~26~ ♥※Resepsi※♥
%%%_____DaT_____%%%
Setelah nyonya Lynnel rundingan dan musyawarah dengan Pak Zainal juga Umi Fatma tentang acara resepsi akan diadakan di mana, akhirnya mereka setuju untuk mengadakan pernikahan Aryan dan Zena di gedung pernikahan yang ada di dekat terminal.
Nyonya Lynnel ingin kalau pernikahan yang sakral dari anak satu-satunya itu meriah. Dia yakin kalau Aryan akan menikah sekali seumur hidup dan itu juga yang di harapkannya.
Sesuai dengan tema sederhana yang Zena inginkan, bahwa hiasan dan juga gedung yang sederhana saja tak perlu terlalu mewah.
Masalah biaya, tadinya Pak Zainal yang akan menanggungnya. Namun, nyonya Lynnel memohon-mohon supaya biaya ditanggung semua olehnya karena Aryan anak satu-satunya dan ia juga ingin membahagiakan Zena.
Akhirnya gedung dan katering pun di pesan dan besoknya gedung langsung akan dihias mengingat bahwa acara akan dilangsungkan 2 hari lagi.
Malam sebelum besoknya hari H.
Nyonya Lynnel tidur di kamar tamu yang tadinya di tempati Zahra.
Zahra tidur dengan Zena. Aryan dengan senang hati tidur di kamar pondok pesantren sementara dengan Mika.
Sebelum tidur Aryan mengobrol di bangku halaman depan dengan ibunya. Ia ingin sekali bertanya tentang kenapa ibunya ingin bercerai dengan ayahnya.
Nyonya Lynnel memakai dress tidur. Ia duduk di dekat Aryan di sebuah bangku panjang di bawah pohon mangga.
"Nak. Mau sampai kapan kamu akan tinggal di sini?" tanya Nyonya Lynnel.
"I dont know Mom, mungkin aku akan terus tinggal di sini mengurus sawah dan kebun serta pesantren abi haji." Jawab Aryan menatap nanar ke depan menembus remang-remang malam. Dia belum menentukan akan gimana kedepannya, yang pasti dia hanya ingin tenang dan bahagia dengan Zena.
"Mommy sudah membeli rumah di daerah kemang Jakarta. Mommy akan tinggal di sana sendirian sampai Daddy-mu berubah atau mungkin sampai kami bercerai," ujar nyonya Lynnel menatap ke depan juga. Sesekali ia tampak menghela napasnya berat,
"Jadi. Kalau kamu dan istrimu punya waktu senggang sekali-kali kunjungi Mommy, karena mustahil Mommy yang datang terus ke desa ini di sela kesibukan nanti." Lanjutnya berniat akan meneruskan usaha butiknya dan juga akan membuka cabang yang lainnya jika perceraian sampai terjadi.
"Aryan tahu Mom, pastinya Aryan akan sering mengunjungi Mommy ke sana. Jika memang itu sudah keputusan Mommy untuk berpisah dengan Daddy, Aryan tak bisa berbuat banyak dan hanya bisa meminta maaf sama Mommy." Ucap Aryan berkaca-kaca.
Nyonya Lynnel bergeser duduknya semakin mendekat. Ia melingkarkan sebelah tangannya memeluk Aryan dan menyenderkan kepalanya disatukan dengan kepala Aryan.
"Mommy hanya bisa berdoa supaya kalian bahagia dan bisa rukun selalu dalam rumah tangga. Ingat Aryan, jangan turuti sifat Daddy-mu sebagaimanapun kamu terpaksa melakukannya, Mommy tak mau kamu menjadi buas dan tidak berprikemanusiaan seperti Daddy-mu yang telah dibutakan oleh Harta." Nasihat Nyonya Lynnel.
"Insya Allah. Aryan tak akan seperti itu." Jawab Aryan lirih.
Nyonya Lynnel menitikan air matanya yang tak tertahankan.
"Oh ya. Selesai acara pernikahanmu. Mommy juga ingin memeluk agama islam dan ingin sekali menjadi wanita tertutup, di butik Mommy banyak hijab dan pakaian muslim bagus-bagus banget." Kata Nyonya Lynnel membayangkan dirinya memakai kerudung seperti cantiknya Zena.
"Mom," Aryan memicingkan matanya lalu menoleh ke samping membuat kepala nyonya Lynnel menjauh karena kaget.
"Why?" tanya Nyonya Lynnel aneh.
