KEJUTAN TAK TERDUGA

Burung pipit berkicau saling bersahutan di dahan pohon mengeluarkan melodi indah. Pagi yang cerah memberikan semangat yang tinggi di dalam jiwa.

"Al ...."

Suara lembut mengguncangkan tubuh Al yang masih tengkurap di tempat tidur. Al menggeliat karena merasa mendapat sentuhan lembut dari penguasa hatinya.

"Iya, Bun," gumam Al mengejapkan mata sambil menyesuaikan pandangannya.

"Bangun, tolong temani Bunda cari kado buat acara teman Bunda nanti malam dong."

Al bangun lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang.

"Iya, Bun," sahut Al menyempurnakan kesadarannya.

Pantangan bagi Al mengatakan tidak untuk sang Bunda. Sesibuk apa pun Al, dia akan selalu berusaha meluangkan waktu dan memenuhi permintaan ibundanya.

"Entar malam kamu ada acara enggak?" tanya Maya sambil merapikan ranjang Al. Al turun dari tempat tidur, berjalan gontai mengambil handuk di lemari.

"Enggak, Bun, Al mau persiapan ujian sama mau nyelesaiin skripsi. Biar Al bisa secepatnya lulus dan fokus membantu Bunda dan ...."

Ucapan Al terpotong karena Maya menyahut. "DJ kamu?"

Al hanya tersenyum dan mengangguk.

"Bunda mau ajak kamu, El, dan Dul menghadiri acara teman Bunda nanti malam. Masa kamu tega sih, Bunda datang sendiri," bujuk Maya agar Al menemaninya malam ini.

"Iya deh, Bun, entar malam Al usahain, tapi pulangnya jangan malam-malam, ya? Kan Al harus belajar juga."

"Iya, iya. Ya udah kamu mandi dulu, Bunda tunggu di bawah. El sama Dul udah berangkat sekolah," ujar Maya lalu melenggang pergi ke luar kamar Al.

Al masuk ke kamar mandi membersihkan diri. Usai lengkap dengan pakadian santai, tetapi tetap terlihat tampan, Al meraih handphone-nya. Satu notif pesan menghiasi layarnya. Al menggeser layar flat itu, lalu membaca pesan yang ternyata dari Lyana.

Hari ini aku enggak bisa keluar rumah, jadi maaf, aku enggak bisa nemenin kamu jalan.

Al sedikit merasa kecewa, tetapi ada rasa kelegaan di hatinya, karena Al tak harus ambil pusing untuk mencari alasan jika hari ini dia akan seharian menemani Maya.

Baiklah, sampai bertemu besok, ya?

Al membalas pesan Lyana, lalu memasukan handphone-nya ke saku celana. Al keluar dari kamar, menghampiri Maya yang sudah menunggunya.

"Ayo, Bun!" ajak Al meraih kunci mobil yang berada di bufet.

Maya menjinjing tasnya, lalu menggandeng tangan Al ke luar rumah. Al membukakan pintu mobil untuk Maya.

"Silakan, Nyonya, saya siap mengantar Anda ke mana pun. Sampai ke ujung dunia sekalipun, saya siap."

Maya tertawa terbahak mendengar lelucon Al seraya dia masuk ke mobil. Al sangat bahagdia karena dia dapat membuat Maya tertawa lepas. Melihat sang ibu yang sudah berjuang demi memberikannya kehidupan tersenyum adalah kebahagiaan tersendiri bagi Al. Al mengitari mobilnya lalu masuk dan duduk di jok kemudi.

"DJ Al siap meluncur ke lokasi di mana pun yang Nyonya inginkan," ujar Al membuat Maya tertawa riang.

"Udah, ah, kamu ini selalu bisa bikin Bunda ketawa. Sakit perut Bunda nanti," kata Maya memukul pelan lengan Al.

Al hanya tersenyum lalu memakai kacamata hitam dan mulai melajukan mobilnya menyusuri kota metropolitan yang sangat terik. Sepanjang jalan Maya selalu menggerakkan kaki dan tangannya seiring musik DJ yang Al putar sebagai penghibur di kala mereka terkena macet. Al melirik Maya yang selalu menikmati remix buatannya. Seakan Maya tahu banyak hal tentang musik, selama ini Al belum pernah mendengarkan Maya membahas soal musik dan menyinggung musik terlalu dalam dengannya.

