Distraction 07

"Dani!" Pekik Phin dengan suara keras. Sosoknya dengan tubuh tinggi dan rampingnya terlihat begitu mencolok di pelabuhan. Apalagi wajah Inggris dengan kesan aristroktrat di setiap incinya semakin menambah kesan yang sangat kentara di antara pekerja-pekerja pelabuhan di daratan Perancis.

"Dani Dani Dani Dani!" Pekik Phin lagi sembari berjalan dengan langkah-langkah lebar ke arah sang adik yang baru beberapa menit lalu menginjakkan kakinya di sana. Daniel yang baru menyesuaikan dirinya tampak terkejut. Bersiap untuk melarikan diri dari tingkah gila kakak sulungnya dan kalah cepat dibandingkan Phin yang bergerak dengan lincah.

"Astaga! Kau mau kabur?" ujar Phin dengan kekehan. Dia lalu menepuk-nepuk lengan Daniel dan membawanya ke dalam pelukan singkat khas pria. "Kau sudah dewasa!" ujarnya dengan mata memicing. Phin sudah mengulurkan tangannya untuk mengacak kepala Daniel sebelum pria itu beringsut menjauh. Mendengkus kesal dan berdecak terhadap sikap Phin.

Kakaknya memang gila. Bertingkah seolah mereka sudah satu dekade tidak bertemu padahal kenyataannya, mereka hanya baru tiga bulan belakangan ini tidak bertegur sapa secara langsung.

"Hentikan tingkah konyolmu, Phin!" Gerutu Daniel sembari memerintahkan pelayan pribadinya, Fudge,  yang mengekor di belakangnya untuk memasukan tas berpergiannya ke dalam kereta di mana ada lambang keluarga Wood di atasnya. Daniel lalu segera masuk ke dalam kereta itu, mengabaikan kakaknya yang tampaknya sedang menyapa pekerja pelabuhan dengan ramah.

"Yeah. Dia adalah adik kecilku," ujarnya dengan bahasa Perancis yang fasih. "Ya. Dia memang sedikit pemarah. Tetapi dia baik," jawab Phin lagi kepada beberapa orang yang menanyakan mengenai pria muda yang terlihat tidak ramah itu.

Daniel mengusap wajahnya kesal. Jika orang lain berada di posisinya, dengan seorang kakak yang gila dan terlalu berlebihan, dia pasti akan sama kesalnya seperti apa yang Daniel rasakan. Orang-orang itu, yang hanya tahu bahwa Phin menyenangkan telah terlalu disesatkan dengan perangai manis Phin. Astaga.

"Hey, kau terlihat lebih kurus," sebelah alis Phin terangkat. Dia menatap Daniel penuh penilaian yang semakin membuat sang adik kesal.

"Ah! Apakah itu karena kau sudah dewasa sekarang?" ujar Phin lagi sembari terkekeh. Dia lalu mengetuk atap kereta yang segera melaju ke kediaman Wood yang ada di Paris.

"Kudengar kau bertemu dengannya," mulai Phineas dengan bersemangat. "Jadi, kau kemari untuk mengejarnya, kan?"

Daniel mengernyit. "Aku hanya berlibur dan bertugas menyeretmu pulang," gerutu Daniel sementara Phin semakin tergelak.

"Kau ternyata masih suka menyembunyikan apa yang terjadi, ya? Orang bijak memang pernah mengatakan bahwa sikap yang sudah lama dimiliki memang sulit diubah. Tetapi kupikir kau akan lebih terbuka apalagi setelah kau bertemu dengan peri hujanmu."

Daniel terdiam. Peri hujan. Dia seperti familiar dengan istilah itu.

"Kalian sudah bertemu di pesta dansa yang Mama dan Bela buatkan, bukan? Dan harus kuakui, peri hujanmu memang sangat cantik."

Daniel menyipit menatap Phin. Rasa lelah akibat perjalanan panjangnya entah bagaimana menguap setelah Phin membahas mengenai peri hujan.

Dan sesungguhnya, Daniel tidak begitu paham mengenai peri hujan karena itu hanyalah ilusi masa belaka. Peri hujan itu tidak nyata. Dia tidak ada.

"Kabar baiknya adalah, sore nanti kau mungkin akan bertemu dengannya. Istriku baru menemuinya tadi pagi dan-" Phin menjeda ucapannya. Wajahnya lalu terlihat mendung. "Aku tidak tahu apakah kau sudah terlambat atau belum. Tetapi apapun yang akan kau lakukan, aku akan selalu mendukungku. Lagi pula, perjuanganmu masih boleh dilakukan sebelum dia telah resmi menjadi milik orang lain, kan?" Phineas menggaruk tengkuknya. Kemudian dia mengangkat wajahnya dan menemukan wajah bingung Daniel yang terlihat bodoh.

Seketika, ekspresi Phineas menjadi datar. "Jangan bilang bahwa kau tidak tahu siapa yang sedang kita bicarakan?" tuduhnya.

Daniel mengernyit dan itu sudah cukup membuat Phin mengerang keras. "Astaga! Bagaimana Mama dan Bela bisa membuatku melakukan hal yang paling sulit?"

