AJARI AKU MENGENAL DUNIAMU
Waktu terus berjalan, minggu silih berganti, bulan makin bergulir. Sedikit demi sedikit Al mengenalkan pekerjaannya kepada Lyana. Seperti saat ini, Al mengajaknya ke studio. Di tempat itu semua perlengkapan lengkap, dari alat untuk menciptakan musik hingga alat pemutar musiknya.
"Al, Om keluar dulu, ya? Lyana kalau butuh apa-apa tinggal minta tolong sama ART di rumah ini. Jangan sungkan, ya." Heldy merapikan penampilannya kemudian meraih bungkus rokok dan korek apinya di meja.
"Om mau keluar ke mana?" tanya Al melihat Heldy memasukkan beberapa barang kebutuhannya ke tas selempangan kecil.
"Om mau ngurus sesuatu di luar. Nanti teman-temanmu akan datang, mereka lagi ngurusin pacar masing-masing," ujar Heldy lalu menepuk bahu Al tanda berpamitan.
Al hanya mengangguk, mengerti, lalu Heldy keluar dari studio hingga kini hanya ada Al dan Lyana. Suasana ramai, tetapi bukan dari Al ataupun Lyana, melainkan rakitan musik yang sedang Al buat. Lyana mendekati Al lalu duduk di kursi sebelahnya, Lyana sangat serius melihat proses pembuatan campuran musik yang sedang Al lakukan saat ini. Wajah Al sangat serius dan penuh konsentrasi. Karena merasa bosan Lyana pun berdiri, mendekati alat yang dapat dia tebak itu adalah serangkaian alat DJ perform.
"Al, apa ini semua alat yang kamu pakai saat perform?" tanya Lyana mengitari alat tersebut dan mengelusnya lembut.
"Iya, alat yang sedang kamu sentuh itu namanya mixer DJ," jelas Al menghentikan pekerjaannya sesaat dan memerhatikan Lyana yang masih asyik mengagumi benda yang ada di depannya.
"Aku kira cuma pembuat kue aja yang butuh mixer, ternyata DJ juga butuh mixer, ya?" gurau Lyana membuat Al tertawa renyah.
Alat vital seorang DJ dalam menunjang aksinya selain CDJ player adalah mixer DJ. Mixer dan CDJ player satu set tool untuk bermain DJ. Al berdiri, berjalan mendekati Lyana yang sedang memerhatikan alat mixer tersebut.
"Kalau mixer yang ini beda. Mixer ini berfungsi untuk proses mixing, equalizing, antara lagu pertama, lagu kedua dan lainnya, biar perpindahan lagunya halus. Sedangkan kalau CDJ player untuk memutar lagunya saja." Al menunjukan alat yang dia maksud kepada Lyana.
"Oh, iya, semakin lama kan, zaman makin maju. Kalau alat DJ begini, bisa ikut berkembang enggak sih?" tanya Lyana menunjuk alat DJ dan menatap Al menuntut penjelasan.
"Ya pasti dong, kalau zaman dulu masih pakai piringan hitam, sekarang bisa langsung pakai laptop. Ada lagi nih, mixer yang Om Heldy punya mixer djm 350s pioneer, model lama, classic, ini itu tool DJ yang paling simpel dan mudah dipahami serta digunakan. Kecil, enteng, dan praktis. Cocok untuk DJ pemula, karena hanya terdiri dari dua channel untuk proses mixing lagu," jelas Al menyentuh benda berwarna hitam tersebut.
Lyana menatap Al dengan senyuman manis, Al yang merasa Lyana perhatikan lalu mendongak dan mengerutkan dahinya.
"Kamu suka banget, ya, DJ?"
"Iya, enggak tahu kenapa hatiku senang dan cuma musik yang membuatku merasa lega dan tenang. Musik adalah sumber kekuatanku, menjadi DJ memang bukan pekerjaan yang utama, tapi jujur, aku enggak bisa lepas dari duniaku ini," ujar Al membuat Lyana semakin memahami Al.
Lyana menyentuh bahu Al lembut. "Maukah kamu mengajariku duniamu? Aku mau mengenalmu lebih jauh."
"Dengan senang hati," sahut Al bahagia, akhirnya Lyana mau memahaminya.
