~23~ ♥※TERIMA※♥

%%%_____DaT_____%%%

Pacaran Ta'aruf memang lebih baik dari pada pacaran fisik. Namun, yang paling penting dan paling lebih baik adalah menghalalkannya bukan memacarinya terus.

"Setelah padi siap dipanen, saat itulah aku siap untuk mempersuntingmu dan menghalalkanmu." Aryan.

"Ya Allah, berikanlah hamba kesiapan lahir dan batin untuk menuju sunah Rasulmu (menikah)." Zena.

              ---♥♡💞♡♥---

Pagi itu. Zena dan Umi Fatma sudah siap-siap berangkat ke kampung sebelah untuk membantu hajatan Pak RT yang menikahkan anak gadis keduanya.

"Umi, apakah Abi akan ke sana juga?" tanya Zena.

"Sepertinya nanti malam, soalnya nanti kan ada pengajian juga sesudah dangdutan dan Abi-mu itu diundang untuk membimbing acara pengajiannya." Jawab Umi Fatma.

"Oh begitu ya?" Ucap Zena mengerti.

Datang Zahra tampak ribet memakai kerudungnya. "Na, bantuin aku memakai kerudung dong, rasanya malu kalau datang ke sana nggak pake, karena aku kan ponakan Wawa haji." Rayunya, meminta bantuan Zena memakaikannya hijab.

"Kalau kamu memakai hijab itu pasti ribet, pake aja punya aku yang putih baru itu, terus langsung pakai lagi." Kata Zena tersenyum.

"Iya sih tuh pedagang nipu katanya hijab modern terus gampang makenya, eh malah ngabisin waktuku aja masangnya." Gerutu Zahra balik lagi ke kamar mengambil kerudung Zena.

Zena dan Umi Fatma hanya menggelengkan kepalanya. Setelah mengunci pintu mereka bertiga langsung menuju ke rumah Pak RT.

Ternyata di sana Aryan, Mika dan Fajar sudah datang untuk membantu. Aryan ikut membantu memasang dan menghiasi panggung. Sementara Mika dan Fajar ikut mengangkut barang dan lain-lainnya.

Aryan melihat Zena baru datang, seperti biasa dia melambaikan tangannya membuat Zena tersipu malu.

Para ibu-ibu tampak berbisik-bisik dan bercanda melihat Aryan dan Mika, kedua pemuda tampan dan keren seperti itu sangat rajin dan mau membantu di sana.

"Zena, kamu beruntung ya punya tunangan seperti nak Aryan." Goda Bu RT padanya.

"Alhamdulillah Bu." Jawab Zena singkat sembari tersipu.

"Kapan nikah?" tanya ibu yang lain.

"In syaa Allah, panen padi nanti." Umi Fatma yang menjawab.

Semuanya tampak senang mendengarnya. Lalu mereka pun mulai mengobrolkan hal lain.

Siangnya acara dangdutan dimulai dengan meriah. Semua tampak terus memperhatikan dan curi-curi pandang pada Aryan. Namun, Aryan malah cuek dan sesekali menatap Zena yang sedang duduk dengan Zahra tidak jauh darinya.

Mika datang menghampiri Zahra. "Ra, kamu kalau pake kerudung begitu, terlihat kaya cewek."

Bibir Zahra menganga. "Jadi bang Mika selama ini nganggap Ra sebagai cowok, kejam." Rengek dan protesnya tak terima.

Mika malah nyengir sembari menyambar air di depan meja mereka lalu menghampiri Aryan.

"Maksud dia kamu tuh sekarang semakin cantik. Dia mungkin hanya sedikit gengsi memuji kamu, Ra." Ujar Zena.

"Benarkah? Nanti akan aku balas dia." Ucap Zahra mempunyai rencana jail.

Tak terasa hari sudah gelap, acara pengajian pun dimulai.

"Ra, bingkisan kado untuk pengantin ketinggalan di rumah, aku akan pulang dulu ya sebentar." Kata Zena.

"Kalau begitu aku ikut, soalnya aku kan nggak kenal sama cewek-cewek di sini." Kata Zahra ikut berdiri.

"Ya udah ayo." Ajak Zena.

Aryan mengadang mereka. "Kalian mau ke mana?"

