05. Arjuna di Hidup Alea

Pukul enam lewat lima belas menit, Alea bangun dengan mata yang sulit sekali terbuka. Meski begitu, ia memaksakan untuk menggerakkan tubuhnya dan bergegas ke kamar mandi. Mengguyur badan dan besiap ke sekolah. Ia berlarian ke sana kemari, mengenakan seragam sekenanya dan segera berangkat. Sesuai dugaannya, ia terlambat hari ini.

Ia sempat berpikir untuk bolos saja. Namun, tentu saja gadis itu tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bertemu Kak Yuma-nya hari ini. Pokoknya Alea tidak ingin melewatkan satu hari pun tanpa menikmati wajah rupawan pemuda yang membuatnya jatuh hati itu di sekolah.

Usai mengikatkan tali sepatu di teras rumah, Alea sudah siap dengan ponsel untuk memesan ojek secara daring dari aplikasi. Namun, tiba-tiba saja suara motor matic terdengar berhenti di depan rumah. Alea mengerutkan kening, seingatnya ia belum menekan tombol pesan pada ponselnya tadi. Akan tetapi, ia tetap menghampiri seseorang yang kini menunggu di depan sambil menatap ke arahnya itu. Diraihnya tas punggung dan berlari menuju gerbang. Namun, yang dilihat bukannya tukang ojek online, melainkan Arjuna Rayaska—sepupunya.

Ia mengerutkan kening. "Kok, lo di sini? Ngapain?" Dia bertanya keheranan.

Yang ditanya tak kalah bingung. "Ya jemput lo, lah?" Arjuna balik bertanya sebab tidak mengerti dengan kebingungan Alea. Bukannya bersyukur sudah dijemput, tapi gadis itu malah mempertanyakan mengapa dirinya yang berada di depan rumahnya. Memangnya dia mengharapkan siapa yang hadir?

"Ya ... ngapain? Gue udah pesen Gojek, kok."

Arjuna melongo. "Serius? Padahal gue udah effort jemput lo." Arjuna menekuk bibirnya ke bawah. Dia tampak sedikit kecewa.

Alea mengedikkan bahu. "Lagian, lo ngapain bawa motor bunda? Kan, lo nggak punya SIM?"

Bukannya buru-buru, Alea malah menyodorkan pertanyaan lagi. Arjuna jadi kesal sendiri melihat tingkah sepupunya itu. Dia berdecak, lalu menjawab, "Jadi intinya lo mau berangkat sama gue apa enggak?"

Alea terlihat ragu-ragu. Dia melihat jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul 6.45 pagi. Dia sadar bahwa dirinya belum menekan tombol pesan pada aplikasi ojeknya. Alea memutuskan dengan cepat. "Ya udah gue bareng lo aja, deh."

Tanpa basa-basi lagi, Alea langsung menaiki motor. Arjuna tersenyum, dia langsung menyalakan starter dan berangkat menuju sekolah. Meski dia tahu bahwa mereka pasti akan terlambat untuk ke sekolah.

Di tengah perjalanan, Alea masih penasaran bagaimana Arjuna selalu datang di saat yang tepat ketika ia membutuhkan pertolongan. "Jun, gue masih heran. Kok, lo bisa tiba-tiba dateng dan tahu gue bakal telat?" tanyanya setengah berteriak, khawatir Juna tidak dengar sebab suara bisingnya kendaraan di jalan raya.

"Gue lihat last seen WA lo, jam dua pagi. Terus tadi pagi gue teleponin juga enggak angkat, jadi gue tahu lo pasti belum bangun." Arjuna menjawab apa adanya. Kebetulan, dia diminta bunda untuk menawarkan bekal untuk Alea. Namun, siapa sangka jika hal itu malah jadi keberuntungan, karena dia jadi tahu kalau sepupunya itu bangun kesiangan. Jadi lah Juna berinisiatif menjemput Alea menggunakan sepeda motor milik ibunya, dengan maksud supaya mereka tidak terlambat.

Sementara Alea mengangguk-anggukan kepala, mengerti. Ia memang belum mengecek ponselnya sejak bangun kesiangan. "Terima kasih, Sepupu Kesayanganku!" seru Alea sambil memeluk Arjuna dari belakang. Tentu saja membuat pemuda itu geli dan berontak, tetapi Alea tetap melakukannya.

Ia teramat bersyukur memilik Arjuna di hidupnya. Sepupunya itu kelewat perhatian melebihi dirinya sendiri. Alea bahkan tidak ingat ia tidur jam berapa semalam, yang dia tahu hanya ia tidur nyenyak dengan perasaan bahagia usai menemukan akun Instagram Ganindra Yuma Ardean.