Dengan semangat membara Al menjelaskan alat dan cara bekerjanya. Al juga sangat antusias mengajak Lyana mendengarkan lagu hasilnya mengombinasikan musik. Lyana yang hobi dengan musik, tak kesulitan terjun dan mulai menyelami pekerjaan Al tersebut.
"Ini namanya tombol equalizer," jelas Al seraya menyentuh tombol yang bisa diputar terdapat garis yang tidak penuh berwarna merah, kuning, dan hijau pada atas tombol tersebut. Al juga menyentuh tombol yang terdapat tulisan monitor level pada alat tersebut.
"Itu apa fungsinya?" tanya Lyana menatap Al.
"Kalau mau belajar jangan lihatin aku, tapi lihat yang ini." Al menyentuh pipi Lyana lembut dan mengarahkan wajah cantiknya agar menatap alat mixer yang ada di depannya. Lyana tersenyum dengan hati yang berbunga-bunga.
"Ini tombol yang berfungsi untuk menyeting equalizer lagu. Ini kan ada tulisannya, jadi bisa dimainkan, low untuk bass, mid untuk midle, hight untuk treble atau frequence suara tinggi. Di bagian inilah DJ biasanya melakukan balancing antara lagu pertama dan kedua, sehingga pada saat pergantian lagu menjadi halus. Tombol paling atas trim atau gain bisa juga sebagai volume. Berfungsi untuk menambah gain lagu, apabila lagu di antara kedua channel pelan, dengan syarat volume mentok, tapi gain kedua lagu tidak bisa sama, gitu, Ly. Kamu mudeng kan, cara penyampaianku?" tanya Al was-was jika penyampaiannya tak dipahami Lyana.
"Iya, Al, aku paham kok. Bagaimanapun aku juga sering main musik, jadi sedikit-sedikit aku tahulah hal-hal seperti itu, tapi enggak tahu kegunaannya," tukas Lyana menarik kursi untuk duduk sambil menghadap alat DJ yang sedang Al jelaskan padanya.
"Ly, boleh aku tanya sesuatu?" Al menggigit bibir bawahnya menanti respons dari Lyana.
Al takut jika pertanyaannya nanti akan membuat Lyana tersinggung. Maka dari itu dia ingin hati-hati menyampaikannya.
"Iya, boleh. Tanya apa, Al?" Lyana menatap wajah serius Al.
"Mmm ... maaf sebelumnya, tapi aku udah penasaran banget."
Lyana semakin ingin tahu hal apa yang Al tanyakan kepadanya.
"Sebenarnya Jojo itu ada hubungan apa sih sama kamu?"
Sontak Lyana tersenyum geli.
"Kenapa?"
"Aku cemburu lihat kalian selalu dekat dan begitu akrab," ujar Al jujur menyingkirkan rasa gengsinya.
"Kenapa harus cemburu?"
"Wajar dong, Ly, kan aku sayang sama kamu dan aku takut kehilangan kamu. Rasa cemburuku ini menuntut penjelasan dari kamu, biar aku enggak cemburu buta dengan kedekatan kalian." Al menarik napasnya siap mendengarkan kenyataan sekalipun menyakitkan.
"Jojo itu temanku dari kita dulu kuliah bareng di luar negeri. Aku kan dulu memang sempat kuliah di sini tiga semester dan lanjut dua semester di Belanda untuk ambil master. Awalnya aku mau nerusin aja langsung lulus di sana, tapi peraturan di kampus kita enggak memperbolehkan. Kan, aku masih terdaftar mahasiswi di sini, jadi aku harus menyelesaikan di sini juga. Begitupun Jojo, dia itu udah aku anggap kakak karena waktu di Belanda dia yang menjaga dan nemenin keseharianku," jelas Lyana, belum melegakan hati Al.
"Terus?" tanya Al mencebikkan bibirnya seraya menarik kursi duduk di sebelah Lyana.
"Di Belanda aku hidup sendiri dan mandiri. Tinggal di apartemen dan berjuang menempuh pendidikan dan melawan kerasnya kehidupan di sana. Belanda itu jauh berbeda sama sini, Al. Kalau di sini aku bisa mancal gas, di Belanda aku mengayuh sepeda. Jarang orang sana pakai motor dan mobil, ada aturannya. Bayangin, setiap hari pulang pergi aku sama Jojo selalu mengayuh sepeda dari apartemen sampai kampus yang lumayan jauh. Biasanya sih 40 menit dari apartemen sampai kampus," ujar Lyana menerawang perjuangannya saat mengenyam pendidikan di negara kincir angin tersebut.
