DJ MBUD VS DJ MAYA
Seorang pria dewasa berjenggot tebal dan bertubuh subur berdiri di belakang turntable. Dia mulai memutar musik deep house style. Jenis musik ini lain dari house music, tidak seramai progressive house meski berciri sama, dan lebih banyak memakai sound keyboard. Sedangkan progressive house style dari genre house music, musik hingar-bingarnya banyak memakai sound synthesizer yang cenderung dark dan menerawang.
"Kamu mengundang Heldy, Vir?" tanya Maya saat melihat Heldy sudah memutar musik di mini panggung.
"Iya, untuk meramaikan acara aja, May. Kan acaranya ini juga buat anak muda, yaaa ... hitung-hitung ngingetin masa lalu kita dulu. Ayolah, May, aku rindu permainanmu," bujuk Virda kepada Maya dengan wajah memohon.
"Maaf, Virda, aku sudah lupa," tolak Maya lalu menenggak sirup merah yang sedari tadi dia bawa.
"May, aku tahu betul bagaimana kamu sangat mencintai DJ. Itu karena Tante Hesti dan Om Anjar aja yang dulu menentangmu dan mendesakmu untuk meneruskan bisnisnya," jelas Virda yang membuat Maya teringat masa lalunya.
Maya terdiam memikirkan permintaan Virda. Ini acara ulang tahun pernikahan sahabat dekatnya. Mungkinkah Maya tega untuk menolak permintaannya? Hanya sedikit mengingat skill yang sudah dia miliki dan memutarkannya untuk teman-teman yang menyukai musik. Hati Maya tergerak ingin melakukannya, dia tidak yakin jika kemampuan men-DJ-nya tak seperti dulu lagi. Maya takut jika nanti akan merusak suasana acara tersebut.
"Enggak, ah, Vir," tolak Maya menatap Virda menyesal.
"Kenapa? Selama ini aku enggak pernah meminta macam-macam sama kamu kan, May. Please, kali ini aja kamu turuti keinginanku. Aku kangen melihat kamu berdiri di belakang turntable. Aku sudah siapkan alat itu di sini, karena aku mau lihat kamu yang ada di sana selain Heldy. Please."
Virda masih saja membujuk Maya seraya menyatukan kedua tangannya di depan dada dan memperlihatkan mimik memohon. Virda ingin sekali memberikan kesempatan yang dulu sempat hilang untuk sahabat baiknya itu.
"Vir, nge-DJ enggak semudah itu. Aku takut nanti malah acara kamu berantakan. Entar gara-gara musik yang aku bawain enggak pas sama kemauan crowd, malah jadi bahan olok-olokan," ujar Maya merasa pesimis.
"Aku percaya sama kamu, May, aku yakin kamu bisa. Aku tuh udah kenal kamu lama, kamu belajar nge-DJ itu enggak cuma satu atau dua tahun. Ayolah, May," rayu Virda seraya mengguncangkan lengan Maya dan merengek kepada sahabatnya itu.
Ibarat pawang, seorang DJ harus bisa juga membaca arah angin atau mood partygoers. Maka jam terbang yang tinggi mutlak dibutuhkan oleh seorang DJ. Semakin tinggi jam terbangnya, makin mahir dia menyusun repertoir untuk menggiringi suasana emosi pengunjung atau audiens.
"Okay, aku akan naik ke sana." Akhirnya Maya pun menyusul Heldy ke atas panggung.
Virda tersenyum penuh kemenangan dan berseru keras kepada para undangan, "Inilah yang kita nanti-nantikan selama ini. DJ Maya!"
Semua undangan bersorakria tidak untuk El dan Dul. Mereka justru tercengang saat melihat Maya berdiri di belakang turntable bersama Heldy.
"Kamu mau mencobanya lagi?" kata Heldy sedikit terkejut karena dia tahu betul bagaimana perjalanan Maya selama dia belajar tetang DJ dan kehidupan masa muda kakak seniornya dulu saat belajar men-DJ.