"Mau ngambil kado yang ketinggalan di rumah bang." Zahra yang menjawab.

"Kalau begitu aku antar-"

"Tidak udah mas, hanya sebentar ini." Potong Zena.

"Iya. Bang Aryan tuh kok sekarang posesif banget jadi orang, di sini aman nggak akan ada yang menculik kami." Canda Zahra nyengir.

Aryan malah nyengir juga sembari garuk-garuk tengkuknya. Zena dan Zahra mulai melangkah lagi meninggalkannya.

"Na, kalau di kampung ini sudah ada jalan besar pasti penerangan akan banyak ya?" tanya Zahra melihat jalan itu yang minim penerangan apalagi kalau melihat ke tengah sawah yang gelap gulita.

"Insya Allah sepertinya akan seperti itu." Jawab Zena berharap juga.

Ternyata Ziad mengikuti dari belakang, ia disuruh pulang dulu oleh Umi Fatma mengambil jaketnya dan jaket Zaib.

"Kak Zena sama Kak Zahra baru sampai sana ternyata, aku kagetin ah dari belakang." Gumam Ziad ingin menjaili mereka.

Dia mengendap-ngendap agar suara langkahnya tidak kedengaran. Namun, rencana itu pupus ketika melihat 4 orang muncul dari kegelapan langsung mendekap mereka dari belakang.

"Hmmm ...!?" mulut Zena dibekap dari belakang. Ia mencoba berontak lalu melihat Zahra yang jatuh pingsan karena di bius, tak lama kedua matanya berubah semakin gelap akhirnya diapun jatuh pingsan.

"Boss, ini Zena yang mana?" tanya anak buah pada ketuanya itu. Dia terlihat bingung karena di sana terlalu remang-remang tidak jelas wajah keduanya.

"Sudah bawa saja keduanya, kalau dibiarkan nanti dia lapor polisi." Jawab ketuanya itu.

Mereka langsung memanggul Zena dan Zahra ke arah bukit.

Ziad yang bersembunyi di kegelapan mulai muncul lagi, dia terkejut ingin berteriak tapi dia takut dibawa juga. Akhirnya dia berlari kembali ke rumah Pak RT.

"Kenapa mereka lama sekali." Kata Aryan tampak gelisah.

"Tor, lo kenapa sih, baru juga 5 menit bukan 5 jam." Canda Mika.

"Kamu nggak tau Mik, kalau 5 menit itu baginya adalah 5 abad." Goda Fajar juga.

"Ckk." Aryan malah berdecak sambil tersenyum.

"BANG ARYAN! BANG MIKA! ABI! UMI!" teriak Ziad berlari ke arah mereka.

Semua tampak terkejut melihatnya. Aryan merasa pasti ada yang tidak beres. Dia langsung menghampiri Ziad yang tampak membungkuk memegang kedua lututnya dengan napas tersengal-sengal.

"Ziad ada apa? Kenapa kamu lari-lari begitu?" tanya Aryan tampak tak sabar.

Ziad masih susah untuk menjelaskannya, ia hanya menunjuk-nunjuk ke belakang.

"Beri dia Air." Suruh Fajar.

Mika langsung memberinya segelas air, Ziad langsung meneguknya. Setelah Ziad sedikit tenang dia langsung berteriak.

"KAK ZENA, DAN KAK ZAHRA DICULIK SAMA PRIA-PRIA BERTUBUH BESAR." Jelas Ziad akhirnya bisa bicara.

"APA!"

"APA?!"

"A.. APA!" Aryan tampak terbata-bata mendengarnya.

"Kamu serius kan Ziad?" tanya Pak Zainal ikut terkejut juga.

Ziad hanya mengangguk. Dan Pak Zainal tahu kalau Ziad mustahil berbohong.

"Katakan Ziad di mana mereka diculiknya?" tanya Aryan panik.

Ziad langsung membawa mereka ke tempat di mana Zena dan Zahra diculik.

"Di sini bang." Jawab Ziad tepat Zahra dan Zena dibawa. Mereka melihat sekeliling lalu mencari jejak para penculik itu.

Semua warga juga berpencar. Mereka yakin kalau penculiknya belum jauh karena mereka tak akan bisa membawa Zena dan Zahra pergi jauh apalagi naik mobil dari sana harus satu jam jalan kaki menuju terminal.

