1.5

Aku menahan tawaku ketika melihat Serin yang dibawa masuk kembali oleh para Maid dalam keadaan basah.

[Apa mandimu menyenangkan, Dewi Celene?]

[Diam]

"Sekarang giliran Anda, Nona. Banyak yang harus dilakukan dan waktu yang tersisa hanya kurang lebih 5 Jam."

Kudengar Serin membalas ejekanku disaat aku 'berbenah diri' dengan bantuan para Maid.

Kini aku mencubit pipi Serin. Kuharap kumisnya lepas saat ini juga.

Serin hanya bisa berontak dengan cara mengeluarkan meongan aneh dan mengarahkan cakarnya ke tanganku. Oh, pantas tidak sakit, kukunya sudah dipotong semua. Akhirnya, para Maid itu memang mengerti penderitaan kami yang selalu di cakar Serin.

Aku menghela nafas setelah selesai mencubit pipi Serin. Merasa lelah hanya dengan memakai gaun yang ada di tubuhku. Dan di bagian pinggangnya, kenapa para bangsawan menyukai hal yang seperti ini. Aku rindu baju kaos dan celana pendekku.

[Serin... kenapa kau harus menciptakan dunia yang memiliki etika dan gaya pakaian seperti zaman Victoria, kenapa?]

[Jangan tanya aku. Bukan aku yang membuat dunia ini. Yah, walaupun aku menyumbang sedikit ide.]

Jadi sama saja kau ikut andil dalam membuat dunia ini.

Aku duduk di dalam kamarku, menunggu sang mentari tenggelam ke sisi lainnya, tentu saja dengan keluhan gaun ku yang luar biasa tidak nyaman tapi juga sedikit nyaman ini.

[Baiklah, apa kau ingin kujelaskan detail misi pertamamu?]

[Silahkan. Aku akan mendengarkan.]

Aku berdiri dan berjalan keluar dari kamarku ketika sang mentari sudah sepenuhnya tenggelam, hanya menyisakan sedikit cahaya di ujung sana.

Serin mengecilkan badannya, lalu melompat ke atas kepalaku.

[Misimu adalah mengamati penyebab utama pemberontakan pertama para bangsawan kepada Raja Ashino Cheyia Zilyra dan Putra Mahkota Hirion Taser Zilyra pada hari ulang tahun Pangeran kedua, Aaron Riesen Zilyra.]

Aku berhenti di depan pintu ruang keluarga, mengangguk pada kesatria yang berjaga di samping pintu.

"Nona Lilya." Sapa seorang laki-laki paruh baya.

"Halo, Terence." Balasku.

[Yaampun, kenapa nama mereka sangat sulit disebut? Dan kenapa Aaron tidak menjadi Putra Mahkota? Apa ada kesalahan?]

Aku duduk di samping Ibu yang menatapku sambil tersenyum.

[Ya. Ini kesalahan. Takdir entah kenapa berubah. Seharusnya Hirion sudah meninggal 3 tahun yang lalu.]

[Apa? Jadi maksudmu, dia bertahan hidup? Bagaimana?]

"Lilya, kenapa kau melamun?" Ucap Ferius yang sedang berdiri di depanku dengan wajah yang sangat dekat denganku.

Aku mengerjapkan mataku kemudian meringsut mundur dengan cepat. Ferius kemudian menjauh dariku dan menghembuskan nafasnya.

"Se-Sejak kapan kau berada di depanku?" Tanyaku.

"Ibu dan aku sudah memanggilmu berkali-kali, tapi kau tidak berkutik sedikit pun. Apa yang kau pikirkan?" Ucap Ferius lagi.

"Dari pada kalian mementingkan hal itu lebih baik kalian segera pergi menyusul Nyonya dan Tuan beserta Tuan Muda Raynard. Kereta kalian sebentar lagi berangkat." Sahut Terence memotong pembicaraan kami.

Kami berdua menoleh ke arah Terence dengan mata melotot. Jika kita berbicara tentang Ibu, dia tidak mungkin meninggalkan anaknya yang terlambat. Tapi jika Ayah...

"Kakek Tery, kenapa tidak bilang dari tadi?!" Teriak Ferius yang sudah berlari keluar dari ruang keluarga.

"Tunggu aku, Ferius!" Teriak ku juga, mengabaikan bahayanya berlari dengan sepatu hak tinggi.

[Hirion akan muncul hari ini, tepat pada malam ini bersama dengan Ibunya, Ratu Renda Vassidia. Dan seperti yang kuberitahu tadi, pemberontakan pertama dari 3 pemberontakan akan terjadi. Dan peristiwa ini akan mengakibatkan Aaron yang kekuatannya yang sengaja disegel oleh keluarga kerajaan, menjadi lepas kendali.]