"Iya, aku merindukan alat ini." Maya menyentuh turntable. "Walau di rumah ada, tapi itu milik Al, bukan milikku. Punyaku dulu masih tersimpan rapi di gudang," gurau Maya membuat Heldy terkekeh.
"Okay, silakan." Heldy memberikan handphone-nya kepada Maya. "Kamu pasti bisa, gerakkan lautan manusia di sini, Kak May," seru Heldy memberikan semangat untuk Maya.
Seperti disalurkan semangat yang tinggi, keyakinan Maya pun terlahir kembali. Tanpa sepengetahuan anak-anaknya selama ini, Maya masih tetap melatih ilmu dan skill DJ yang dimiliki. Namun dia mengonsumsinya sendiri. Maya mulai mengganti musik yang sempat Heldy putar tadi dengan genre atau alur musik trance. Jenis genre ini merupakan kombinasi dari musik techno dan house. Musiknya kental dengan nuansa melodik. Lebih santai, tetapi tetap membarakan semangat.
"Dul, apa itu Bunda?" tanya El masih belum memercayai jika yang berada di atas panggung adalah ibundanya.
"Iya, itu Bunda, Kak El," sahut Dul menyambut gembira.
Musik mengalir seiring tangan Maya yang mencampur dan mengombinasikan nada hingga terdengar selaras. Entakan musik terdengar hingga ke belakang panggung. Al dan Lyana yang sedari tadi mengobrol berdua di taman belakang tertarik untuk melihat siapa yang sudah menghidupkan suasana pesta menjadi semakin meriah.
"Semakin malam, pesta makin seru aja nih," kata Al seiring mereka berjalan masuk ke rumah.
"Mama sama Papa itu sebenarnya menyukai musik. Makanya aku juga sedikit tahu tetang musik. Bagiku musik dan kehidupan ini tidak bisa dipisahkan. Tanpa musik, dunia akan terasa sunyi dan mati," tukas Lyana dengan senyum terbaiknya ke arah Al.
"Kalau yang ini aku setuju, I like music and disc jockey is my life." Lyana terkekeh saat Al dengan percaya diri mengatakan 'disc jockey is my life'.
Al menggandeng tangan Lyana masuk ke tempat pesta. Debaran jantung mereka sama-sama berjalan abnormal, karena mereka sangat pintar menutupi perasaan itu dengan sikap tenang, sehingga mereka tak saling memiliki rasa canggung. Al maupun Lyana tetap stay cool dan penuh keyakinan masuk ke ruang pesta dengan masih bergandengan tangan.
"Eham! Mau nyeberang ke mana Pak, Bu?" goda Gibran saat memergoki Al dan Lyana yang baru saja datang dari arah belakang.
Al dan Lyana segera melepas tautan tangannya, mereka bertingkah seperti seseorang yang kepergok sedang melakukan sesuatu. Gibran tertawa melihat Al dan Lyana yang salah tingkah.
"Al, lo kok enggak pernah bilang sih kalau ternyata bakat nge-DJ lo, warisan dari Tante Maya. Kalian memang sama-sama jago dan memiliki skill dan tingkatan bermain musik yang tinggi," puji Gibran bangga membuat Al menatapnya dengan kerutan di dahi.
"Bunda? Maksudnya?" tanya Al bingung.
"Nah, loh ... kok malah lo enggak tahu sih. Lihat noh!" Gibran mengarahkan pipi Al agar menoleh ke arah panggung. Diikuti Lyana yang juga merasa penasaran.
Betapa terkejutnya Al saat Maya dan Heldy bekerja sama membangun suasana pesta semakin hidup. Apalagi kini Ranggaz dan Andika di atas panggung memeriahkan permainan DJ Maya dengan mengisi vokal.
"Tante Maya?" ucap lirih Lyana tak percaya.
"Itu Bunda, Bran?" seru Al menunjuk Maya yang sedang memutar alat mixing.
"Lah, iya, lo pikir siapa? Nenek lo!" sergah Gibran lalu menenggak minumannya. "Gue mau ikut Ranggaz dan Andika. Bye!" Gibran berlari ke arah panggung lalu mengambil alih mikrofon yang dibawa Andika dan menyesuaikan lagu yang sedang Ranggaz bawakan.