Aryan tampak menyesal, kenapa dia tadi tidak ikut saja dengan mereka. Bukankah kampung itu aman, tapi kenapa? Itulah yang selalu Aryan tanyakan dalam hatinya yang penuh penyesalan.

Dia menatap ke bawah dengan air mata yang hampir jatuh. Baru kali ini dia merasakan ketakutan yang luar biasa, takut terjadi apa-apa pada mereka berdua.

Benar saja dugaan para warga kalau penculiknya tidak akan jauh membawa Zena dan Zahra. Mereka membawa keduanya ke sebuah gubuk bambu kosong di tengah ladang pohon sawit. Dari siang mereka mencari tempat aman untuk menyekap Zena dan mereka menemukan gubuk kosong itu. kini mereka terpaksa membawa dua tawanan sekaligus.

Setelah menyenderkan keduanya dan mendudukkan keduanya di atas jerami. Lalu mengikat kedua tangan di balik punggung dan menutup mulut Zena dan Zahra dengan kain agar tak berteriak, mereka menyalakan lampu dari minyak untuk penerangan.

"Cepat laporkan pada orang itu (Pak Nayef) kalau kita sudah berhasil menyekap gadis yang bernama Zena." Suruh ketua penculik itu pada anak buahnya.

Anak buahnya langsung menurut menelepon Pak Nayef.

Dan ketika mendengar kabar itu Pak Nayef menyeringai. "Ingat kata-kataku, jangan kau apa-apakan dia hanya di gertak saja." Ucapnya. Dia tidak tahu kalau yang diculik dua orang gadis yaitu dengan Zahra.

***♡💞♡***

Mereka telah lapor polisi untuk melacak jejak para penculik itu sampai pagi tiba tak ada yang tidur satu pun.

"Apa yang harus aku katakan pada Satrio dan bagaimana perasaan Ava kalau tahu anaknya kena culik di kampung ini." Kata Pak Zainal tak bisa menutupi rasa gelisah dan khawatirnya.

"Kita berdoa saja Bi. Semoga mereka tidak apa-apa." Ucap Umi Fatma tidak bisa membohongi diri sendiri kalau dia juga sangat khawatir.

"Sebenarnya apa motif penculikan mereka? Apa Wawa haji punya musuh di kampung ini atau di tempat lain?" tanya Mika.

Pak Zainal tampak berpikir. "Kalau Hamdan atau Pak Lurah kayanya mustahil." Jawabnya tak mau su'udzhon.

Aryan bangkit dari duduknya. Tidak akan ada kemajuan jika harus menunggu kabar dari polisi, jadi dia pergi ke tempat di mana Zena dan Zahra diculik.

Di gubuk.

Zena dan Zahra sadar, mereka saling melirik dan bertanya dengan isyarat sebenarnya mereka di mana sekarang? Dan siapa para pria-pria bermasker yang kini berdiri di depan pintu?

Mereka tak bisa berteriak karena mulut yang ditutup dengan kain dan kedua tangan serta kaki mereka diikat.

Ketua penculik itu berjongkok sembari menyeringai di dalam maskernya, dia menatap sebuah poto lalu melirik Zena. "Kau ingin hidup nona manis?"

Zena mengangguk ketakutan. "Kalau begitu, batalkan pertunangan kau dengan pemuda bernama Aryan, dan tinggalkan dia, kalau tidak gadis ini akan mati duluan sebelum kau." Ancam pria itu menunjuk Zahra membuat Zahra menggelengkan kepalanya supaya Zena tidak menuruti ucapan pria itu.

Zena tak mengiyakan atau pun menjawab tidak, di dalam hatinya ia bertanya kenapa dan ada hubungan apa menculiknya dengan memutuskan pertunangannya dengan Aryan. Dia menyangka pasti ada yang tidak senang pada pertunangannya itu yang pastinya seperti kejadian Sita gadis muda waktu itu.

***♡💞♡***

Aryan sampai di tempat semalam. Dia berputar-putar sembari berdoa meminta petunjuk. Seketika ia memicingkan kedua matanya melihat sesuatu di pinggir pematang sawah,  bergegas mengambilnya. Setelah tahu itu apa, ia tampak menajamkan pandangannya.