[Tugasmu hanya mengamati kali ini. Kau hanya boleh ikut campur jika nyawamu terancam, atau takdir yang tiba-tiba berubah.]

[Dan soal kematian Hirion, aku akan memberitahumu ketika kau sudah sampai di istana.]

.
.
.

Aku menghela nafas. Entah kenapa aku hari ini banyak sekali menghela nafas. Aku menatap Ferius yang duduk di depanku dengan nafas yang memburu sama sepertiku.

"Hah hah, pada akhirnya, Ayah meninggalkan kita." Ucapnya di sela-sela nafasnya.

"Itulah akibatnya jika terlambat ketika berurusan dengan Ayah." Sahutku.

"Tidak kah kau ingat ini salah siapa?" Tanya Ferius dengan wajah kesal yang dengan sengaja dia arahkan kepadaku.

"Ya, ya. Ini salahku." Jawabku.

Kami berdua diam dalam keheningan setelah itu, tidak berniat membuka pembicaraan sampai kami sampai di depan istana.

Ferius mengulurkan tangannya padaku saat aku hendak turun. Aku dengan berat hati menerima uluran tangannya.

[Ugh. Sekali lagi, kenapa kalian menciptakan dunia ini seperti zaman Victoria...]

"Jika dipikir-pikir, ini pertama kalinya kau muncul di hadapan publik setelah perayaan ulang tahun Raynard yang ke-3, kan?" Ucap Ferius sambil berjalan mengimbangi kecepatanku dan menggengam tanganku.

"Ya. Dan aku sangat benci tampil di depan publik. Lebih tepatnya, aku benci tampil di depan para lintah darat yang memanggil diri mereka bangsawan." Sahutku.

Ferius hanya terkekeh menanggapinya. Kurasa dia juga menganggap ucapanku benar, mengingat dia sering berurusan dengan para 'Lintah Darat' yang kusebut.

"Akhirnya dua kakak ku yang ceroboh datang."

Aku dan Ferius menoleh ke sumber suara, dimana di sana Ray sedang berdiri sambil menyilangkan tangannya di dada dengan wajah cemberut.

"Ada apa dengan wajah cemberutmu, Ray? Bukannya terlihat seram, itu malah terlihat lucu." Ucap Ferius dengan tawa mengejeknya.

"Terima kasih atas pujianmu, Kak Fery." Balas Raynard sambil tersenyum sarkastik.

Uh, sepertinya dia sedang benar-benar kesal. Kurasa dia kesal karena Ayah dan Ibu menyuruhnya berdiri sendirian, menunggu kedua kakaknya.

Ferius terkekeh sekali lagi, kemudian menarik kami berdua dan memasuki istana.

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri ketika kami sudah masuk ke dalam istana, berusaha mencari Hirion.

Ah, benar juga, Hirion.

[Serin. Kau lupa janjimu?]

[Ti... dak? Baiklah akan kuberitahu. Hirion Taser memang meninggal pada 3 tahun yang lalu.]

[Hah? Lalu siapa yang berdiri di samping Raja Ashino sekarang?]

[Ya. Itu memang dia. Tapi itu juga bukan dia. Hirion yang kau lihat sekarang hanyalah sebuah cangkang tanpa isi yang dikendalikan oleh pemain boneka yang sangat handal.]

[Apa? Jadi dia sekarang seperti mayat hidup? Sebuah Zombie?]

[Ya. Sebut saja begitu. Entah apa artinya Zombie.]

[Dan siapa yang mengendalikannya?]

"Akhirnya kalian berdua menyusul kami." Ucap Ibu ketika kami bertiga sampai di depannya.

"Kalian sedikit terlambat, Sang Pangeran Kedua sudah sampai sebelum kalian." Ucap Ayah.

Kulihat Ayah menghembuskan nafas kasar sambil menutup matanya. Dan jangan lupa dengan penutup mata hitam yang menutupi mata kirinya.

[Lihat, Serin. Luka yang kau goreskan kepada mata Ayahku membuatnya semakin tampan dan keren.]

"Jika saja seseorang tidak melamun mungkin aku akan melihat bagaimana rupa Pangeran Kedua." Ucap Ferius sengaja menyindirku.

Aku hanya mendengus. Lalu mengangkat Serin yang dari tadi berbaring diam di atas kepalaku dan mendekatkannya ke wajah Ferius.

Kulihat Ayah mengambil satu langkah mundur ke belakang Ibu, dan Ferius yang langsung bersembunyi ke belakang Ray.