"Bun, menurut Bunda nih, ya ... apa semua orang yang mencintai musik bisa jadi DJ seperti Al sekarang?" tanya Al mulai ingin sharing tentang musik bersama ibundanya.

Dorongan kuat dari dalam hati Al membuat dia percaya dan yakin jika sebenarnya Maya tahu banyak hal tentang musik. Namun, Al belum yakin, hal apa yang membuat ibundanya tak pernah menyinggung hal itu dengannya. Padahal Maya tahu betul bagaimana Al mencintai musik.

"Skill! Menjadi seorang DJ itu enggak sembarangan, Al. Yang paling utama, mereka harus memiliki skill. Seorang DJ juga harus mempunyai pengetahuan soal teori musik dan sound basic, sebenernya kalau ketiga hal itu sudah dapat dikuasai, udah bisa jadi DJ kok," jelas Maya membuat Al tercengang bukan main.

Ternyata benar dugaannya, Maya tahu banyak tentang musik. Al semakin bersemangat mengorek banyak hal tentang ibundanya yang dia belum tahu.

Pengetahuan tentang teori musik diperlukan, karena sebagai DJ salah satu spesialisasinya adalah mixing lagu. Di situ DJ harus paham benar apa yang namanya hitungan bar. Agar mixing dari satu lagu ke lagu lain tidak berantakan.

"Kalau pengin jadi DJ intinya tuh harus niat banget. Udah gitu jangan takut bikin kesalahan, karena awal dari kesalahan itulah kita tahu di mana letak yang harus kita perbaiki. Kita selalu bisa learn by mistake. Terus yang penting juga, kita harus respect with any kind of music, biar pengetahuan soal musik semakin luas," imbuh Maya membuat Al berdecak kagum.

Al menoleh tak percaya, begitu banyakkah yang Maya tahu tentang musik? Apalagi ini tentang seorang DJ, sebagai profesinya sekarang.

"Bun, apa aku harus meninggalkan DJ demi membantu Bunda mengembangkan bisnis?" ujar Al sedih menatap Maya sekilas lalu kembali menatap lurus ke depan.

Maya mengelus lengan Al lembut seraya tersenyum tulus kepada putra sulungnya itu, lalu berakata, "Asal profesi kamu ini sebagai DJ ditekuni bener-bener, ke depannya pasti bisa menjanjikan. Tapi harus bener-bener niat, karena sekarang ini competitor-nya mulai banyak dan bagus-bagus. Malah bukannya enggak mungkin bisa menjajah party scene di luar negeri! Kemungkinan profesi DJ bakal berkembang banget ke depannya. Apalagi kelab dan raving scene semakin marak belakangan ini," sahut Maya menguatkan kepercayaan Al agar tak goyah.

Al merasa lega, ternyata selama ini Maya sangat mendukung jika dia menjalankan profesinya sebagai disc jockey.

"Tapi ... Bunda tetap memintamu untuk menyelesaikan kuliah, karena itu untuk bekalmu nanti. Jenjang pendidikan sekarang dipandang, saat berkumpul dengan teman-teman apalagi jika nanti kamu akan melamar anak gadis orang. Pasti mereka akan mempertimbangkan dari tamatanmu sekolah juga," timpal Maya yang tak ingin Al putus kuliah hanya karena mengejar kariernya saja.

"Siap, Bun, insyaallah Al akan selesaikan kuliah dengan baik dan semoga karier Al juga semakin cemerlang."

"Aamiin." Maya hanya tersenyum menatap wajah Al yang kini terlihat lebih cerah dan hari-harinya diselimuti perasaan bahagia. Tak seperti dulu lagi yang kelabu.

***

Tuhan memang memiliki ribuan cara untuk mengirimkan cinta kepada semua orang. Salah satunya untuk Al, yang harus bekerja keras meyakinkan seorang gadis pujaan hatinya, tak begitu mudah untuk ditaklukkan.

