Distraction 05
Jeremi mendengar selentingan kabar mengenai Lawson yang menghajar seorang pemuda bernama Samuel Chadwick. Dan sepanjang pengetahuan Jeremi, satu-satunya orang bernama Samuel Chadwick adalah rekan kerja putranya. Karena itulah, Jeremi memang berniat untuk menemuinya di ruangan Daniel. Menegur apapun yang telah dia lakukan sehingga membuat Lawson marah.
Jeremi cukup mengenal Lawson setelah berpuluh tahun bersanding dengan sosoknya di parlemen. Sosok yang keras dan banyak dibenci oleh hampir seluruh anggota parlemen yang berpikiran sempit. Setidaknya, Jeremi bukanlah orang yang termasuk di dalamnya karena dirinya tahu sedalam apa luka yang pernah tertoreh di dalam hati Lawson muda dulunya.
Ia menghela napas panjang. Pembicaraanya tadi pagi bersama Lawson tidak membuatnya senang. Dengan mundurnya Lawson dari parlemen mengharuskan Jeremi kembali aktif.
Membiarkan para pemuda yang belum berpengalaman mengurusi parlemen dan undang-undang tanpa pengawasan, akan berakibat buruk. Ratu dan para tetua telah memikirkannya sehingga mau tidak mau, Jeremi tidak bisa lagi menempeli istrinya ke mana pun istrinya pergi seperti beberapa tahun belakangan ini dirinya lakukan. Sungguh sial.
Dengan perasaan yang masih kesal, Jeremi membuka pintu ruangan kerja Daniel. Hanya untuk menemukan putranya yang sedang melakukan tindakan kekerasan kepada rekannya, Samuel Chadwick.
"Apa yang kau lakukan, Son!" Hardik Jeremi keras.
Tubuh Daniel terlihat membeku. Kedua tangannya yang mencengkram ujung kerah Samuel terlepas. Posisinya yang berada di atas Samuel yang tampak tidak melakukan perlawanan tentunya membuat orang lain mengira bahwa Daniel sedang menyiksanya. Padahal...
Daniel mendengkus keras. Berdiri sembari menyeka darah di buku jarinya. Tidak. Dirinya hanya meninju wajah Samuel sekali dan hal itu cukup membuat mereka terkejut. Namun sepertinya Samuel sedang tidak berpikiran baik sehingga dirinya malah memancing Daniel dengan perkataan, "Kuduga kau sudah tidur dengannya ya? Bagaimana dia? Apakah dia sepanas yang dikatakan oleh orang-orang?"
Dan seketika, Daniel kembali menerjang Samuel. Meninju lantai di samping kepala Samuel alih-alih mematahkan hidungnya. "Jaga ucapanmu, Sam!" Desis Daniel.
Samuel hanya tertawa. Merasa senang ketika Daniel Wood, Marquess of Riverdale kehilangan kendali. "Tidak apa jika itu memang benar. Lagi pula memang begitu bukan apa yang dilakukan oleh Miss Sherrington? Menghangatkan ranjang-"
Satu pukulan lagi berdesing di sebelah wajah Samuel. "Bisakah kau diam?"
Samuel mencoba bersikap santai. Memberikan senyum miringnya ketika dirinya melihat bahwa di netra hazel Daniel, tidak menemukan adanya sinar humor. Daniel sungguh-sungguh. Dan sosoknya yang seperti ini membuatnya khawatir.
"Maafkan aku," ujar Samuel lagi sampai Jeremi kemudian masuk dan membuat Daniel menyingkir darinya.
"Bisakah kau menjelaskan apa yang terjadi, Son?" ulang Jeremi lagi.
Daniel bungkam. Sementara Samuel bangkit dan mengusap rahangnya. Dirinya harus mengontrol mulutnya atau bisa jadi, ia akan mendapatkan kepalan dari satu lagi pria yang saat ini berada di sini.