"Jauhkan dia, Lilya. Jauhkan." Ucap Ayah dengan nada panik. Ferius hanya menimpalinya dengan anggukan.

"Jangan khawatir, kuku Serin sudah dipotong oleh para Maid." Ucapku sambil tersenyum.

Ah. Aku baru saja tersenyum?

Ibu, Ayah, Ferius, dan Ray menatapku dengan mata melotot.

[Akhirnya kau tersenyum.]

Aku menatap mereka dengan wajah terkejut, begitu juga dengan mereka. Sedetik kemudian, mereka semua menjadi heboh.

"Putriku akhirnya tersenyum padaku!"

"Lilya, kau cantik jika tersenyum!!"

"Lakukan lagi, lakukan lagi!!"

Aku terlonjak ketika Ayah, Ferius, dan Ray berbicara dalam waktu bersamaan dan refleks mengangkat Serin dan menjadikannya tamengku.

Ayah kembali bersembunyi di belakang Ibu dan Ferius bersembunyi di belakang Ray.

Pada saat itu, suara dentingan gelas menghentikan kami. Begitu juga dengan para bangsawan lainnya.

Kulihat Raja Ashino berdeham, "Aku punya pengumuman untuk kalian semua."

Kudengar para bangsawan di sekitarku berbisik-bisik.

[Biar kuberitahu siapa yang mengendalikan Hirion.]

Aku mencoba membagi fokus ku ke depan, di mana Raja Ashino sedang berdiri, menatap tajam ke arah Keluargaku. Dan ke Serin yang sedang bertelepati denganku.

[Dia mengkhianati negaranya sendiri. Rakyatnya sendiri]

"3 hari yang lalu, Putraku Hirion kembali dari perbatasan Kerajaan kita, Rizilyra."

Para Bangsawan kemudian sedikit bersorak, bahkan ada yang mengelu-elukan nama Sang Pangeran.

[Dia orang yang membunuhku ketika Aku menjalankan misi setelah Chrono mereset waktu dunia ini.]

"Dan Putraku membawa kabar baik." Ucap Raja sambil tersenyum ke arah Ayahku.

Kulihat wajah Ayahku sudah menjadi gelap saat ini.

[Dia juga orang yang mengadu domba Si Pahlawan dan Raja Iblis Aaron.]

"Dia berhasil menaklukkan 2 kerajaan kecil di perbatasan." Ucapnya.

Kulihat senyumnya semakin menjijikan ketika tatapannya jatuh kepadaku.

"Dan karena itulah, aku mengumumkan Kerajaan Rizilyra, sekarang berganti menjadi Kekaisaran Rizilyra."

[Dialah orangnya, Ashino Cheyia Zilyra.]

Pada saat itu juga, mataku melotot bersamaan dengan sorakan para bangsawan yang bercampur dengan protesan para bangsawan lainnya.

.
.
.

Aku menghela nafas ketika sudah mencapai teras belakang istana. Keadaan di dalam sana memanas dan aku tidak tahan lagi menyaksikan mereka semua berdebat.

[Lilya! Pergi temui Aaron, sekarang!]

Aku terkejut dengan teriakan Serin yang sekarang berlari dengan kecepatan penuh menuju taman.

Apa? Kenapa dia tiba-tiba berlari?

"Serin?" Ucapku sambil berjalan cepat, mengejar Serin yang berlari seperti kilat.

Kulihat dia langsung memendarkan cahaya putih dari tubuhnya dan berubah bentuk menjadi seekor serigala sebesar manusia.

"Serin!" Aku berteriak ketika melihat Serin memblokir serangan sihir dan melindungi seorang Bocah yang sedang meringkuk ketakutan.

Aku lalu berlari dan memanggil rantai-rantai yang langsung menerjang ke arah orang yang baru saja menyerang Serin dan Bocah tadi.

Aku berhenti dengan seretan dan meninggalkan jejak berkat sepatu hak tinggiku, "Apa yang kau lakukan pada anak kecil kau sialan?" Ucapku sambil menatap orang di depanku dengan tajam.

Aku mengangkat tanganku, memerintahkan rantai ku untuk menyerang orang itu lagi.

Sebelum aku melihat wajah orang itu dengan jelas, dia mendengus lalu menghilang dari hadapanku.

Serin menggeram dengan keras ketika melihatnya, "Lilya, itu orangnya." Ucapnya dengan suara yang bergema di tengah-tengah geramannya.

"Serin, tenangkan dirimu. Energi sihirmu meledak sekarang." Ucapku sambil menepuk-nepuk badan Serin.

"Berhenti menyentuhku!" Teriaknya.

Aku menjauhkan tanganku seketika. "Apa sebegitu tidak sukanya kau ketika kusentuh?" Tanyaku.