Al berdecak kagum dengan semangat dan perjuangan Lyana. Ternyata Lyana gadis yang mengutamakan pendidikan. Jarang anak zaman sekarang seperti Lyana. Dia menyampingkan urusan pribadinya, seperti halnya berpacaran demi meraih cita-citanya. Lyana rela melawan hati dan perasaannya untuk meraih kesuksesannya.
"Ooooh, jadi Jojo itu teman seperjuangan kamu di Belanda dulu. Tapi dia enggak nyimpan perasaan cinta sama kamu, kan?" tuduh Al yang khawatir jika dia memiliki saingan untuk mendapatkan hati Lyana.
Lyana tertawa lepas lalu menutup mulutnya agar suara tawanya tak menggelegar menguasai ruangan tersebut. Al justru tersenyum miring karena begitu bodohnya dia jika di depan Lyana.
"Enggaklah, Al. Jojo itu orangnya enggak memikirkan hal itu dulu. Dia itu sebenarnya pengen banget jadi polisi, tapi karena keluarganya enggak ada yang mendukung, akhirnya dia mengambil bisnis," jelas Lyana melegakan hati Al.
"Syukur deh," ucap Al pelan menghangatkan hati Lyana.
"Makasih, ya, udah mau mengerti dan menunggu." Lyana menggenggam tangan Al membuat hati Al berdegup kencang.
Tak biasanya Al seperti ini jika berdekatan dengan wanita, tetapi bersama Lyana, Al mampu hanyut dan tertarik ke dalam dunia gadis itu. Secara magic cinta dapat mengubah pahit menjadi manis. Raja pun dapat menjadi hamba, itu karena kekuatan cinta.
"Udah yuk, lanjutin belajarnya. Kapan selesainya kalau kita ngobrol begini terus," ajak Lyana bersemangat, dia berdiri dan menarik Al agar kembali menjelaskan alat mixer tadi.
Hati Al bahagia melihat wajah ceria Lyana. Gadis itu sangat berbeda dengan wanita lain yang selama ini pernah dekat dan masuk ke dalam dunianya. Jika biasanya Al yang harus memahami mereka, kali ini kebalikannya, gadis ini yang justru memahami Al. Al tak ingin mengecewakan Lyana, dia juga harus memahami kehidupan Lyana.
"Kapan-kapan aku ikut kamu main musik, ya? Oh, iya, kata Gibran kamu suka juga sama foto-foto, ya? Kalau ada waktu luang kita ajak Beril ke kota lama. Di sana banyak view unik dan menarik," ujar Al membuat Lyana antusias menyambutnya.
"Serius, Al? Kamu mau nemenin aku?" Lyana menatap Al dengan mata berbinar.
"Iya, aku serius." Al mencubit pipi Lyana kecil.
"Senengnya ada teman buat nyalurin hobi potret aku. Entar kamu, ya, yang jadi modelku," ujar Lyana bahagia.
"Enggak, ah, aku kan jelek. Enggak pantas jadi model," tolak Al yang tak biasa berpose.
"Yaaaah, kan khusus jadi koleksi pribadiku," bujuk Lyana memohon.
"Iya deh, demi kamu," sahut Al yang tak tega melihat wajah memelas Lyana. Akhirnya Lyana dapat tersenyum bahagia.
"Lanjutin lagi ini," pinta Lyana menunjuk alat mixer.
"Oh, iya." Al mulai menunjukkan dua tombol yang berjejer dapat ditarik, naik, dan turunkan. "Ini namanya volume level, tombol itu digunakan untuk proses mixing, menaikkan dan menurunkan volume, posisi di atas berarti lagu sedang aktif keluar speaker. Posisi di bawah berarti lagu kedua dan pada saat akan ganti lagu, Dj akan mengerakkan keduanya secara pelan-pelan. Tapi tidak berbarengan, karena menunggu waktu yang tepat," jelas Al dibalas anggukan mengerti dari Lyana.