Maya sudah rapi dengan gaun sederhana, tetap terlihat elegan di tubuhnya. Sedangkan Al, El, dan Dul sudah rapi mengenakan jas hitam dengan rambut klimis. Sungguh bahagianya Maya malam ini karena dikelilingi tiga penjaga hati dan jiwanya yang tampan yang mampu menarik perhatin para wanita nantinya saat di tempat umum.

"Bunda, sudah sdiap, kan?" tanya Al saat mulai menjalankan mobilnya.

"Siap dong," jawab Maya memasang safety belt.

"Okey, kita berangkat." Al menancap gasnya, melajukan mobil sesuai arahan Maya.

Saat Al menyadari ke mana arah mobilnya berjalan, tiba-tiba dia merasakan jantungnya berdegup abnormal. El dan Dul tetap duduk tenang di jok belakang, mereka hanya memerhatikan jalan yang Maya tunjukan untuk Al.

"Sebenarnya kita mau ke mana sih, Bun?" tanya Al sudah menaruh curiga dengan arah tujuannya bepergian malam ini.

"Ke rumahnya Tante Virda."

Jlek

Jantung Al seakan merosot hingga ke perut, itu berarti Maya mengajaknya ke rumah Lyana? Ini bukan pertama kali bagi Al mendatangi rumah Lyana. Tanpa sepengetahuan Maya dan kedua adik-adiknya Al sering mengunjungi rumah Lyana, walau hanya mengantar ataupun menjemput Lyana. El yang melihat Al gelisah memicingkan mata.

"Kakak kenapa? Kok kayak orang gugup begitu sih?" tegur El.

"Enggak kok, biasa aja," sahut Al stay cool dan tetap fokus mengemudi.

Al menarik napasnya dalam, bersiap untuk menemui Lyana bersama ibunda dan adik-adiknya. Al memang belum menjalin hubungan spesial dengan Lyana, tetapi hatinya selalu mendesaknya ingin memiliki gadis itu. Al harus sabar menunggu hingga saatnya tiba.

Sesampainya di pelataran rumah yang sering Al kunjungi, Maya segera mengajak ketiga putranya memasuki rumah yang sudah ramai orang dan berhias berbagai dekorasi.

"Bun, acara apaan sih ini?" tanya Dul merasa risih karena mereka kini menjadi pusat perhatin orang.

"Ini acara ulang tahun pernikahannya Tante Virda dan Om Dirga. Sekalian syukuran karena putrinya sudah dinyatakan lulus dari kampusnya di Belanda dulu. Hebat kan putri Om Dirga? Sudah cantik, sopan, dan teman sekampus Kak Al pula," jelas Maya menoleh kepada Al, El, dan Dul.

Maya melihat Al mengirimkan sebuah pesan kepada seseorang, hingga tak mendengarkan perkataan ibundanya tadi. Maya hanya tersenyum dan menggeleng.

Kamu ada di mana?

Isi pesan itu ditujukan untuk Lyana yang sedari tadi tak terlihat oleh Al.

Maaf Al, aku enggak bisa keluar malam ini. Aku ada acara keluarga.

Balas Lyana membuat bibir Al tertarik membentuk senyuman yang sangat manis. Al segera membalas pesan dari Lyana tadi.

Aku main ke rumah kamu, ya? Aku kangen kamu, kan seharian aku enggak ketemu kamu dan enggak lihat wajah cantik kamu. Hari-hariku kosong dan hampa tanpa kamu.

Al terkekeh sendiri membaca tulisan yang baru saja dia ketik. Maya, El, dan Dul yang mendengarkan kekehan Al langsung menoleh dan mengernyitkan dahi.

"Kenapa, Al?" tanya Maya penasaran.

"Mmm ... enggak pa-pa kok, Bun," jawab Al menoleh sekilas kepada Maya lalu membuka pesan yang masuk di handphone-nya.

Jangan, di rumahku sedang banyak orang. Orang tuaku sedang mengadakan acara. Besok aja, ya?

Al semakin terkekeh keras seraya memasukkan handphone-nya ke saku celana.

"Bun, mmm ... Al ke sana, ya?" Al menunjuk ke segerombolan orang yang dia kenal.

Maya mengangguk lalu melenggang mendekati Virda dan Dirga yang sedang mengobrol dengan temannya.

"Hai, Virda," sapa Maya menyadarkan kehadirannya.