Tak lama dia merogoh saku celananya mengambil ponsel lalu menghubungi nomor ponsel ibunya.

"Aryan, bagaimana keadaanmu?" sapa nyonya Lynnel tanpa hallo atau basa-basi lain saking rindunya pada anak satu-satunya itu.

"Mom, apa Daddy ada di rumah?" tanya Aryan tidak menjawab pertanyaan ibunya tentang kabarnya itu.

"Dia baru saja pergi ke kantor. Memangnya ada apa Aryan?" tanya nyonya Lynnel heran.

"Mom, Zena diculik, dan aku yakin penculiknya adalah suruhan Daddy." Kata Aryan menatap sebuah kartu nama ayahnya yang baru saja dia pungut.

"APA! Kamu nggak asal menuduhkan nak?!" tanya nyonya Lynnel terkejut tak percaya.

"Mom, aku memegang kartu namanya, terus kalau bukan suruhan Daddy kenapa kartu nama ini ada di tempat di mana Zena dan Zahra diculik." Jelas Aryan ngotot.

"Zahra?! Apa dia juga diculik?" tanya Nyonya Lynnel semakin kaget.

"Ya, dan bilang pada Daddy. Jika tidak melepaskan dan memulangkan Zena dan Zahra. Aku tak segan-segan akan melaporkannya pada polisi dan aku punya bukti yang kuat." Ancam Aryan terlihat tak main-main.

Nyonya Lynnel hampir pingsan mendengarnya, setelah mereka menutup telepon. Ia bergegas keluar dari rumah, masuk ke mobil lalu menyuruh sopir meluncur menuju kantor Tuan Nayef.

Ketika datang ke kantor, setengah mendobrak pintu nyonya Lynnel langsung mengacungkan telunjuknya menunjuk suaminya itu.

"KAU!?"

Entah apa yang mereka bicarakan dan ributkan di ruang kantor Tuan Nayef. Sampai-sampai nyonya Lynnel jatuh pingsan.

***♡💞♡***

Dreett.. Dreett..

Ponsel anak buah penculik itu bergetar, ia langsung mengangkatnya. Dia memberikan ponselnya pada ketuanya itu dan ketika ketuanya itu tampak berbicara serius sambil sekali-kali melirik Zena dan Zahra. Setelah menutup telepon mereka bergegas pergi meninggalkan Zena dan Zahra yang masih terikat dan mulut tertutup.

Zena dan Zahra saling menatap aneh, setelah semua pergi mereka berusaha saling membantu melepaskan ikatan masing-masing.

Aryan tampak masih gelisah menunggu kabar dari ibunya. Setelah sadar dari pingsannya. Nyonya Lynnel langsung menghubungi Aryan dan setelah keduanya menutup telepon masing-masing. Aryan mengajak Mika dan Fajar menuju ke suatu tempat. Hanya mereka bertiga.

Zena berhasil melepaskan penutup mulut Zahra. Dan kini Zahra berusaha menunduk untuk menggigit tali-talu di tangan Zena. Karena mereka terburu-buru dan tak sadar kalau dinding gubuk itu bergerak-gerak karena gerakan mereka. Akhirnya lampu minyak jatuh dan menimpa jerami-jerami yang kering tak jauh dari mereka. Tak bisa terelakkan, api menyulut langsung membakar sebelah dinding lain.

"Hmmmm!" Zena masih tertutup mulutnya memberi tahu Zahra yang fokus membuka tali dengan giginya itu.

Zahra bangkit dulu melihat api semakin menjalar mendekati mereka.

"TOLONG.. TOLONG..!! teriak Zahra dan berusaha untuk tetap melepaskan tali di tangan Zena yang sedikit lagi terlepas.

"TOLOONGG!!" Zahra masih terus berteriak karena gubuk itu sudah terbakar di sebelah mereka api semakin melahap kayu dan jerami yang mereka duduki.

Aryan, Mika dan Fajar melihat kepulan asap di tengah kebun sawit. Mereka langsung berlari ke sana. Benar saja setelah mendekati sebuah gubuk yang terbakar mereka mendengar suara Zahra yang berteriak-teriak.

"Yan, aku akan masuk ke sana menyelamatkan Zena dan Zahra-"

"Dia calon istriku," kalimat Fajar dipotong Aryan. "Jadi aku yang akan menyelamatkannya."

