~22~ ♥※Bercocok tanam※♥

%%%_____DaT_____%%%

"Aku tidak peduli dengan apa pun yang terjadi nanti, karena aku yakin Allah selalu ada bersama umatnya yang selalu taat dan takwa selama umatnya tidak menyekutukannya." (Aryan).

"Ya Allah, lindungilah kami apa pun yang terjadi. Karena hanya engkau-lah tempat kami berlindung." (Zena).

"Minum dan makanlah dengan menggunakan tangan kanan, dan jika kita minum maka duduklah. Karena iblis minum dan makan menggunakan tangan kiri serta berdiri. (kecuali jika dalam keadaan tidak memungkinkan dan keadaan terpaksa -tangan kanan terluka atau sebagainya).

                      ---♥♡💞♡♥---

Beberapa hari kemudian semenjak kejadian Aryan dikurung dan kembali ke sana. Pagi-pagi sekali, Aryan, Mika dan Fajar sudah berada di saung. Hari itu adalah saat di mana mereka akan menanam padi untuk pertama kalinya dan bibit sudah siap ditanam.

Aryan menghela napasnya pelan lalu tersenyum. "Aku tak menyangka akan menjadi petani, dahulu jangankan bergelimang lumpur sawah, menginjak tanah pun aku belum pernah, sungguh Allah maha membolak-balikkan keadaan dan dia maha memberi hidayah yang sangat berharga."

Mika ikut tersenyum. "Ya, tak menyangka seorang playboy ketiak patung liberty dan seorang anak mommy akan memulai kariernya sebagai seorang petani."

"Yang pasti, selama kita berusaha. Aku yakin kalau setiap apa yang kita alami itu adalah jalan kita yang sudah digariskannya, mau tidak mau dan ikhlas tidak ikhlas kita harus menjalaninya. Sungguh Allah adalah penulis skenario yang terbaik, hanya Allah yang mampu membuat yang mustahil menjadi terjadi." Sambung Fajar.

"Tapi bagaimana keadaan tangan lo tor?" tanya Mika menatap Aryan.

"Udah sembuh Alhamdulillah." Jawab Aryan tersenyum menggerakkan tangannya yang memang sudah sembuh meski masih sedikit ngilu. Namun, dia berusaha menutupinya agar semua tidak merasa khawatir terus padanya.

Aryan bangkit dari duduknya. "Kalian sudah siap?"

"SIAP!" jawab Mika dan Fajar hampir berbarengan.

Setelah mengucapkan Bismillah, mereka mulai turun ke tengah sawah. Fajar memberi dulu contohnya bagaimana cara menanam dan menancapkan bibit padi serta agar barisannya lurus. Mereka harus menanam dengan cara mundur atau ke samping agar mudah melakukannya. Mereka bertiga turun ke kotakan sawah yang berbeda.

Zena dan Zahra datang ke sana membawa makanan, kopi dan camilan lainnya.

"Wah.. Wah ternyata aktor pemain dalam film BBF (boys before flower- Gu jun pyo) sekarang jadi petani," ledek Zahra melihat ketiga pria yang tampan-tampan itu tampak serius menanam padi. Ia duduk di saung ditemani Zena.

"Kau ini Zahra jangan mematahkan semangat mereka, jarang-jarang loh melihat pemuda yang mempunyai tampang seperti mereka rajin dan mau melakukan pekerjaan ini, bahkan jadi tontonan yang lain." Jawab Zena terkekeh geli.

Zahra baru sadar bahwa mereka bertiga memang menjadi pusat perhatian beberapa warga yang sedang menanam juga terutama para ibu-ibunya.

Zahra bangkit dari duduknya lalu melangkah mendekati sekotak sawah yang sedang ditanami Mika, ia berdiri di pinggir sawah itu lalu membulatkan kedua matanya. "Ahaha.. Hahahaa...!! Tiba-tiba saja dia tertawa terbahak membuat Aryan, Fajar dan Mika menghentikan kegiatan menanamnya itu lalu menegok melihat ke arah Zahra.

"Ra, apa kamu kesurupan? Pagi-pagi begini udah ketawa seperti itu?" tanya Mika kaget dan heran.

Namun, Zahra masih tertawa sambil menunjuk kearahnya membuatnya semakin aneh. "Zena!" panggil Mika pada Zena yang masih duduk di saung.

Zena menghampiri Zahra. "Ada apa bang Mika?" tanya Zena tersenyum.