"Mommy ingin masuk islam hanya karena ingin memakai pakaiannya saja begitu? Kenapa mommy sampai kepikiran begitu?" tanya Aryan merasa omongan ibunya itu tidak masuk di akal. Apa karena ibunya sudah merasa frustrasi dengan berbagai masalah.
Melihat mimik muka Aryan yang memandang aneh kepadanya, nyonya Lynnel terkekeh geli. "Mommy hanya bercanda sayang. Mommy ingin masuk islam juga seperti kamu. Memangnya kalau kamu masuk surga, Mommy harus masuk neraka. Not fair." Dengus nyonya Lynnel.
Aryan tersenyum simpul. "Alhamdulillah ya Allah. Akhirnya engkau membukakan pintu hati ibuku untuk masuk islam juga." Puji syukur Aryan pada sang khalik sembari menadahkan kedua tangannya ke langit yang dipenuhi bintang-bintang.
Nyonya Lynnel menepuk-nepuk bahu Aryan. "Makanya bimbing Mommy ke jalan yang lurus nak."
"Insya Allah." Jawab Aryan.
Nyonya Lynnel menatap wajah anaknya itu. "Sekarang jenggotmu sudah panjang Ar. Apa nggak mau dipotong?" tanya Nyonya Lynnel heran. Biasanya panjang sedikit Aryan memotongnya.
"Jenggot Aryan tak akan dipotong karena dengan begini Aryan terlihat semakin tampan dan dewasa kan Mom." Canda Aryan kepedean.
Nyonya Lynnel memukul pelan kepala Aryan sambil tersenyum.
Zena mengintip di jendela menatap ibu dan anak yang harmonis itu. Dia tak mau mengganggu masa-masa kebersamaan mereka.
"Kamu nggak akan nyamperin? Bang Aryan kan akan tidur di pondok." Tanya Zahra.
Zena hanya menggelengkan kepalanya. "Biarkan saja mereka mengobrol Ra. Aku nggak mau mengganggu waktu mereka, apalagi mas Aryan nantinya akan jarang sekali bertemu dengan Mommy'nya itu." Jawab Zena melangkah menuju dapur diikuti oleh Zahra.
Ketika di kamar pesantren.
"Mik."
"Hmmm." Jawab Mika tiduran dengan gaya telungkup memeluk bantalnya, ia menatap Aryan yang tidur terlentang menatap langit-langit kamarnya.
"Besok acara resepsinya. Setelah itu apa yang harus gue lakukan?" tanya Aryan benar-benar bingung dan tak terlihat sedang main-main bingungnya.
"Ya lo tidur lagi dengan Zena. Dan nafkahi lahir bathinnya. Kalian kan udah resmi jadi suami istri dari minggu lalu." Jawab Mika sok tahu.
Aryan tampak terdiam. "Tapi gue-"
"Mau sampai kapan lo menghindar dan mencari alasan. Yang harusnya takut itu Zena bukan lo, emangnya mau sampai kapan diemin Zena seperti seorang teman." Nasihat Mika menyadarkan Aryan.
Memang benar, ketakutan yang tak beralasan itu membuatnya ragu untuk menyentuh Zena. Dilain sisi Zena juga wanita normal dan juga buat apa dinikahi kalau hanya untuk teman ngobrol saja.
Aryan menghela napasnya pelan. "Ya udah, gue udah putuskan. Gue akan menjadi suami yang baik dan pengertian untuk Zena, jadi gimana menurut lo nanti gue harus bagaimana dulu?" tanya Aryan meminta masukan pada Mika.
Satu menit..
Dua menit..
Tiga menit..
Tak ada jawaban terus dari Mika.
"Mik. Jawab dong." Ucap Aryan melirik ke arah Mika yang wajahnya menatap ke dinding membelakanginya.
Mika malah terdiam. Tak lama terdengar suara Mika mengorok sudah tidur.
"Yee. Baru aja ngomong, udah ngorok aja loe." Dengus Aryan memiringkan sudut bibirnya lalu kembali menatap langit-langit.
***♡💞♡***
Pagi-pagi.
Semua sudah mandi dan pergi ke gedung pernikahan. Dua ruangan yang berbeda telah dipenuhi oleh orang-orang yang sedang berdandan dan juga ganti baju.
Separuh dari mereka sudah ada yang berjejer di depan termasuk Mika dan Zahra yang sudah memakai pakaian pagar Ayu dan pagar Bagus.