***

Pukul tujuh lewat lima belas menit, tentu saja gerbang sekolah sudah ditutup. Arjuna berhenti sejenak dengan jarak yang agak jauh dari sekolah. Ia berpikir, lalu menatap Alea dari kaca spion. "Mau bolos aja, nggak?"

Alea dengan tegas menjawab, "Enggak!" membuat Juna mengerutkan kening, tumben. Sebab biasanya justru Alealah yang mengusulkan untuk membolos sekolah. Namun, baru kali ini ia menemukan sepupunya itu begitu bersemangat dan rajin datang ke sekolah.

"Kenapa?" tanyanya tanpa basa-basi. Hal itu membuat Alea berpikir keras, sebab ia tidak mungkin membocorkan alasannya tidak mau membolos karena tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bertemu Kak Yuma kepada Juna. Seperti yang ia ketahui, Arjuna tidak akan tinggal diam kalau sampai ia mengetahui Alea tengah menaksir seorang pemuda.

"Kasihan Aira kalau sendirian di kelas," jawabnya beralasan. Dia beralibi menggunakan nama Aira.

Ia dapat mendengar Arjuna berdecak. "Ngapain sih, mikirn Aira? Ya, enggak apa-apa lah dia sendirian. Hitung-hitung dia bisa belajar berbaur sama yang lain, biar enggak mainnya sama lo mulu!" oceh Juna begitu mendengar Aira menjadi Alasan Alea. Pemuda itu sedikit jengah melihat Aira yang terus-terusan menempel pada Alea hingga membuat Alea membatasi pergaulannya dengan yang lain.

Mendengar itu, Alea segera menghadiahi pukulan pada punggung sepupunya itu. "Jangan gitu! Lo tahu kan, Aira itu susah bergaul sama orang asing?" jawabnya membela Aira. Dia tidak mau kalau Juna kesal pada sahabatnya itu.

Juna menghela napas panjang "Ya, tapi mau sampai kapan, Le?" Selama ini Juna sudah menasehati kedua gadis itu untuk bisa membuka pertemanan yang lebih luas. Namun, keduanya sama-sama keras kepala di mana Aira yang selalu menolak untuk berteman dengan orang lain, sedangkan Alea selalu merasa tidak enak setiap kali Aira merasa tidak nyaman saat dia mengenalkan orang lain untuk menjadi teman mereka.

"Udah-udah, gue enggak mau debat masalah ini. Ayo, kita masuk aja dulu!" Alea memilih untuk mengakhiri obrolan. Karena mereka sudah berulang kali membahas persoalan ini, tetapi tidak pernah menemukan solusinya.

Menyerah, akhirnya Juna menuruti permintaan Alea. Ia kembali melajukan motornya ke sebuah warung dekat sekolah—tempat biasa teman-temannya yang belum memiliki SIM menitipkan sepeda motor. Otaknya berpikir cepat, bagiamana mereka bisa masuk tanpa ketahuan oleh guru dan bebas dari hukuman?

Begitu tiba di warung dekat sekolah, Juna coba kembali membuat penawaran pada Alea. "Le, yakin nggak mau bolos aja? Atau, jam pertama aja deh? Gue males banget jam pertama Matematika." Dia merayu sepupunya itu. Namun, Alea tetap saja pada pendiriannya dan menolak tawaran Juna. Padahal, biasanya Junalah yang selalu menolak ajakan Alea untuk membolos karena tidak mau gadis itu dimarahi mamanya. Namun, kali ini justru keterbalikannya.

"Gue teraktir bakso deh, nanti kita masuk pas jam pelajaran ke dua aja gimana?" Ini penawaran terakhir yang dapat Juna berikan pada Alea. Gadis itu terlihat menimbang sejenak. Lalu dia mengangguk setuju. Emang, siapa yang bisa nolak kenikmatan bakso?

"Tapi dua hari berut-turut, ya?" Pinta Alea, mencoba bernegosiasi. Dia tidak mau kesempatannya bertemu Kak Yuma hilang begitu saja hanya demi satu porsi bakso. Setidaknya dia harus menggantikannya dengan dua porsi untuk dua hari, kan?

Arjuna menggelengkan kepalanya tetapi tetap terpaksa menyetujui. Sebab dia sudah kepalang malas mengikuti jam pelajaran matematika dan jika masuk sekarang pun, pasti ketahuan dan besar resikonya untuk mereka dihukum bersama. Arjuna tidak mau menambah daftar poin hukuman di buku catatan kedisiplinannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top