Tanpa banyak bicara lagi Aryan berlari menerobos pintu kayu yang sudah terbakar itu disusul oleh Mika, sementara Fajar mencari selang air besar yang biasa digunakan untuk menyiram pohon kelapa-kelapa sawit itu agar kebun tidak ikut terbakar juga.

Braakk!! Pintu ditendang Aryan.

Krtekkk!! Suara api mulai melahap seluruh dinding kayu dan jerami yang diduduki oleh Zena dan Zahra.

"BANG ARYAN. BANG MIKA!" teriak Zahra.

Mereka langsung menyambar menggendong keduanya lalu keluar dari gubuk itu. Baru saja mereka sampai di luar. Mendadak gubuk itu ambruk oleh lahapan api.

"Alhamdulillah kami masih bisa menyelamatkan kalian berdua." Ucap syukur Aryan pada sang khalik.

Dia terus menatap kedua mata Zena yang mulai sayu.

"YAN. BLURRRR!" Fajar menyiramkan air ke kakinya yang terbakar. (Saking senangnya Aryan tak sadar kalau celananya terkena percikan api hingga terbakar).

Aryan dan Mika mendudukkan keduanya di tanah lalu melepaskan tali dan juga penutup mulut Zena.

Aryan tak sadar kalau dia memeluk erat Zena. Dan Zena menepuk-nepuk punggungnya. "Terima kasih Mas, dan sudahlah jangan sedih aku baik-baik saja." Jawab Zena lemah.

"Maaf karena aku telah memelukmu tapi-"

Zena mencoba melepaskan pelukan Aryan lalu bangkit. Aryan merasa heran atas sikap Zena itu. Namun, karena sedikit shock, Zena terkulai jatuh pingsan.

Akhirnya dia digendong pulang ke rumah. Zahra digendong dibelakang punggung oleh Mika karena kakinya masih lemas akibat diikat terlalu kencang oleh para penculik itu.

Fajar dibantu si empunya kebun dan beberapa warga memadamkan api.

Pak Zainal dan Umi Fatma semuanya berburu melihat Zena digendong Aryan dan Zahra yang dipapah Mika.

"Alhamdulillah ya Rabb. Engkau telah mengembalikan anak-anak kami tanpa kurang apa pun." Puji syukur keduanya haru.

Zena ditidurkan di atas ranjangnya. Zahra dikelilingi semuanya yang meminta dia menceritakan bagaimana kejadiannya.

Zahra pun memulai ceritanya dari dia dan Zena yang berjalan berdua untuk pulang dulu. Sampai pada ketua yang disebut boss oleh para penculik yang mengancam Zena.

Aryan semakin yakin dan semakin tak percaya kalau Ayahnya benar-benar menghalalkan segala cara agar mereka cepat berpisah.

Aryan juga bercerita bagaimana dia bisa tahu kalau Zena dan Zahra dibawa ke tengah kebun. Dia tak menceritakan siapa dalang penculiknya. Namun, dia hanya menceritakan bahwa pikirannya mulai mengingat kalau hanya jalan kebun sawit lah yang sepi dan jarang dilewati orang dan kelanjutannya adalah melihat kepulan asap yang akhirnya mereka berdua bisa ditemukan sebelum terlambat.

"Terima kasih nak Aryan, Abi memang tak salah memilihmu sebagai calon menantu-"

"Menantu," potong Aryan, "saya mohon Abi untuk segera menikahkan Zena dengan saya, karena banyak yang sirik pada kami dan untuk mencegah fitnah yang berkepanjangan tolong segera nikahkan kami." Mendadak Aryan berlutut di hadapan Pak Zainal. Dia benar-benar tak sanggup lagi membayangkan ujian apalagi yang akan menghalau hubungannya itu.

Jika dia menikah dengan Zena. Dia bisa terus melindungi Zena dan tidak akan ada fitnah atas kedekatan dan keintiman mereka berdua dari seluruh penduduk kampung itu.

Pak Zainal menatap Umi Fatma lalu diangguki olehnya tanda setuju.

Pak Zainal mengangkat tubuh Aryan yang masih berlutut itu agar berdiri. Setelah berdiri tegak, Pak Zainal memeluknya erat.