Di sana juga sudah ada Bimo dan Andre yang datang tadi subuh sengaja untuk acara resepsi sahabat baiknya itu.
Gedung pernikahan sederhana. Namun, terkesan mewah itu benar-benar tak membosankan mata para tamu undangan yang datang.
Nuansa serba putih melambangkan kesucian, dan warna itu juga adalah warna favorit Aryan dan Zena.
Hari sudah siang. Acara pun akan segera dimulai, mengingat mereka sudah mengucapkan ijab qabul jadi hanya perayaannya saja dan meresmikan pernikahan mereka di mata umum.
"Ra. Kamu cantik sekali ngalahin pengantin wanitanya." Canda Bimo belum melihat Zena aslinya sekalipun. Hanya melihat dia dan Aryan di foto yang Mika kirimkan lewat e-mail.
Zahra hanya menaikan sudut bibirnya mengejek pada Bimo.
Datang Aisyah dari dalam memakai baju pagar Ayu juga. "Zahra. Gimana ini teh atuh? (Bagaimana ini)," tanya Aisyah tampak bingung sembari memegang rok batiknya.
"Bagaimana apanya Isah (Aisyah)," tanya Zahra tak mengerti.
Aisyah membisikkan sesuatu pada Zahra membuat Zahra tersenyum. "Ya udah ikut aku ke belakang." Ajaknya sembari menarik tangan Aisyah.
Bimo dan Andre bengong melihat Aisyah yang memakai burkat dan rok batik panjang serta memakai hijab. Beda dengan Zahra yang memakai burkat pendek dan rok batik pendek juga.
"Siapa itu?" tanya Bimo pada Mika karena penasaran.
"Jangan kasih tahu dia. Bisikin ke gue aja." Desak Andre.
Mika hanya mengernyitkan dahinya aneh melihat kelakuan kedua bandit-bandit sahabatnya itu yang seperti berebut makanan.
"Lo.. lo naksir ama gadis hijab itu?" tanya Mika sudah bisa menebaknya.
"Naksir sih kaga cuma-" jawaban Bimo dipotong Andre.
"Gue naksir. Kenalin dong Mik," jawab Andre cepat.
"Iya gue juga naksir Mik," tempis Bimo cepat.
"Lo.. lo kalau berani deketin sendiri jangan nanya gue dong." Kata Mika sedang malas berdebat dengan mereka.
"Mik, Aryan nyariin kamu dari tadi." Kata Fajar mendekati mereka.
"Oh ya. Kenalin ini Fajar yang gue ceritain itu. Dan Faj, ini sahabat-sahabatku dari kota, Bimo dan Andre." Ujar Mika memperkenalkan mereka.
Fajar bersalaman dengan Bimo dan Andre.
"Kalau gitu gue ke ruangan si Aligator dulu ya." Pamit Mika langsung berbalik badan melangkah dengan Fajar meninggalkan mereka.
"Kita juga ngikut Mik!" seru Bimo mengikutinya.
"Gue juga Mik, pengen ngeliat pengantin Aligator." Sahut Andre mengikuti mereka juga.
Semuanya masuk keruangan di mana Aryan sudah memakai jas putih dan berdasi.
"Wiihhh, Aligator From the hell sekarang jadi pengantin, gagahnya." Goda bimo.
"Nggak nyangka ya kalau lo yang nikah duluan." Sambung Andre senang.
"Iya lah, cuma si Aligator yang berani melangkah ke jenjang yang lebih serius. Ketimbang lo.. elo cuma bisanya ngajak pacaran terus putus di tengah jalan." Cibir Mika pada keduanya.
Bimo melingkarkan lengannya di leher Mika. "Mik, emang lo udah punya pacar?"
"Belum." Jawab Mika singkat.
"Berarti lo juga jomblo Mik. Enak bener bilang kita nggak berani ngajak serius cewek, lo aja sama juga seperti kami." Ledek Andre.
"Hehe." Mika hanya nyengir baru nyadar.
Aryan hanya diam dari tadi tak menghiraukan candaan teman-temannya itu. Rasa gugupnya tidak bisa di sembunyiin lagi membuatnya salah tingkah.
Fajar menepuk sebelah pundak Aryan. "Tenang saja Yan, kamu jangan gugup seperti itu. Ini kan hanya pesta pernikahanmu bukan acara pengumuman lulus atau nggaknya di sekolah." Canda Fajar mencoba menenangkan Aryan.
