1.2
Aku ingin bertanya.
Apakah seorang Dewi suka menelantarkan umatnya?
Tidak kan? Ya, tapi mungkin di beberapa kasus bisa seperti itu.
Tapi bukan itu masalahnya.
[Dewi Kentang. Ini sudah 2 tahun. Sedangkan kau berucap kau akan datang setelah 2 minggu. Jika saja aku tidak terperangkap di tubuh anak kecil, aku akan langsung datang menghampirimu, lalu menghajarmu. Ayolah. Aku tahu kau membaca pikiranku.]
Kurasa tidak ya. Baiklah kalau begitu. Aku berjanji akan menghabisimu ketika kau datang. Tunggu saja.
"Awuaaa wua aa aa!" Teriakku dengan semangat. Aku merasa mataku berapi-api sekarang.
"Huh? Ada apa, Lilya? Apa kau melihat sesuatu yang lucu?" Ucap seorang anak di sampingku yang dari tadi melihat aku memukul-mukul lantai dengan mainanku.
Kuharap lantai ini adalah Dewi Kentang.
Anak disampingku adalah Ferius, anak pertama sekaligus Putra pertama Duke Mournbone. Dengan kata lain, dia kakak ku.
"Meh." Jawabku.
"Seperti biasa, Lilya memang kejam kepadaku." Ucapnya dengan tangan yang mencengkram dada kirinya dan wajah yang dramatis.
Bocah satu ini bodoh atau polos? Apa yang dia harapkan dari anak berumur 2 tahun? Apa aku harus berbicara dengan jelas kepadanya?
Tidak. Itu menyeramkan.
Lagipula aku tidak bisa berbicara dengan benar.
"Lily, Fery, Ayo makan siang." Ucap Ibu di depan pintu kamarku.
Ya. Ini kamarku. Ferius yang seenaknya masuk ke kamar seorang perempuan dan mengganggu ketenangannya.
Ibu seperti biasa langsung menggendongku dan berjalan keluar tanpa basa basi lagi. Tak menghiraukan Ferius yang berkata ingin menggendongku.
Heh. Memangnya kau cukup kuat mengangkatku yang berat ini?
[Jadi kau barusaja mengakui kalau kau mempunyai berat badan yang berat?]
Apa? Hah? Siapa?
Aku menolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri. Mencari siapa yang barusaja bertelepati denganku.
Siapa?
Entah kenapa ini mulai menyeramkan. Ughh jika aku bepikir ini semua salah si Dewi Kentang itu. Biarkan saja aku pergi ke akhirat, aku tidak meminta bereinkarnasi.
Tapi dunia ini keren juga. Ada sihir dan semacamnya. Tapi tetap saja aku takut mengingat kalau aku akan mati.
"Kalian akhirnya tiba." Ucap Ayah setelah kami bertiga masuk ke ruang makan.
Kulihat matanya sedikit melotot ketika melihatku.
.
.
.
Aku kembali memukul-mukulkan mainanku ke lantai. Kali ini Ferius pergi belajar sihir dengan Ayah, jadinya tidak ada yang akan mengangguku.
Jika kupikir-pikir, pernah suatu hari Ferius tidak sengaja meledakkan ruangannya. Lalu semua orang berucap kalau dia sudah membangkitkan kekuatannya. Dan sejak saat itu dia berlatih dengan Ayah. Tak pernah melewatkan satu hari pun.
Membangkitkan kekuatan? Bagaimana itu? Apa aku juga akan seperti itu?
Begitulah pemikiranku ketika mendengarnya. Tapi mengingat kalau Lilya yang asli adalah penyihir yang berbakat, bahkan mendekati Raja Iblis. Kurasa aku juga akan mengalami hal itu suatu hari nanti.
[Nona McMillan. Ah, tidak. Nona Mournbone. Lama tidak bertemu.]
Aku terperanjat mendengar suara yang tiba-tiba berdengung di kepalaku. Suara itu lagi.
Aku kembali menoleh ke kanan dan kekiri seperti tadi, lalu menemukan seekor anak Kucing sedang duduk menatapku di jendela.
[Bagaimana kabarmu 2 tahun ini?]