"Tidak ingin menjawab?" tukas Jeremi lagi.
"Aku lelah, Pa." Hanya itu yang keluar dari bibir Daniel sebelum dirinya duduk di kursinya. Mulai membuka salah satu dokumen dan mengabaikan luka di tangannya.
Jeremi lalu meringis ketika menyadari sebanyak apa pekerjaan yang sudah dirinya limpahkan kepada putra bungsunya. Well, mungkin ia memang sudah keterlaluan kepada Daniel. Membuatnya bekerja dan menggantikan tugasnya sepertinya terlalu cepat untuknya meski Jeremi sudah memperhitungkan adanya Lawson yang tidak akan membuat parlemen goyah.
"Pulanglah dan beristirahat. Kau bisa datang lagi besok," ujar Jeremi sembari berjalan mendekatinya. Dia melewati Samuel yang meringis dan menunduk ketika Jeremi memberikan tatapan peringatan untuknya. Jeremi tahu bahwa Daniel tidak akan melakukan hal bodoh ini jika tidak dipancing.
Dari ketiga anaknya, Daniel adalah sebuah anomali yang terlihat sangat berbeda, sementara Phin dan Bela layaknya satu sel yang membelah diri.
Daniel berbeda. Matang di usia muda dengan menyadari bahwa ialah yang akan meneruskan gelar Marquess of Riverdale, dan Duke of Wales di masa depan alih-alih seharusnya Phineaslah yang mendapatkannya. Kesalahannya di masa lalu yang membuat keadaan seperti ini meski Phineas pun tidak mengeluh dengan apa yang terjadi. Sebaliknya, bocah nakal itu tampak hidup dan selalu bersenang-senang dengan kebebasannya. Betapa hal itu membuat Jeremi sangat iri! Astaga!
"Pulanglah, Nak," ujar Jeremi lagi.
"Tidak-"
"Atau aku akan memanggil ibumu dan memintanya menyeretmu pulang!" Ancam Jeremi lagi yang kali ini, mau tidak mau membuat Daniel mundur.
Daniel mengangkat kedua telapak tanganya ke atas. Mengaku kalah sebelum dirinya menekankan kepada ayahnya untuk tidak mengacaukan pekerjaannya.
"Asal kau tahu saja bahwa aku sama inginnya menyingkirkan semua dokumen ini dari hadapanku!" balas Jeremi kesal. Dia lalu mulai menyuruh-nyuruh Samuel. Tidak lantas membahas apa yang terjadi, karena membiarkan Samuel merasa tidak enak ataupun tidak merasa nyaman, merupakan hukuman yang sesuai untuk bocah itu saat ini.
Di sisi lain, pikiran Daniel menjadi kacau sejak dirinya menerima perintah untuk pulang. Ah, tidak. Pikirannya bahkan sudah kacau ketika tubuhnya seperti memiliki pikirannya sendiri, memberikan tinjunya kepada Samuel.
Mengapa dirinya melakukan itu? Pikirnya bingung.
Karena ibumu meminta kau untuk menghormati seorang perempuan, Daniel!
Daniel menganggguk-angguk sementara sisi lain jiwanya mencibir. Bukankah kau tidak ada bedanya dengan Samuel? Bedanya, kau mengatakan hal-hal keji langsung kepada Miss Sherington sementara Samuel hanya mengatakan apa yang orang-orang pikirkan di wajahmu. Siapa yang lebih menyakiti siapa, Daniel?
Daniel mengerang. Meraup wajahnya dengan kasar. Ada yang salah dengannya dan ia tidak tahu apa itu. Astaga!
Ketika kereta kudanya telah membawanya ke kediamannya, townhouse-nya tampak lenggang. Pelayan pribadinya mengatakan bahwa ibu, kakak, dan keponakannya sedang berjalan-jalan di Hyde Park.
"Saya akan membawakan obat untuk Anda, Milord," pesan Fudge --nama pelayan pribadi Daniel-- kepadanya.