"Coba kamu kasih Zahra obat penenang. Kayanya obatnya abis," ledek Mika.

Zahra masih tertawa sembari memegang perutnya yang mulai sakit karena tertawa terus. "Kau lihat itu Na," ia masih menunjuk ke jajaran bibit padi Mika.

"Memangnya kenapa?" tanya Zena aneh dia memperhatikannya lalu ikut tersenyum.

"Ada apa sih?" tanya Aryan penasaran, naik dari sawahnya melihat dari pematang ke arah sawah Mika. Seketika ia juga ikut tertawa. "Mik, lo mau nanam padi atau menanam rumput di Taman?"

Mika melirik jajaran bibit padi yang ditanamnya, benar saja ia baru tersadar selain tidak ada jarak padi satu ke padi lainnya, dan juga barisannya pun bengkok. Ada pula barisan satu ke barisan lain jaraknya cukup jauh tidak beraturan. Ia menggaruk-garuk tekuknya sembari nyengir kuda.

"Baru sadar gue. Yah harus diulang lagi dong." Ucap Mika mengerucutkan bibirnya.

"Nggak apa-apa Mik, hal wajar bagi pemula sepertimu." Bela Fajar.

"Nah itu baru friend gue, kamu emang yang terbaik Faj," Mika tak sadar mencium jari tangannya yang berlumuran lumpur sehingga membuatnya meludah-ludah karena hampir memakan lumpur di bibirnya itu.

Zahra bergegas mengambil air minum lalu memberikannya pada Mika. "Minum bang, gak baik makan lumpur." Ucapnya sembari menyodorkan segelas minumannya yang langsung diterima Mika.

"Cieee wikk wiwww!" goda semuanya membuat keduanya tersipu malu.

Setelah memberikan gelas pada Zahra, Mika mulai lagi mencabuti bibit padi lalu memulai dan mengulangi lagi menanam.

Zahra dan Zena duduk kembali di saung memperhatikan mereka bertiga yang tampak fokus menanam serta sesekali gelak tawa keluar dari ketiganya ketika ada hal lucu yang terjadi di sela-sela mereka bekerja. Dan sekali-kali juga Aryan bangkit dari membungkuknya (menanam padi) menoleh menatap Zena lalu melambaikan tangannya pada Zena.

"Ciee, kamu beruntung banget Na bisa mendapatkan bang Aryan, dulu aku sempat berpikir kalau Cinta kalian hanya cinta sesaat dan tidak akan berlanjut seperti ini."

"Ya aku juga begitu Ra, nggak nyangka kalau mas Aryan sedalam itu mencintaiku. Allah memang maha mengetahui mana yang mempunyai hati yang baik dan bisa berubah." Jawab Zena masih menatap Aryan.

***♡💞♡***

Tengah hari pun tiba akhirnya karena kekompakan ketiganya sawah sudah ditanami semuanya. Mereka beranjak naik dari sawah menuju saung.

Zena menghampiri Aryan yang sedang mencuci tangannya di pancuran bambu kecil. Ia berdiri di sebelahnya sembari menyodorkan sebuah handuk kecil untuk menyeka keringat dan air yang mencucur di seluruh wajah dan tubuhnya itu.

"Makasih, Alhamdulillah semua sudah selesai." Ucap Aryan tak lupa selalu bersyukur.

"Sebentar lagi salat zuhur. Apa mas mau makan, salat dulu atau-"

"Aku mau mandi dulu di sungai lalu salat, setelah itu kita makan." Jawab Aryan cepat sembari tersenyum menerima handuk kecil.

Ia melangkah lagi ke arah saung di mana semuanya sudah berkumpul di sana.

Di sungai mereka mandi, banyak anak-anak kampung yang ikut mandi dengan mereka bertiga, Zena dan Zahra tersenyum melihat kelakuan ketiga anak Adam itu yang sedang bercanda dengan anak-anak lainnya bermain air di tengah sungai.

Setelah salat zuhur berjamaah mereka membuka nasi bekal dan lauk pauk-nya yang baru saja diantarkan anak pesantren dari Umi Fatma.

"Tor tau kaga?" tanya Mika yang duduk di sebelah Aryan. Ia tampak memikirkan sesuatu.

"Nggak," jawab Aryan cepat dengan nada datar.

"Woyy gue belum ngomong." Ucap Mika mengernyitkan keningnya.

"Lah tuh lo tau, bagaimana gue tau kalau lo aja belum ngomong masalah apa."