Aku lalu sadar siapa dia.
Tanpa ragu, aku langsung melemparkan mainan yang ada di tanganku ke anak Kucing itu, sekuat tenaga.
[Maafkan keterlambatanku, ada hal ya--]
Suaranya terhenti setelah mainanku mengenainya tepat di wajahnya.
[Inikah sambutanmu kepada dewi yang menyelamatkanmu dari kematian?! Hah?!]
Aku tidak mempedulikan wajahnya yang terlihat kesal dan auranya yang berapi-api. Aku kembali mengambil mainanku dan melemparkannya lagi.
Mainan itu kembali mengenai wajahnya.
[Pergi sana. Aku tidak membutuhkanmu lagi. Dasar Kentang.]
[Siapa yang kau panggil Kentang?! Aku Celene, Dewi takdir di dunia ini. Tunjukan rasa hormatmu padaku dasar kau bocah!]
[Siapa yang kau panggil bocah? Apakah kau tidak ingat siapa yang membuatku seperti ini? Hm?]
[...]
Anak Kucing, tidak. Celene turun dari jendela, dan melompat langsung ke arah wajahku.
Sayang sekali gerakannya lambat. Jadi aku dengan mudah menghindarinya.
[Ahh... jadi begitu. Setelah kalah debat denganku, kau beralih strategi menjadi menyerang? Benar kau seorang Dewi Takdir?] Ujarku sambil memasang wajah mengejek menatap Kucing putih di depanku.
Kucing itu mendesis ke arahku. Aku lalu membalasnya dengan juluran lidah dan semburan air liur ku.
"Uwah, jorok sekali! Dasar bocah ini!" Ucapnya.
Ap-apa... dia baru saja... berbicara?
Mataku melotot horror menatapnya. Melihat reaksiku, dia juga melotot horror menatapku.
"K-k-kenapa? A-a-apa ada sesuatu menempel di wajahku?" Ucapnya sambil terbata dan sedikit meringsut mundur.
Mataku melotot lebih luas dan kulihat wajahnya pucat menatapku.
"H-h-hentikan itu. Kau membuatku takut." Ucapnya lagi.
Heh. Dia takut dengan pelototanku? Kalau begitu aku akan memelototinya sampai mataku ingin copot!
.
.
.
"Ekhem!" Kutatap Kucing putih di depanku yang sedang berdeham ini. Entah bagaimana dia melakukannya.
"Jadi, Lilya. Aku akan meminta maaf padamu. Jadi berhentilah melotot. Kau menyeramkan." Ucapnya sambil duduk dengan ekor yang bergerak ke kanan dan ke kiri.
"Um!" Ucapku. Hah. Rasakan itu. Siapa yang lebih kuat disini, hah?
"Aku yakin kau ingin tahu apa alasanku terlambat 2 tahun seperti ini."
"Um um!" Ucapku lagi. Ya. Begitulah seharusnya sikapmu.
"Singkat cerita, setelah kau lahir para Dewa dan Dewi lainnya memanggilku untuk menyusun ulang strategi."
"Uwa wah?" Tanyaku.
"Ya. Mereka mengusulkan untuk menambah orang dalam misi ini, dan orang-orang itu akan membantumu nantinya." Jawabnya seolah-olah tahu apa yang kutanyakan.
"Lang-Lang?" Tanyaku lagi.
"Ya. Orang yang akan membantumu lebih dari satu orang." Jawabnya.
Mungkin jika salah satu pelayan masuk ke kamarku sekarang, mereka akan panik melihat Nona Muda mereka yang sedang berbicara dengan seekor kucing.
"Ah uh... ah! Ck!" Ucapku lagi. Merasa aku tidak akan bisa bicara, aku bertelepati dengannya.
[Jadi bagaimana denganku? Apa yang harus kulakukan sekarang?] Ucapku di dalam telepati.
"Yah, kau cukup berlatih sihir sampai aku memberimu perintah baru." Jawabnya.
[Begitu saja?]
"Begitu saja."
.
.
.
Terima kasih telah membaca! ^^
Silahkan Vote
Dan Komen jika ada kesalahan ^^*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top