Ia bahkan takut bahwa Daniel bisa mendengarnya dan akhirnya menjadi orang pertama yang mengkahiri adu tatapan itu.
Dirinya akhirnya mengalihkan tatapannya ke luar jendela. Melihat bahwa kereta mereka mendekati ke sebuah tempat yang sudah lama ingin dirinya kunjungi. Dan begitu kereta mulai melambat dengan keberadaan mereka yang tidak menjauh dari kanal-kanal kecil di mana mereka bisa menggunakan gondola untuk menyusuri sungai Seine, napas Tatiana pun tercekat. Ia menoleh ke arah Daniel yang memberikan senyuman miringnya yang mempesona dan lagi-lagi napasnya hampir habis. Oh Tuhan...
"Ki-kita?" tanyanya bingung.
Daniel lalu membuka pintu. Sekali lagi membantu Tatiana untuk turun dari kereta dan menuntunnya mendekati kanal di mana sebuah gondola telah siap menunggu mereka.
"S'il te plaît, dame*," ujar Daniel tidak kalah fasihnya.
Tatiana yang belum tersadar dari rasa terkejutnya lalu menurut. Duduk di salah satu sisi gondola yang kemudian mulai berjalan menyusuri sungai Seine. Tatiana mengerjapkan matanya beberapa kali. Mendengar dengung suara dari mesin gondola. Suara kecipak air yang menyenangkan. Embusan angin segar yang menerpa wajahnya dan juga... Keberadaan Daniel yang selama ini hanya sanggup dirinya bayangkan berada di sampingnya.
Tatiana memejamkan matanya. Berusaha mengingat kenangan berharga ini dan menyimpannya di dalam hati dan pikirannya. Senyumnya pun merekah dengan lebar dan jika bisa, ia ingin menghentikan waktu di detik ini. Dirinya ingin hidup di saat-saat ini untuk selamanya.
Sementara Daniel.... Matanya tidak pernah meninggalkan Tatiana begitu mereka sampai di kanal itu. Melihat bagaimana wajah terkejut Tatiana membuat Daniel merasa senang. Kemudian, wajah bingungnya membuat Daniel gemas sehingga hampir mengacak rambut hitam Tatiana. Dan yang paling menakjubkan dari itu semua adalah... Senyum itu. Senyum lebar di wajah Miss Tatiana Sherrington yang membuat darahnya berdesir dengan rasa yang menyenangkan. Jantungnya pun mulai memberontak dengan berdetak seakan ingin keluar dari rongga dadanya. Napasnya bahkan seakan dicuri begitu saja.
Daniel tanpa sadar lalu mendekatinya. Semakin dekat dan mendekat. Hingga napas hangatnya menerpa bibir merah Tatiana. Dan semakin dekat hingga dirinya tidak kuasa untuk mengecup bibir manis itu dengan lembut, oh teramat lembut...
Ciumannya terkesan malu-malu. Rasanya mirip seperti ciuman remaja yang baru pertama kali melakulannya dan sesungguhnya, Daniel merasa takut bahwa ketika kelopak mata Tatiana terbuka, dirinya akan menemukan penolakkan di sana.
Dan benar saja, satu detik kemudian netra violet itu terlihat. Pupilnya semakin membesar begitu tahu bahwa jarak mereka hanya terpisahkan kurang dari lima senti.
"Maafkan aku," bisik Daniel. "Tetapi aku menginginkannya," lanjutnya masih berbisik. Matanya menatap bibir Tatiana dengan sendu. Seolah dirinya sangat merindukan rasa bibir itu untuk bisa dia sesap.
Lima detik yang terasa panjang berlalu. Tatiana tetap bungkam dan membuat Daniel kecewa. Ia akhirnya melangkah mundur dengan menghela napas panjang.
"Kita tidak bisa melakukannya," gumam Tatiana.
Daniel mengangguk dengan enggan. "Kau benar. Maafkan aku," balasnya dengan gumaman yang sama.
Pada akhirnya, mereka kembali terdiam hingga gondola itu akhirnya menepi. Mereka berjalan menyusuri sungai Seine yang berkilau dan sampai di sebuah rumah dengan lambang keluarga bangsawan Inggris lainnya yang tercetak. Namiun jelas itu bukan lambang keluarga Wood.
"Rumah ini milik Pamanku, Earl of Griffin. Tetapi saat ini sedang kosong karena mereka hanya mengunjungi tempat ini ketika musim gugur tiba," jelas Daniel ketika dirinya sudah masuk dengan sambutan hangat dari pelayan di rumah itu.
"Jadi kita bisa berbicara di sini."
Daniel mengangguk mengiyakan. "Aku tidak ingin mengambil resiko dengan Phin ataupun Gabriela yang ikut campur dengan masalah di antara kita. Dan aku juga tidak ingin calon suamimu," desisnya kesal, "menyela pembicaraan kita. Tidak hingga aku telah selesai denganmu."
Tatiana ingin mengatakan sesuatu. Namun tertahan di lidahnya karena dirinya tidak ingin mengungkapkan rahasia yanh harus dirinya jaga.
Tatiana masih mengikuti Daniel, hingga pria itu akhirnya membuka sebuah pintu ganda yang besar di hadapannya. Memperlihatkan ruangan dengan sofa yang sangat besar dan perapian yang tidak dinyalakan sebagai pusatnya. Warna merah khas bangsawan dan emas mendominasi seluruh ruangan ini. Meski begitu, ruangan ini terasa hangat dan nyaman apalagi dengan karpet yang sepertinya terasa sangat lembut.
Sebuah keluarga yang bahagia pasti senang menghabiskan waktu di sini dengan mendengar suara dari perapian yang berkobar hangat. Ya, itu pasti akan sangat sempurna.
Ketika pikirannya masih berlarian mengenai keluarga bahagia itu, Tatiana merasakan rengkuhan di tubuhnya. Dan tidak lama kemudian, bibir yang lembut, hangat, dan tegas memagutnya dengan lapar.
Dan untuk kali ini, Tatiana tidak ingin menolaknya. Tidak bisa menolaknya.
***
*silahkan, nona
Part selanjutnya mungkin akan sedikit panas.
🙈🙉🙊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top