"Iya juga ya," kata Mika baru sadar, sejak kapan otaknya menjadi beku begitu. "Sorry, lagi kaga peka gue hehe." Ia tersenyum malu.

Zena membuatkan kopi hitam panas untuk semuanya, lalu meladeni mereka mengambil makanan.

"Gini tor, permintaan desa ini ke pemerintah telah dikabulkan dan minggu depan mereka akan menyurvei tempat ini. Lalu setelah itu akan memulai mengangkut barang untuk pembuatan jalan," jelas Mika.

"Benarkah?" tanya Aryan tak percaya.

"Alhamdulillah." Ucap semuanya bersamaan. Akhirnya desa itu akan mempunyai jalan besar yang akan memajukan dan meringankan beban penduduknya.

"Kalian tahu siapa mandornya?" tanya Mika menatap satu per satu wajah semuanya.

Mereka semua menggelengkan kepalanya.

Mika nyengir kuda, "aku." Tunjuknya pada hidungnya sendiri.

Semua memutar matanya bosan. "Kirain siapa." Kata Aryan mulai melahap makanannya dengan santai.

Semua juga terlihat datar tak ada yang terkejut sedikitpun.

"Kalian tega banget sih ma gue, masa gue ditunjuk jadi mandor pembuatan jalan ini malah ekspresinya seperti itu." Ucap Mika tertunduk putus asa.

Semuanya tiba-tiba saja tertawa, Aryan merangkul leher Mika. "Kita bangga ma lo Mik, akhirnya lo bisa juga mewujudkan impian desa ini." Ternyata tadi mereka cuek hanya bersandiwara saja. Padahal mereka terkejut sekali.

"Sialan lo, kirain kaga suka gue jadi mandornya." Dengus Mika menjadi sedikit kesal.

"Iya maaf Mik, aku mewakili semua penduduk sini untuk mengucapkan terima kasih padamu atas perjuanganmu serta Ayahmu untuk mengajukan membuat jalan besar di sini." Ucap Fajar.

"Nggak usah sungkan seperti itu Faj, aku jadi malu." Kata Mika terkekeh kecil.

"Sejak kapan abang malu?" ledek Zahra tersenyum.

"Yee gini-gini juga urat malu abang belum putus Ra." Jawab Mika masih dengan senyum kebanggaannya.

Aryan menyeruput kopi hitamnya sembari terlihat susah menelannya. Mika baru ingat bahwa Aryan tidak biasa minum kopi hitam, namun entah kenapa dia tampak menikmati kopi itu.

"Tor lo kan tidak pernah minum kopi hitam tapi sekarang-" mulut Mika tiba-tiba dibekapnya.

Aryan hanya nyengir menatap semuanya.

"Apa benar mas tidak suka kopi hitam? Jadi selama ini mas terpaksa meminumnya." Kata Zena terlihat kaget.

Aryan melepas bekapan mulut Mika, "maaf, aku hanya tidak mau menyinggung perasaanmu." Ujarnya menunduk.

Zena tersenyum, sampai segitunya Aryan tak mau menyakiti perasaannya dan tak mau dikatakan tak menghargai apa yang dibuatkan Zena untuknya.

Zena merebut pelan gelas Aryan. "Kalau mas suka sama aku, bukan berarti harus menurut semua keinginanku atau memaksakannya, mulai sekarang mas harus jujur padaku apa yang disukai dan apa yang tidak disukai." Ia malah tersenyum lembut.

Hati Aryan seolah tersiram air embun sungguh sangat bahagia mendengar perkataan itu keluar dari bibir Zena yang selalu bisa menerimanya apa adanya. Hatinya selalu menghangat jika selalu di dekat Zena.

***♡💞♡***

Di kota Jakarta.

Tuan Nayef sedang menemui dua orang lelaki yang tampak bukan orang baik-baik di sebuah bangunan yang baru di bangun.

"Kalian jangan sampai salah dan jangan sampai membunuhnya. Cukup gertak saja supaya dia cepat meninggalkan anakku, ingat jangan macam-macam padanya-"

"Ya kami mengerti Tuan." Potong salah satu dari mereka. "Jika itu maumu kami akan melaksanakan apa pun itu. Namun, jangan sampai kami dilaporkan ke polisi atau tertangkap warga di sana, kalau sampai terjadi maka kami akan menyeret nama Anda juga." Ancam seorang pria bertubuh besar.