"Aku tahu Faj, hanya saja kok hati ini merasa tak tenang sejak tadi pagi. Mudah-mudahan tak terjadi apa-apa di acara hari ini." Jawab Aryan memang terlihat gelisah dari tadi. Dia merasa bakal ada sesuatu yang terjadi hari itu.
Mika, bimo dan Andre yang mendengarnya mencoba ikut menghibur dan menenangkannya juga.
"Lo jangan khawatir tor. Ada kami di sini jadi nggak akan terjadi apa-apa, apalagi di luar banyak security dan juga hansip yang jaga." Kata Mika.
"Iya tor. Tenang aja." Sambung Bimo.
"Gue yakin hari ini pasti lancar." Tambah Andre.
"Ya. Mudah-mudahan. And Thanks buat kalian karena selalu mendukung dan berada di samping gue dalam keadaan apa pun." Ucap Aryan merasa tersanjung atas kesetia kawanannya semua sahabat-sahabatnya itu.
Mereka semua melingkarkan kedua tangan di leher yang lainnya membentuk lingkaran seperti yang hendak bermain sepak bola.
"SEMANGAT. HARI INI PASTI LANCAR!" ucap semuanya hampir bersamaan.
Fajar hanya tersenyum. "Insya Allah."
"Ya. Insya Allah." Ucap Aryan menghela napasnya pelan.
Zena juga sudah selesai di dandani. Make-up minimalis dan juga gaun pengantin sederhana. Namun, terlihat mewah melekat di tubuhnya. Ia tersenyum menatap semua keluarganya yang ada di sana, ibunya, ibu mertua, Zahra, bunda Ava (ibu Zahra) serta semuanya sudah berkumpul.
"Akhirnya kami bisa secepat ini menghadiri pernikahan kamu neng Zena." Kata bunda Ava memeluknya bahagia.
"Iya bun, Zena juga tidak menyangka Allah mempertemukan dengan Jodohku secepat ini." Jawab Zena terharu.
"Acaranya kapan dimulai?" tanya Zaib jenuh melihat kerumunan orang sana sini.
"Sekarang sayang." Jawab Umi Fatma menghampiri Zaib.
Zahra dan Aisyah memeluk Zena erat.
"Mudah-mudahan kalian cepat menyusul." Doa Zena.
"Masih lama, belum kepikiran, Na." Elak Zahra.
"Amin aja deh." Jawab Aisyah.
Para tamu undangan mulai memenuhi gedung. Aryan dan semua teman-temannya keluar dari ruangan laki-laki. Begitu juga Zena keluar diiringi Zahra dan Aisyah.
Keduanya benar-benar bagai Raja dan ratu sungguhan. Cantik dan juga tampan.
(Anggap saja fic'nya seperti itu 😁😁)
Aryan menatap Zena. Kini penampilan Zena jauh dari ketika ijab qabul minggu kemarin, istrinya bagaikan sebuah mutiara yang terpendam.
Zena juga menatap sekilas pada Aryan, dia selalu menundukkan wajahnya ke bawah merasa malu pada suaminya itu.
Bimo dan Andre terpaku melihat pengantin wanita. Pantas saja Aryan sampai berkorban dan juga sampai Cinta mati pada Gadis yang bernama Zena, ternyata gadis itu memang cantik dan juga shaleha.
"Kang, gedung dan juga makanannya enak-enak. Nggak nyangka neng Zena akan menikah dengan sahabat kecilnya Zahra." Kata Pak Satrio menepuk pelan pundak Pak Zainal ikut bahagia.
"Iya yo. Akang juga nggak nyangka akan dapat menantu secepat ini. Semoga pilihan Zena dan restuku tak akan salah, semoga Allah melindungi mereka juga." Doa restu Pak Zainal selalu dan selalu diucapkan untuk Aryan dan Zena.
"Aminnn. Akang jangan khawatir, aku tahu nak Aryan dari kecil. Dia tak akan mengecewakan keluarga kita apalagi menyakiti Zena." Ucap Pak Satrio meyakinkan Pak Zainal.
"Insya Allah, Amiinn." Ucap Pak Zainal menatap Zena dan Aryan yang mulai duduk di kursi pengantinnya.
Para tamu undangan mulai bersalaman dengan Aryan bergantian dengan Zena.