Al masih terpaku di tempat seraya memerhatikan Maya yang sangat memukau dengan mixing-nya.
"Ternyata, kamu memiliki bakat DJ dari bundamu, Al," ucap Lyana melirik Al yang masih mematung.
Al tersenyum bangga dan dia puas karena kecurigaannya selama ini kepada Maya yang begitu mengetahui tentang musik, terjawab sudah.
"Iya, Ly, aku enggak sangka Bunda ternyata sehebat ini. Bunda menguasai acara ini dan dia bisa membaca arah angin. Aku sangat menyukai permainan Bunda," kata Al tak lepas memandang Maya.
Semakin larut malam, acara makin hidup dan pesta semakin meriah dengan adanya Maya yang beraksi di belakang turntable. Maya terlihat mempunyai power untuk bisa membuat orang menari. Berbagai macam musik mampu Maya mixing, dari mulai aliran musik drum and bass maupun tribal. Genre drum and bass ini merupakan kombinasi pattern bas dari musik reggae dengan upbeat tempo musik house. Sedangkan tribal adalah musik dance yang lebih didominasi dengan munculnya suara-suara perkusi.
"Heldy, tolong lanjutkan, hari semakin larut. Al harus belajar untuk persiapan ujiannya." Maya berbisik kepada Heldy.
"Okay, permainanmu sangat memukau, Kak. Thanks," ucap Heldy lalu dibalas Maya dengan acungan ibu jari ke arahnya.
Maya turun dari panggung disambut oleh Virda dengan tepuk tangan yang heboh. Maya tersenyum puas karena dapat membuat kebahagiaan banyak orang.
"Aku bilang apa, pasti kamu bisa. Lihat hasilnya, pestaku semakin merdiah," pekik Virda lalu memeluk Maya tanda ucapan terima kasih.
"Kali ini aja, ya, aku lakukan ini di depan anak-anakku. Sudah terbongkar rahasiaku selama ini," ujar Maya, tetapi hatinya merasa was-was bagaimana nanti menghadapi dan memberikan penjelasan kepada Al, El, dan Dul.
Prok, prok, prok, prok
Tepuk tangan mengiringi langkah kaki Al, El, dan Dul membuat jantung Maya berdebar keras. Maya tersenyum lugu, bingung untuk bersikap. Langkah ketiga jagoannya semakin dekat, Maya belum memiliki jawaban jika nanti Al, El, dan Dul menuntut penjelasan.
"Bunda," panggil Al menatap Maya menuntut penjelasan.
Maya hanya tersenyum dan merasa gugup, dia menutupi kegugupannya dengan meraih minuman yang dibawa pelayan, Maya menenggak sekali tarikan napas habis karena tenggorokannya terasa kering.
"Kami bangga dan sangat menyukai permainan Bunda malam ini. Al enggak akan banyak tanya, tapi Bunda harus janji sama Al, bakalan latih Al setiap hari," timpal Al dengan senyuman bangga lalu berhamburan memeluk Maya.
El dan Dul juga tak ingin kalah dengan Al, mereka memeluk Maya bangga.
"Kami enggak akan menuntut penjelasan dari Bunda, melihat permainan Bunda tadi, kami yakin, Bunda sudah lama belajar tentang DJ," ucap El sedikit melegakan hati Maya.
"Tapi, ajari juga kita main DJ kayak Kak Al, ya, Bun," imbuh Dul membuat Maya terkejut.
"Oh noooo! Belum waktunya kalian belajar itu," tolak Maya melepas pelukan anak-anaknya.
Lyana dan Virda terkekeh mendengar rajukan Dul yang langsung mendapat penolakan mentah-mentah dari Maya. Al dan El ikut tertawa saat melihat bibir Dul mengerucut.
"Dul, Dul, sabar, ya? Nanti kalau sudah waktunya, Kak Al yang ngajarin kamu. Sekarang ini kamu fokus belajar dulu, ya? Kak Al yakin, kamu akan lebih hebat dariku," ujar Al menghibur Dul agar tak bersedih.