"Makanya kalian harus hati-hati melakukannya, lakukan dengan rapi." Perintah Tuan Nayef lagi sembari menyodorkan dua gepok uang di dalam amplop uang yang cukup besar.

"Baik Tuan, Anda tenang saja." Jawab seorang lelaki lainnya sembari menyeringai menerima uang yang jumlahnya menggiurkan itu.

Ternyata ketika mendengar Aryan lolos dari kurungannya, Daddy'nya bukan sadar malah semakin geram dan menjadi-jadi. Dia bahkan menyewa orang-orang entah komplotan mafia atau penjahat untuk menculik Zena dan mengancamnya agar cepat meninggalkan Aryan.

***♡💞♡***

Kembali ke Bandung.

Malamnya mereka berkumpul untuk pengajian di masjid.

Sepulangnya mereka berkumpul di depan teras rumah Pak Zainal.

"Bang Mika, apa benar akan dibuat jalan besar di sini?" tanya Ziad dengan kedua matanya tampak berbinar-binar.

"Iya Insya Allah Ziad, desa kalian akan dibuat jalan besarnya." Jawab Mika tersenyum.

"Horee, akhirnya kita bisa naik angkot tidak cape lagi kalau pulang dari sekolah." Seru Ziad girang karena kalau motor Fajar dipakai keperluan, mereka terpaksa jalan kaki atau naik ojek lainnya.

"Terus Mik, apa lo dan om Harley (ayah Mika) sudah membicarakan bagaimana jalan dibuat, bukankah ada tebing dan bukit yang mengelilingi desa ini?" tanya Aryan.

"Benar tuh Mik, bagaimana caranya?" tambah Fajar.

"Inikan zaman modern jadi tebing Batu seperti apa pun bismillah pasti bisa dibelah dan dibuat jalan." Jawab Mika yakin.

"Eh bener tuh Mik, yang penting jangan lupa apa pun niat kita harus dibarengi dengan tawakal kepada Allah, semoga Allah menghendaki dan meridhoi serta melancarkan semua niat baik kita untuk meringankan beban penduduk desa ini." Ucap Fajar.

"AMINNN INSYA ALLAH." Jawab semuanya serentak.

"Zaib, Ziad cepat tidur besok sekolah." Suruh Zena pada kedua adiknya yang terus bercanda dengan Mika.

"Tapi besok kan akan ada hajatan di rumah Pak RT terus bukannya kakak harus membantu juga di sana?" tanya Ziad.

"Iya kan kakak sama Umi akan bantu-bantu di hajatan Pak RT." Sambung Zaib.

"Apa benar hal itu Na?" tanya Zahra.

Zena hanya mengangguk.

"Kalau begitu apa kami bisa ikut membantu juga?" tanya Aryan berharap. Ia menoleh menatap Fajar.

"Pastinya boleh karena akan ada dangdutan di sana dan semua pemuda karang taruna bahkan santri-santri di sini sering ikut membantu." Jawab Fajar.

"Asekkk, kita akan menikmati semua makanan khas hajatan ala sunda." Ucap Mika tersenyum tak sabar menikmati hidangan yang berbeda dari pernikahan ala kota yang membosankan.

Semuanya menggelengkan kepalanya.

Aryan, Mika dan Fajar pamit kembali ke pesantren, sebelum melangkah Aryan menoleh kebelakang melihat Zena yang masih berdiri menatap kepergiannya.

Zena melambaikan tangannya ke Aryan yang disambut juga oleh lambaian tangan Aryan dengan senyuman.

Tiba-tiba lehernya ditarik oleh Lengan Mika. "Woyy udah dadah-dadahannya, kaya anak SMP yang baru jatuh Cinta aja kalian." Kata Mika setengah menyeret Aryan.

"Sialan lo kaget gue, lo sirik ya sama gue dan Zena?" tanya Aryan terkekeh geli.

"Kaga. Sembarangan aja lo bilang gue sirik." Elak Mika.

"Akh bilang aja lo sirik." Ucap Aryan lagi melepaskan lengan Mika, melangkah duluan ke luar pagar lalu memasuki gerbang pondok yang bersebelahan dengan gerbang pondok santriwati.

Sementara Fajar melanjutkan langkah pulang ke rumah neneknya. Ia selalu di buat tersenyum oleh tingkah laku dua sahabat barunya itu.

                            ---♣♡💞♡♣---

°°°°______TBC______°°°°







Revisi ulang* 14~07~2019

By* Rhanesya_grapes 🍇





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top