Mereka mulai makan-makan. Hari hampir sore acara masih meriah dan tamu undangan datang dari kota dan pelosok desa untuk menghargai Pak Zainal dan juga Aryan sebagai anak dari Tuan Nayef.
Bagi orang yang tak tahu akar permasalahan. Mereka selalu bertanya kenapa Pak nayef tidak menghadiri acara pernikahan anak satu-satunya itu. Namun, bagi yang sudah mengetahuinya mereka memakluminya.
Di terminal di depan gedung itu, sebuah mobil mewah berhenti di antara mobil-mobil mewah lainnya.
Kaca jendela mobil yang keseluruhannya hitam menutupi seorang laki-laki muda yang duduk dengan santai di dalam menatap tajam ke arah gedung pernikahan yang dipenuhi para tamu undangan dari dalam sampai luar gedung.
Ia menyuruh sopirnya untuk memberikan dua buah kado berukuran besar untuk kedua mempelai.
"Boss, apa Anda tak akan turun?" tanya sopir menengok ke belakang kursi mobil.
"Aku tak akan mengotori sepatuku dengan debu kotor tempat ini. Jadi kau turun lalu berikan dua kado yang ada di bagasi mobil." Perintahnya sembari tangannya mengibas-ngibas menyuruh sopirnya segera keluar.
"Jika mereka bertanya dari siapa, sekiranya apa yang harus saya jawab boss?" tanya sopir itu lagi bingung dan takut disangka teroris.
"Mereka tidak akan bertanya. Atau kau berikan saja pada penjaga gedung untuk mengantarkan kado itu ke dalam terus cepat kembali lagi ke sini." Perintah laki-laki itu lagi.
Sopir itu menurut, dia turun lalu berjalan membuka bagasi mobil memanggil dua satpam yang berjaga di depan gerbang.
Dua satpam mendekat lalu bertanya.
"Kalian bawa ini ke dalam." Perintah sopir.
"Kami tidak mau. Apa isinya dan dari siapa." Tolak dua satpam itu keberatan.
Lelaki yang dari tadi duduk di belakang menurunkan sedikit kaca jendelanya lalu tangannya keluar memanggil sopir dan dua satpam itu. Kedua satpam pun menghampirinya.
Lelaki itu memberikan kartu namanya. "Berikan kado itu untuk kedua pengantin, kalau mereka bertanya dari siapa, berikan kartu nama ini pada nyonya Lynnel." Perintah lelaki itu tampak mencurigakan.
Satpam itu hanya diam sambil bisik-bisik pada teman satunya lagi.
Lelaki itu mengeluarkan 6 lembar uang ratus ribuan lalu menyodorkannya pada kedua satpam itu. "Ambil ini. Kalian jangan takut itu bukan bom atau benda berbahaya." Ujarnya tahu keraguan kedua satpam itu.
Kedua satpam menerimanya dengan senang, lalu mengangkat dua kado berukuran cukup besar itu masuk ke dalam gedung.
Karena di sana banyak orang-orang penting dari kalangan pengusaha sahabat Tuan Nayef juga teman-teman arisan nyonya Lynnel. Maka penjagaan semakin ketat. Bahkan semua kado pun di detektor terlebih dahulu. Dua kado itu pun lolos karena memang dalamnya bukan benda berbahaya.
Nyonya Lynnel yang menyambut setiap tamu penting, aneh melihat dua kado besar dibawa masuk. Dia mengadang kedua Satpam itu lalu menanyakan dari siapa kado-kado itu.
Kedua Satpam hanya memberikan kartu nama yang diberikan pada mereka oleh laki-laki yang di mobil.
Kedua mata nyonya Lynnel membelalak melihat nama yang tercantum di kartu nama itu. "NAYEF FIROUZ RAKHSHAN" Ia langsung berlari keluar. Namun, ternyata mobil yang disebutkan sudah tak ada di tempat parkir.
"Nayef, apa benar kau datang ke sini?" tanya Nyonya Lynnel hampir tak percaya. Dia langsung menelepon asistennya di kantor Pak Nayef, tapi asistennya mengatakan kalau Tuan Nayef ada di kantor sedang mengadakan rapat.
Setelah telepon tertutup, nyonya Lynnel bertanya-tanya dalam hati. Siapa yang tadi di mobil? Apa dia suruhan suaminya untuk mengirimkan kado hadiah pernikahan Anaknya?
"........??"
---♣♡💞♡♣---
°°°°_____TBC_____°°°°
Revisi ulang* 15~07~2019
By* Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top