"Abi setuju atas niatmu menghalalkan Zena. Besok pagi akan Abi urus-urus, lalu sorenya kalian laksanakan ijab kabul dulu."

Semuanya tampak senang mendengarnya. Akhirnya perjuangan Aryan sudah sampai persetujuan untuk menikahi Zena.

Malamnya Zena sadar, meski dia masih tak percaya atas apa yang dikatakan Zahra dan ibunya bahwa besok dia akan menikah dengan Aryan. Awalnya dia ingin membatalkan pertunangannya dengan Aryan karena kasihan dengan Aryan terus diuji dengan ujian berat.

Tapi ternyata Cinta Aryan memang tak serapuh itu. Dia malah memohon agar cepat menikahinya. Di sana dia semakin yakin Allah memang sudah menakdirkan mereka berdua untuk bersatu.

Aryan memakai sarung karena kakinya sedikit terkena luka bakar tapi tidak parah. Dan sudah diolesi cream untuk luka bakar.

"Selamat ya groom (pengantin pria) Aligator. Nggak nyangka akhirnya doa-doa lo terkabul." Goda Mika.

"Allah memang maha menghendaki. Inilah kehendak dan kuasa-Nya Mik." Ujar Fajar.

"Ya. Aku pun tak menyangka Allah benar-benar sayang padaku." Jawab Aryan menghela napasnya lirih bercampur lega.

"Tapi. Kamu masih memanggilnya aligator (playboy) Mik, dia kan udah setia dan hanya punya satu wanita sekarang." Tanya Fajar baru sadar ucapan Mika tadi.

"Karena gue akan terus memanggil dia Aligator. Dulu Aligator single, terus Aligator couple, Aligator Groom, sampai dia menjadi Daddy Aligator." Canda Mika membuat Aryan dan Fajar tak kuat menahan tawa.

***♡💞♡***

Pagi-pagi Aryan sudah ke sana kemari ikut Pak Zainal mengurusi untuk pernikahannya yang akan dilaksanakan nanti sore.

Saat itu, Zena sudah mulai dirias pengantin untuk Ijab kabul saja. Mereka berencana satu minggu atau 4 hari baru melaksanakan hajatan yang sederhana saja.

Sorenya.

Mereka semua sudah berkumpul di masjid. Aryan sudah memakai pakaian pengantin berwarna putih lengkap dengan kopiah putihnya juga terlihat sangat tampan hingga para santriwati yang hadir di sana ada yang merasa iri dengan Zena bisa mendapatkan pangeran dari negeri dongeng seperti itu.

Dengan wajah tegang dan gugupnya ia duduk di depan meja di mana di sana sudah ada Pak Zainal dan Pak penghulu. Jantungnya benar-benar berdebar-debar tak keruan.

Tak lama. Zena diiringi Zahra masuk ke dalam masjid. Tatapan Aryan terus menatapnya terpesona, Zena yang tak pernah bermake-up sedikitpun terlihat cantik sekali beda dari biasanya.

"Subhanallah. Masya Allah." Tanpa Sadar Aryan mengucapkannya membuat Zena tersipu malu.

"Nak Aryan, mulutnya ditutup nanti ada lalat masuk." Goda Pak penghulu melihat Aryan menganga. Dia langsung menunduk menyembunyikan pipinya yang merah.

Zena duduk di sebelah Aryan, lalu Pak Zainal menyodorkan tangannya. Pak penghulu mulai membacakan doa-doa dan ucapan untuk Ijab kabul.

"Saya nikahkan Aryan Mirza Rakhshan dengan Putri saya Zena Azkia Ahmad Rizhan dengan mas kawin seperangkat alat Salat dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Zena Azkia Ahmad Rizhan binti Zainal Ahmad Rizhan dengan mas kawin tersebut tunai." Janji suci Aryan diucapkannya dengan lancar, yakin dan mantap.

Semua saling pandang. "Bagaimana saksi Sah atau tidak?" tanya Pak penghulu.

"SAH!" jawab semuanya langsung mengucap syukur dan berdoa.

                    ---♣♡💞♡♣---

°°°°_____TBC_____°°°°









Revisi ulang* 14~07~2019

By* Rhanesya_grapes 🍇


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top