"May!" pekik Virda girang menyambut Maya sukacita.

Maya dan Virda saling berpelukan, saat pandangan Virda melihat kedua jagoan Maya, dia mengerutkan dahinya.

"Ini anak kamu yang dua, May?" tanya Virda menunjuk El dan Dul.

"Oh, iya ... ini El." Maya memperkenalkan El kepada Virda. "Dan ini Dul." Maya memegang kedua bahu Dul dari belakang. Virda menyalami El dan Dul sangat ramah.

"Loh, Al enggak ikut, May?" tanya Virda terkesan sudah akrab dengan Al.

Maya mengerutkan dahinya karena merasakan Al menyembunyikan sesuatu darinya. Apalagi Maya sudah kenal lama dengan Virda, dia sudah hafal betul bagaimana cara Virda menanyakan seseorang jika sudah akrab dan yang belum akrab dengannya.

"Oh, Al, ya? Itu ada di sana ... sama teman-temannya," jawab Maya menunjukkan keberadaan Al.

"Tumben seharian enggak kelihatan main ke sini. Biasanya pagi sudah sampai di toko, siangnya ke rumah," ujar Virda membuat Maya semakin bingung.

"Oh, iya?" seru Maya tak percaya.

"Iya, May. Al setiap pagi ke toko ngajak Lyana berangkat ke kampus bareng, siangnya pulang dari kampus, Al juga enggak pernah absen nganter sampai di rumah," jelas Virda membuat Maya memicingkan matanya ke arah Al yang berjarak kurang lebih dua meter dari tempatnya berdiri saat ini.

Al tak menyadari tatapan penuh arti Maya, dia justru asyik mengobrol dan bercanda dengan teman-temannya. Saat semua sibuk dengan obrolannya masing-masing, sebuah suara lembut dari atas panggung mini menjadi pusat perhatin.

"Selamat malam semuanya."

Al tersenyum tipis melihat gadis pujaan hatinya duduk memangku gitar pemberiannya, kala itu dia sedang manggung di salah satu kota Indonesia bagian timur.

"Berbicara tentang cinta, tidak akan pernah ada ujungnya. Cinta, cinta, dan cinta adalah satu hal yang memiliki ribuan arti dan makna. Begitu juga Tuhan yang menghadirkan cinta di sekeliling kita dengan ribuan cara. Terima kasih untuk Mama dan Papa yang sudah memberikanku limpahan cinta dalam hidupku selama ini. Saat nanti aku tak ada di samping kalian, ketahuilah satu hal, di mana pun aku beradaan, cinta kalian akan selalu terasa. I love you, Ma, Pa." Lyana mencium jauh ke arah Dirga dan Virda yang sedang terharu karena keberaniannya mengungkapkan perasaan di depan ratusan undangan.

Virda dan Dirga membalas ciuman Lyana dengan mengecupkan bibir mereka jarak jauh. Hati Lyana menghangat, ada sesuatu hal yang membuatnya bersedih saat ini. Dia menoleh ke arah di mana Al berdiri. Senyum manis Lyana lemparkan untuk Al, begitupun Al membalasnya dengan senyuman terbaiknya.

"Bagiku cinta adalah sebuah rasa saling memercayai, proses pendewasaan, saling menjaga, dan merasa saling memiliki. Namun, cinta bukanlah perasaan yang harus dipaksa, cinta butuh proses dan waktu." Lyana tersenyum penuh arti kepada Al.

Al yang memahami maksud tatapan Lyana itu hanya tersenyum dan mengangguk paham. Lyana menarik napasnya dalam, lalu mulai memetik gitarnya dan melantunkan sebuah lagu dari Pasto yang berjudul Aku Pasti Kembali. Al yang menyadari lagu tersebut karena tatapan Lyana tak lepas darinya, memiliki firasat yang tak tenang. Hatinya seketika gelisah dan risau.

Waktu tlah tiba
Aku kan meninggalkan
Tinggalkan kamu
Tuk sementara

Lyana masih saja setia menatap Al yang memerhatikannya nanar sembari memasukkan kedua tangannya ke saku celana.