"Apa sih yang kau bicarakan," desis Daniel kesal. Sepertinya dirinya sia-sia karena tertarik dengan bahasan mengenai peri hujan karena ia sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksudkan kakaknya.

"Kau benar-benar tidak tahu bahwa Miss Tatiana Sherington adalah peri hujanmu? Cinta pertamamu? Gadis yang kau cari hingga kau menggila dan demam setelahnya?" tanyanya tidak percaya.

Daniel membeku. Sekelebat ingatannya di masa lalu kemudian seolah datang bertubi-tubi. Ketika di hari itu hujan datang dengan derasnya. Bertepatan dengan kondisi Arabela yang kian mengkhawatirkan. Mereka yang sedang dalam perjalanan pulang ke mansionnya terpaksa berhenti sejenak karena Bela membutuhkan makanan hangat. Namun mereka tetap bertahan di dalam kereta dan saat itu, Daniel melihatnya. Gadis dengan gaun berwarna hijau muda sewarna hutan, rambut hitam seperti malam, dan kulit pucat sedang berdiri. Kemudian...

"Itu ilusi, Phin," kekeh Daniel kemudian. "Itu tidak nyata."

Phineas mengusap wajahnya frustrasi. Tidak percaya dengan apa yang adiknya lakukan. Pantas saja Daniel tidak lagi mencari-cari peri hujannya. Karena dia menganggapnya hanya ilusi. Mimpi belaka.

"Tidak Dani! Dia nyata dan dia adalah Miss Tatiana Sherington. Gadis yang kau selamatkan sepuluh tahun yang lalu adalah dia!" tegas Phin dengan wajah seriusnya. Mencoba membuat Daniel percaya dengan perkataannya meskipun rasanya dirinya ingin mengguncang tubuh adiknya sehingga membuat ingatannya kembali.

Well, dengan demam yang kemudian menyerang Daniel, memang memungkinkan membayangkan bahwa peri hujannya tidak ada. Phin tidak akan menyalahkannya. Namun Tatiana Sherington terlalu berharga untuk adiknya sia-siakan. Ya Tuhan...

Tidak ada pembicaraan lagi setelahnya. Mereka memilih bungkam dan sibuk dengan pikirannya masing-masing hingga kereta itu sampai di kediaman keluarga Wood. Fudge dan beberapa pelayan lalu membawa barang Daniel masuk ke dalam. Sementara Phineas menggerutu kesal. Berjalan dengan menghentak dan seolah tidak mempedulikan kehadiran Daniel.

Daniel memijat tulang di antara kedua matanya. Menghela napas panjang dan mengikuti Phineas hanya untuk menemukan seseorang yang terus ada di pikirannya sedang tersenyum ke arah Phin di samping Gabriela, istri Phineas yang cantik.

"Aku harus segera pulang karena Anthony sudah menungguku. Terima kasih karena telah membantuku. Kau benar-benar menolongku, Gaby," ujar Tatiana dengan suara merdunya. Semerdu seperti yang Daniel bayangkan selama ini.

"Kapan saja dan kau tahu kami selalu menerimamu dengan tangan terbuka," jawab Gaby yang kini sudah berada di dekapan tangan Phineas.

"Mengapa kau tidak sekalian makan malam di sini?" protes Phineas. Adikku yang bodoh pasti senang karena kedatanganmu, bukan begitu Daniel?"

Tatiana terkesiap. Dia lalu mengikuti ke arah pandangan Phin tertuju dan ia seolah kehilangan separuh napasnya begitu melihat Daniel Wood yang berdiri dengan gagahnya di depan pintu masuk. Tatiana mengerjap sekali, dua kali. Hingga dirinya yakin bahwa pria di depannya sungguh nyata dan...

"Aku akan beristirahat," gumam Daniel memutus benang-benang tak kasat mata yang menjerat di antara mereka. "Dan benar. Kau harus makan malam di sini. Sampai berjumpa nanti, Miss Sherington," ucapnya dengan tatapan tajam yang tidak ingin dibantah.

Gaby merasa terkejut dengan sikap tidak hormat Daniel sementara Phineas hanya menggelengkan kepalanya melihat perilaku Daniel. Sementara Tatiana...

"Nah, sepertinya kau benar-benar tidak bisa pulang sekarang atau adikku akan berubah tidak menyenangkan sepanjang keberadaanya di Paris," gumam Phineas masam.

Tatiana tersentak. Kedua tangannya saling mengait dan ia menatap Gaby dengan khawatir. Gaby menggelengkan kepalanya. Tersenyum kecut dan melepaskan lengan Phin dari pinggangnya. "Bagaimana jika aku mengirim surat untuk Anthony yang mengatakan bahwa kita perlu mendiskusikan keperluan pernikahan itu? Mungkin dia akan sedikit memberikan toleransinya kepadamu."

Tatiana mengangguk lemah. Namun menurut ketika Gaby membawanya masuk semakin dalam ke kediaman Wood dan mengantarnya ke dalam perpustakaan. Kemudian ia meninggalkannya karena suaminya yang berada dalam mood yang kurang baik jelas membutuhkan perhatiannya.