Al dan El memeluk Dul agar adik bontotnya itu dapat memahami situasi dan kondisinya yang masih sibuk belajar di bangku SMP.
"Maaf, ya, Dul, bukannya Bunda tidak mengizinkanmu. Tapi, Bunda cuma ingin kamu lebih dulu fokus kepada sekolah dan belajarmu. Menjadi DJ itu banyak menyita waktu, karena kamu harus sering mendengarkan berbagai musik dan mencari nada untuk menggabungkan menjadi musik yang nanti dapat kamu putar di alat turntable," jelas Maya memberikan Dul pengertian agar tak berkecil hati.
"Betul kata Bunda, Dul. Kenapa alasan Kak Al selalu membawa laptop dan headphone yang menggantung di lehernya?" tanya El mendapat gelengan dari Dul. "Itu karena Kak Al selalu mencari musik dan nada yang pas untuk membuat lagu. Kalau Kak Al menemukan nada yang sesuai dan cocok dengan keinginannya, dia akan lebih mudah merangkainya di laptop dan nanti dia akan menyempurnakannya saat di studio. Bukankah seperti itu, Kak Al?" timpal El menjelaskan kepada Dul.
"Iya, modal utama seorang DJ itu, dia harus tahu musik dan mencintai musik. Makanya, biasanya DJ itu juga menjatuhkan hatinya kepada seseorang yang juga menyukai musik," ujar Al melirik Lyana yang sedari tadi berdiri di samping Virda, menyimak obrolan mereka.
Semua yang berdiri mengelilingi Al dan Lyana merasakan aura cinta dari keduanya. Maya sekarang baru paham dengan situasi tersebut.
"Eham! Apa ada yang Bunda tidak tahu?" tukas Maya melirik Al dan Lyana bergantian.
Al dan Lyana menunduk menghindari tatapan menyelidik dari Maya, Virda, El, dan Dul.
"Wah, wah, wah, pada ngomongin apa nih serius amat," tanya Dirga yang baru saja datang untuk bergabung.
"Sepertinya ada yang sedang jatuh cinta nih, Pa," sahut Virda melirik Al dan Lyana memberi isyarat kepada Dirga.
Dirga menangkap maksud istrinya, lalu dia tertawa keras menepuk bahu Al.
"Apakah itu benar, Al?" tanya Dirga merangkul Al.
Susah payah Al menelan ludahnya, tenggorokannya tercekat, dia bingung menjawab, sedangkan hubungannya dengan Lyana belum jelas.
"Mmm ... enggak kok, Om, saya sama Lyana cuma temen dan kami belum memikirkan hal sejauh itu. Bukan begitu Lyana?" jawab Al gugup menutupi debaran jantungnya yang berdetak kencang.
"Iya, Pa. Kan Papa tahu, setelah lulus Lyana akan bekerja dulu di Belanda. Kami mau sama-sama mengejar karier dulu, iya kan, Al?" sahut Lyana menatap Al dengan tatapan tak rela, tetapi memang begitulah kenyataannya.
Mereka sudah memutuskan untuk menunda perasaan yang sekarang tersimpan di dalam hati. Al dan Lyana ingin sama-sama berjuang meyakinkan perasaan yang mereka miliki seiring mengejar prestasi dan karier di bidangnya masing-masing. Al memahami dan mencoba mengerti keinginan Lyana.
Ini adalah tugas terberatnya selama mengenal gadis. Al tak pernah sesulit itu untuk memenangkan hati seorang wanita, kali ini adalah sosok gadis yang berbeda dan lebih menuntut perjuangan.
Namun, Al tak berjuang sendiri, Lyana tetap bersamanya dan akan berjuang menjaga hati untuk tetap memupuk cinta yang sudah dia miliki selama ini untuk Al. Semua butuh proses dan usaha, jika ingin mencapai ke sebuah titik kebahagiaan yang sesungguhnya.
######
Nanti ada waktunya. Sabar, ya, Al, Ly.
Makasih vote dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top