[Tidak. Bukan itu. Sihirku dan Sihirmu bertolak belakang. Dan itu akan menyakitimu jika kau melakukan kontak dengannya.]

Oh. Jadi begitu.

Tunggu. Jika sihirnya bertolak belakang dengan sihirku, sihir ras Iblis, itu berarti...

Aku menoleh ke arah Anak kecil tadi yang sudah berlutut di tanah dengan energi sihir yang meledak-ledak seperti gunung api erupsi.

"S-Serin..." Ucapku, berusaha membuat Serin menatap hal yang terjadi di depanku.

[Apa lagi sekar--]

Serin menatap bocah di hadapanku, lalu berteriak.

"Segelnya! Lilya! Segelnya rusak!" Ujarnya.

Apa? Sekarang?! Kau bercanda?!

"Serin, menjauh dari kami, sihirmu juga masih meledak."

Serin mengangguki ucapanku, dia lalu berubah bentuk menjadi seekor kucing lagi, lalu berlari menjauh.

Aku mengulurkan tanganku, berusaha menyentuh energi sihir yang merembes keluar dari tubuh Bocah di depanku.

"Bocah, siapa namamu." Ucapku sambil terus mendorong tanganku sendiri, melawan energi yang seakan mendorongku menjauh darinya.

"A-Aaron..." Ucapnya di sela-sela lengguhan beserta isakannya.

"Baiklah. Aaron, kau pernah melihat air terhisap ke dalam sebuah kain?" Ujarku.

Ah sial. Ada apa dengan penjelasanku.

Aaron mengangguk. Mengagumkan juga dia bisa mengerti pertanyaanku.

"Kalau begitu bisa kau bayangkan hal itu sekarang? Bayangkan energi yang keluar dari tubuhmu sekarang adalah air itu, dan kau kainnya. Kau bisa?" Ujarku lagi.

Aaron kembali mengangguk, dan kulihat energi yang keluar dari tubuhnya masuk kembali sedikit demi sedikit.

Aku mengulurkan tanganku lagi, menyentuh energi itu dan mendorongnya memasuki tubuh Aaron.

Aku merasa terhisap dan kehilangan keseimbanganku ketika semua energi masuk ke dalam tubuh Aaron, membuatku ingin terjatuh. Tetapi aku berhasil menyeimbangkan badanku lagi.

Kulihat Serin mendekat dengan wajah penasarannya.

[Apa sudah selesai?]

Aku menatapnya dan mengangguk. Serin kemudian berlari dan langsung meloncat ke atas kepalaku.

[Baguslah. Dia tidak boleh mati. Lagipula dia sang Raja Iblis.]

Hm? Tunggu sebentar.

Aku menatap Bocah di depanku yang mencoba untuk berdiri. Dia menatapku kemudian, dengan mata terbuka lebar dan berkilau menatapku.

Mata berwarna merah itu menatapku kagum.

Mata berwarna merah.

Merah.

Sang Raja Iblis memiliki rambut hitam pekat dan mata merah semerah darah.

Aku mendongak ke langit malam, menyingkirkan pemikiranku. Lalu kembali menatap Bocah di hadapanku.

[Ce-Celene... apa aku baru saja... memanggil seorang Raja Iblis dengan "Bocah"?]

[Ya. Tanpa ragu-ragu.]

[J-Jika kuingat tadi dia mengatakan bahwa dia bernama Aaron...]

[Ya. Dengan jelas.]

Aku merasakan kepalaku berputar ketika menyadari apa yang baru saja kulakukan dan apa yang baru saja terjadi.

"U-Um... Kakak...?" Ucapnya dengan ragu-ragu.

Sialan kenapa suaranya lucu sekali? Dan juga wajah itu! Pipi itu!

[Tenangkan dirimu. Kau seperti seorang pedofil sekarang.]

"U-Um..." Ucap Aaron lagi, mematahkan pemikiranku.

"Ya? Ada apa?" Ujarku, pada titik ini aku hanya akan pura-pura tidak mengenalnya.

"Si-Siapa nama Kakak?" Ujarnya.

"Lilya." Sahutku singkat.

"Lilya Mournbone." Lanjutku.

"U-Um... Kak Lilya... t-t-Terima ka---"

BOOM!!

Kami berdua terlonjak mendengar ledakan besar yang datang dari arah istana.

[Lilya. Acaranya sudah dimulai.]

Aku menatap nyalang ke arah istana, kemudian berlari dengan cepat, begitu juga dengan Aaron.

.
.
.

Terima kasih telah membaca ^^
Jangan lupa Vote
Dan komen jika ada kesalahan ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top