Tatiana berdiri dengan gelisah di dalam perpustakaan. Ia lalu berjalan mondar mandir dengan kedua tangan yang bertaut. Apa yang dikatakan Julie benar. Bahwa seharusnya dirinya menjauh dari keluarga Wood bahkan ketika berada ribuan mil jauhnya dari daratan Inggris. Namun pertemanan tulus yang ditawarkan Gaby membuatnya tergiur. Dan dirinya memang harus bersyukur karena mengenal pasangan Wood tersebut.

Pintu ruang perpustakaan lalu dibuka dengan keras. Dan dengan sekali gerakan, Daniel menutupnya kembali. Menguncinya dalam gerakan yang efisien dan menyimpan kuncinya di dalam saku bajunya.

"My- My Lord. A-apa-" kata Tatiana dengan suara terbata. Dirinya yakin bahwa ia mendengar gumaman Daniel yang mengatakan bahwa dia akan beristirahat. Dan itu seharusnya tidak membawanya ke tempat ini.

Dengan langkah panjang, Daniel mendekati Tatiana yang dengan refleks mundur hingga membentur lemari buku. Daniel lalu memerangkapnya dengan kedua tangan yang terentang di antara kepala Tatiana.

"Jangan mengatakan apapun," desisnya. "Jangan bergerak sedikit pun," perintahnya lagi. "Jangan melarikan diri," ucapnya final sebelum Daniel merengkuh tubuh Tatiana. Dengan penuh frustrasi menyerang bibir sewarna mawar merah yang merekah dengan penuh gairah. Dan kenyataannya, rasa manisnya yang membuat Daniel kecanduan tetap tidak berubah. Membuat Daniel mengerang keras karena merasa kesal terhadap dirinya sendiri.

"Siapa kau?" tanyanya dengan suara terengah setelah satu pagutan panjang yang terasa memabukkan. "Mengapa kau datang dan pergi seenaknya. Siapa kau sehingga merasa berkuasa melakukan itu? Siapa kau karena tidak memiliki rasa malu sedikit pun?" Desisnya yang kali ini membuat salah satu bagian dari jantung Tatiana merasa tercubit. "Siapa kau sehingga tidak bisa kusingkirkan di dalam pikiranku..." keluh Daniel sembari menelusupkan kepalanya di antara ceruk leher Tatiana. Kedua tangannya dengan erat memeluknya. Tubuhnya bergetar karena banyaknya perasaan yang melandanya saat ini.

"My Lord..." bisik Tatiana setelah beberapa saat dirinya akhirnya bisa menggunakan otaknya. "A-aku..."

"Bukankah ada yang harus kita bicarakan?" gumam Daniel seraya berdiri dengan tegak di depan Tatiana. Seolah ciuman yang menggelora tadi tidak pernah terjadi. Seolah pengakuannya yang emosional itu tidak pernah ia ungkapkan.

Tatiana menelan ludahnya susah payah. Ia lalu menatap netra Daniel dan menemukan kilat serius di dalamnya. ia pun mengangkat tinggi dagunya. Melewati Daniel dan duduk di sofa yang berada di dalam perpustakaan itu.

"Apa yang ingin kau bicarakan My Lord?"

Daniel mengepalkan tangannya melihat sikap Tatiana yang langsung berubah begitu ia bisa menguasai dirinya. Padahal ya Tuhan, sejak dirinya melihat Tatiana di depan pintu rumahnya, hal yang ingin dia lakukan adalah menyeret Tatiana pergi. Menggoncang-nggoncangkan tubuhnya karena dengan lancang memporak-porandakan pikirannya. Kemudian Daniel akan mengulangi malam panas itu. Urutannya mungkin bisa berubah. Tetapi Daniel harus memastikan bahwa gadis itu tidak bisa bermain-main dengan dirinya. Dengan pikirannya. Dan dengan hatinya.

"Siapa sebenarnya kau. Apakah benar bahwa kita pernah mengenal sebelumnya?"

Dan wajah Tatiana langsung terlihat mendung. Daniel memang benar-benar tidak mengingatnya. Atau mungkin dirinya yang terlalu sentimentil sehingga menganggap bahwa apa yang Daniel lakukan dulu adalah hal berharga baginya. Tetapi Tatiana memang sudah siap menerimanya. Dia bahkan sudah bertekad untuk tidak menyesali apapun yang terjadi meskipun kehormatannya telah ia berikan kepada Daniel.

Lalu, dengan senyum miring yang Tatiana paksakan, dirinya menggeleng dan berkata, "Tidak My Lord. Bukankah pertama kali kita berjumpa adalah ketika aku menghadiri pesta di kediamanmu?"

***













Boleh minta komentarnya?
Kok semakin ke sini Daniel Tatiana saya rasa semakin absurd ya.
Harusnya jadi cerita pendek. Dua tiga part lagi harus selesai. 😂
Tapi saya galau sendiri harus dibawa ke mana cerita ini.
😂😂😂😂😂😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top