Daniel mengangguk. Duduk di tepi tempat tidurnya yang terlihat bersih dan tidak lagi menguarkan aroma Azalea seperti harum milik Miss Sherington. Kepalanya masih dipenuhi dengan dengan ketidakmengertian akan sikapnya hari ini.
Kemudian, cahaya matahari yang masuk dari jendelanya menerpa sebuah kalung dengan bandul ruby yang indah. Yang rupanya, terasa familiar bagi Daniel.
Ia lalu mengambilnya dari atas nakas di samping tempat tidurnya. Mengamatinya dan berkonsentrasi untuk dapat mengingat di mana ia pernah melihatnya.
Tak berapa lama, Fudge kembali datang. Membersihkan luka di tangan Daniel, memberikan salep dan menutupnya dengan kain kasa kemudian. "Apa Anda memiliki luka lain di bagian yang lain, Milord?" tanyanya sopan.
"Tidak," jawab Daniel dengan yakin. "Mengapa kau berpendapat aku memiliki luka lain?"
Kening Fudge berkerut. "Karena saya menemukan jejak darah di sprei Anda pagi ini. Saya kira itu luka Anda."
Bibir Daniel menipis. "Kalung ini. Di mana kau menemukannya?"
"Di bawah bantal Anda, Milord. Kalung itu terselip di sana. Saya pikir Anda akan mencarinya sehingga saya meletakannya di atas nakas."
"Fudge," panggil Daniel. "Apakah kau membantuku bersiap tidur tadi malam?"
Fudge merasa bingung dengan pertanyaan itu. Tetapi dirinya tetap menjawab, "Seingat saya, Anda tidak lagi membutuhkan bantuan saya sejak usia Anda dua belas tahun."
Daniel mengangguk. Tetapi pikirannya yang kali ini terasa lebih cepat bekerja kemudian membuat mulutnya kembali bertanya, "Apa kau tahu jika saja ada tamu yang menginap di kediamanku semalam?"
Fudge mengangguk. "Hanya satu orang, Milord. Dan dia adalah-"
"Miss Tatiana Sherington," ujar Fudge dan Daniel bersamaan.
"Benar, Milord. Tetapi sepertinya Miss Sherington tidak menempati kamarnya karena kamar itu terlihat sama seperti sebelum ditempati. Dan juga, keberadaan Miss Sherington telah menghilang bahkan sebelum pelayan pertama bangun. Tidak ada yang melihatnya pergi. Tetapi kami yakin bahwa Miss Sherington sempat tinggal di sini."
"Mengapa kalian yakin?" tanya Daniel dengan suara tercekat.
"Karena salah satu pelayan melihatnya menangis selum Her Grace memaksanya untuk tinggal."
Daniel membeku. Informasi-informasi yang dia dapatkan, bukti-bukti yang ada, mimpi-mimpi yang terasa nyata itu mengarahkannya kepada satu hal. Dan lagi, kini ia tidak yakin bahwa ledakan gairahnya semalam bukan hanya mimpi indah. Melainkan...
Ya ampun...
Bagaimana dirinya bisa begitu bodohnya menganggap kejadian itu hanyalah sekadar mimpi belaka jika kenyataannya aroma azalea yang tertinggal, kalung rubi, bercak darah, dan keadaanya yang telanjang telah meneriakkan segalanya.
Daniel mengernyit.
Jejak darah.
"Apa kau tadi mengatakan jejak darah, Fudge?"
Fudge mengangguk. "Ya Milord, hanya sedikit bercak darah seperti halnya jika tangan Anda tersayat pisau."
Satu kenyataan menampar Daniel dengan telak. Miss Tatiana Sherington masih gadis. Ah bukan. Dia tidak lagi gadis karena nyatanya, Daniel telah merenggut kegadisannya.
Dan kemudian pertanyaan berikutnya yang muncul... Mengapa dia membiarkan Daniel melakukannya?
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top