"Jadi, dua jari harus siap di dua tombol ini dong kalau mau ganti lagunya," tanya Lyana mencoba menempelkan jari telunjuk dan jari tengahnya di atas tombol itu, lalu Al mengajarinya saat memutar musik dan siap akan menganti dengan musik yang lain.
"Aaaaaah, aku bisa!" pekik Lyana bahagia. Al tersenyum saat melihat wajah senang Lyana.
"Terus yang ini preview channel." Al menujukan dua tombol dengan jarak beberapa sentimeter, di antara jarak tersebut terdapat tulisan fader start.
Al mengalungkan headphone di leher Lyana.
"Tombol ini untuk preview atau mendengarkan lagu yang akan di-mixing dari CDJ pada channel satu atau dua. Untuk mendengar lagu di channel satu maka tombol ch-1 harus on. Untuk mendengar dua lagu dari headphone maka kedua tombol harus diaktifkan. Sekarang kamu pakai headphone-nya terus aku ajari kamu menggunakan tombol ini."
Lyana memasang headphone tadi di telinganya. Debaran jantung Lyana bertambah cepat saat Al menempelkan tubuhnya dari belakang. Apalagi Al meraih tangannya dan mengajarkan cara memutar dan mengoperasikan tombol yang baru saja dia jelaskan tadi. Lyana menarik napasnya dalam lalu fokus mendengarkan lagu yang sedang Al putarkan untuknya.
Kalau cinta sudah membara
rindu jadi menggebu-gebu
janji janji seribu janji
janji apel di malam ini
Pacarku tak ada di rumah
malam minggu jadi kelabu
dalam hati ngomel sendiri
akhirnya aku pulang pergi
Aku tak mau malam ini kecewa
kuambil gitar, kupanggil teman temanku ....
suka suka ... nyanyi di pinggir jalan
suka suka ... joged di pinggir jalan
bernyanyi walau bukan dangdut asli
yang penting goyangnya a ... sik a ...sik
berjoget walau bukan dangdut asli
yang penting kita bisa happy ....
Yang penting happy suka ... suka ....
Lalu Al menggantinya dengan musik yang lain, pelan, tapi pasti. Musik yang tadinya sedikit keras kini melantun sedikit santai tetap memancarkan semangat. Remix yang sudah Al racik beberapa hari lalu untuk dia manggung bersama artis pemilik lagu tersebut, Rizky Febrian bulan depan.
Berada di pelukanmu
mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Berdua bersamamu
mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Kau dan Aku tercipta oleh waktu
Hanya untuk saling mencintai
Mungkin Kita ditakdirkan bersama
merajut kasih menjalin cinta
Al memeluk Lyana dari belakang dan menyandarkan dagunya nyaman di bahu kanan gadis itu. Lyana mengerti maksud Al mengapa memutarkan lagu tersebut. Al ingin mengungkapkan isi hatinya kepada Lyana. Beginilah isi gambaran hati Al saat ini.
"Kamu tahu kan, aku mendapatkan kenyamanan saat bersama kamu. Saat bersama gadis lain aku masih punya bayangan bagaimana aku tanpa mereka, yang jelas aku masih bisa berdiri tanpa mereka di sisiku, Ly. Tapi semenjak aku kenal dan dekat sama kamu, enggak tahu kenapa aku merasa takut kehilangan kamu dan aku enggak punya bayangan bagaimana nanti jika aku tanpa kamu. Aku takut jauh dari kamu." Al mengeratkan pelukkannya dan semakin menelungkupkan wajahnya di sela-sela leher kanan Lyana.
"Al, jodoh di tangan Tuhan. Jika nanti aku pergi dan saat aku kembali nanti, jika Tuhan mengizinkan kita untuk tetap bersama, betapa bahagianya aku, Al. Tapi, jika kamu di tengah perjalanan menyerah, aku bisa apa. Hidup adalah pilihan, jika nanti suatu saat kamu mendapatkan wanita yang lebih baik daripada aku sebelum kembali, lanjutkan cerita hidupmu. Jangan jadikan aku beban dalam hidupmu. Aku enggak mengikatmu, aku membebaskanmu, tapi jika kamu mau bersabar dan menunggu, aku akan tetap berusaha menjaga hati," ujar Lyana membuat perasaan Al campur aduk. Al semakin mengeratkan dekapannya.