Kau dekap aku
Kau bilang jangan pergi
Tetapi kuhanya dapat berkata

Aku hanya pergi ... tuk sementara
Bukan tuk meninggalkanmu selamanya
Aku pasti kan kembali pada dirimu
Tetapi kau jangan nakal
Aku pasti kembali

Dari tatapan Lyana seakan kata-kata itu dia tunjukan kepada Al. Al menghela napasnya dalam untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Keinginan Lyana yang kuat tak mampu Al kalahkan dengan kekuatan cinta yang dia punya.

Kau peluk aku
Kau ciumi pipiku
Kau bilang .... janganlah kupergi

Bujuk rayumu
Buat hatiku sedih
Tetapiku hanya dapat berkata

Di penghujung lagu, Lyana menatap ke dalam manik mata Al. Hati Lyana terasa nyeri saat mengingat kedekatannya selama bersama Al. Dia tak mau jauh dari Al, tetapi dia juga tak ingin hanya mengikuti egonya. Lyana masih memiliki rencana panjang untuk kariernya. Dia akan menahan rasa itu hingga tiba waktunya.

'Pabila nanti
Kau rindukanku di dekapmu
Tak perlu kau risaukan
Aku pasti akan kembali

Usai bernyanyi, Lyana menunduk meneteskan air mata yang sempat menggantung di pelupuknya. Al berpaling meninggalkan keramaian tempat itu. Tak kuasa menahan tangisannya, Lyana pun turun dari panggung. Lyana melangkah lebar dari arah belakang panggung yang langsung terhubung dengan taman belakang. Lyana menangis mengeluarkan sesak di dadanya, dia berlari kecil berdiri di tepi kolam renang. Suasana yang sepi tak ada seorang pun yang tahu jika saat ini Lyana sedang menangis.

"Kenapa menangis?" Suara lantang dan sexy dari arah belakang mengejutkan Lyana.

Lyana dengan cepat menoleh ke belakang, melihat siapa pemilik suara tersebut. Lyana menghapus air matanya lalu menatap orang yang kini sudah berdiri di sebelahnya memandang lurus ke depan.

"Aku membutuhkan sesuatu yang kamu sebut itu cinta. Apa kamu dapat memberikannya untukku?" Lyana tersenyum mendengar permintaan itu.

"Al, seperti yang sudah pernah kita bahas beberapa hari yang lalu. Kamu tahu, aku enggak bisa masuk ke perusahaan ASIA karena faktor fisik. Tapi Tuhan menggantikan sesuatu yang lebih indah, yang enggak pernah aku sangka sebelumnya. Terkadang awal dari iseng itu malah bisa menjadi takdir dalam hidup kita. Setelah aku lulus dari kampus sini, aku akan bekerja di perusahaan Royal Dutch Shell, Belanda," tutur Lyana mencengangkan Al.

Mata Al membulat sempurna, kegagalan Lyana yang tak dapat masuk ke perusahaan ASIA ternyata tak membuat gadis itu patah semangat. Justru Al mendapat kabar baik sekaligus kabar yang membuat hatinya juga bersedih.

"Jadi, kamu akan pergi, usai wisuda nanti?" tanya Al menatap Lyana dengan tatapan abu-abu.

"Maaf, aku enggak akan memaksamu untuk menungguku. Kalau kamu menyukai wanita lain, silakan. Aku enggak pa-pa." Hati Lyana sangat nyeri mengatakan hal itu.

Royal Dutch Shell adalah perusahaan minyak asal Belanda. Pemilik merek dagang Shell itu berhasil menggeser Wall-Mart sebagai perusahaan terbesar dunia pada 2012. Sebelumnya, Royal Dutch Shell berada di posisi kedua.

"Jangan katakan itu, kita akan melakukan bersama. Menahan perasaan ini hingga waktunya tiba. Aku mau berjuang bersamamu melawan ego ini. Jika kita berjuang bersama, itu akan lebih kuat. Bukankah begitu?" ujar Al membuat perasaan Lyana menghangat.

"Makasih," ucap Lyana menatap Al yang ternyata juga sedang menatapnya.

Suatu hal yang akan dipertahankan bersama akan lebih kuat dan tergenggam erat.

#####

Belum jadian, udah mau LDR-an. Begini amat ceritanya. Sedih!

Makasih vote dan komennya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top