Lyana merasakan ketakutan Al jika dia sampai meninggalkannya. Tangan Al yang melingkar di perut Lyana bergetar, Lyana mengelus lembut menenangkan hati Al.
Ceklek
Pintu studio terbuka begitu saja, Al dan Lyana yang terkejut langsung melihat ke arah pintu. Andika menyengir kuda lalu menutup pintunya kembali. Lyana terkekeh melihat wajah sungkan Andika, lalu perlahan Lyana melepaskan pelukan Al.
"Ayo, ajari aku lagi. Yang ini tombol buat apa? Ini juga bisa digeser kanan kiri?" Lyana mengalihkan pembicaraan agar suasana tak menjadi canggung.
Al menatap Lyana lembut, kini dia berdiri di sebelah Lyana. Al tersenyum sangat manis dibalas oleh Lyana yang tak kalah manisnya.
"Yang ini master level, kontrol volume untuk mengatur keluaran suara ke speaker monitor. Jika posisi knob di 0 maka suara tidak akan keluar ke speaker."
"Ooooh, sekarang aku ngerti. Jadi antara mixer dan CDJ player itu enggak bisa terpisahkan, ya?" Lyana melepas headphone yang masih mengalung di lehernya.
"Enggak cuma itu aja sih, masih banyak perangkat lainnya. Tapi kalau DJ itu yang penting ada dua alat ini sebagai pendukung dia tampil. Yang paling penting lagi mic level, ini untuk pengatur keluaran suara dari microfon yang dihubungkan ke mixer djm 300s. Microfon digunakan DJ untuk talking pada saat akan perform atau sekadar cuap-cuap, biar acara party lebih meriah," jelas Al sambil berjalan mendekati pintu.
Lyana duduk di sofa sedangkan Al membuka pintu. Andika dan yang lain masuk lalu memosisikan diri mereka di tempat biasa mereka duduk.
"Kenapa enggak masuk? Kenapa harus nunggu gue bukain pintu dulu? Biasanya juga asal nyelonong," ujar Al menghempaskan tubuhnya di kursi biasa dia bekerja.
"Kata Andoy lo lagi asyik, ya udah ... kita nunggu lo kelar dulu," sahut Ranggaz mendapat jitakan kecil dari Gibran.
"Maksud lo yang jelas. Asyik itu luas artinya, jangan bikin adik gue malu gara-gara omongan ambigu lo," tegur Gibran membuat yang lain terkekeh, tidak untuk Ranggaz yang asyik memegangi kepalanya, bekas jitakan Gibran.
"Iya, iya, sorry," ucap Ranggaz mencebikkan bibirnya.
"Tadi gue lagi jelasin alat DJ aja kok sama Lyana. Kebetulan tadi Lyana lagi dengerin lagu, Andika buka pintu begitu aja," jelas Al menutupi kejadian yang sebenarnya agar Lyana tak malu karena mereka tadi sempat kepergok Andika saat berpelukan.
Andika yang memahami maksud Al hanya mengangguk dan tersenyum penuh arti.
"Ya udah, kalian di sini dulu, gue mau antar Lyana pulang dulu. Habis itu gue balik ke sini lagi," ucap Al berdiri lalu meraih jaketnya.
"Enggak perlu, Al, aku pulang naik taksi aja, kasihan kamu bolak-balik. Mereka juga entar lama nungguin kamu," tolak Lyana ikut berdiri dan meraih tas selempangannya.
"Udah enggak pa-pa, Ly, biar Al yang antar kamu pulang. Lebih aman dan kita udah biasa nunggu dia," bujuk Gibran tak ingin melihat Lyana kesusahan di jalan.
"Tapi, Kak ...," ucap Lyana terpotong seiring tangan Al menariknya keluar dari studio.
"Assalamualaikum!" teriak Al setelah melewati pintu, sambil menggandeng tangan Lyana.
"Waalaikumsalam," balas semua serentak.
Teman-teman Al ikut bahagia saat melihat Al sekarang lebih bersemangat dan memancarkan kebahagiaan setiap waktu. Kehadiran Lyana berpengaruh positif untuk hidup Al.
#####
Sumpah, aku kok yang malu pas Andoy buka pintu. Berasa aku yang kepergok. Hahahaha
Makasih vote dan komennya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top