~20~ ♥※Terkurung※♥
%%%______DaT______%%%
Aku percaya ini Cinta. Sampai Tuhan turun tangan memberi ku paham tentang segalanya.
I Loved You yesterday.
I Love you Still.
I Always have.
I Always Will 💜💕. (Aryan Mirza)
---♥♡💞♡♥---
Semalaman Aryan tampak gelisah tidak bisa memejamkan kedua matanya, itulah salah satu sifatnya. Jika hatinya tidak tenang atau bimbang maka kedua matanya tak terpejam sedetikpun.
Setelah melaksanakan salat subuh, Aryan dan Mika bersiap-siap untuk berangkat ke Jakarta.
"Mas dan bang Mika sarapan dulu." Kata Zena membawakan dua piring nasi goreng ke kamar mereka.
Aryan tersenyum menerimanya. "Makasih."
Mika juga setelah mengucapkan terima kasih langsung melahap nasi goreng itu.
Tak ada semangat sedikitpun di wajah Aryan, malah kecemasan yang tampak di wajahnya.
Fajar datang ke sana juga, ia duduk di sebelah Aryan yang sedang memakan nasi gorengnya.
"Kalian hati-hati ya di jalan, jangan lupa selalu ngasih kabar." Kata Fajar.
"Hastinya (pastinya)." Mika yang menjawab dengan mulut yang masih penuh dengan nasi goreng.
Semua selalu tersenyum melihat tingkah anak Adam yang satu itu.
Setelah hari mulai terang mereka mulai berpamitan pada semuanya. Pak Zainal dan umi Fatma berdiri di depan teras menatap Zena dan Aryan yang sedang berpamitan.
Aryan berdiri di hadapan Zena yang menunduk. Dengan senyum termanisnya ia berkata, "kamu jangan khawatir, Insya Allah jika aku sudah menengok ibuku dan sudah tahu bagaimana keadaannya, maka aku akan segera kembali malam ini juga."
Zena hanya mengangguk pelan.
"Aku pamit ya, Assalamualaikum wr.wb." Ucap Aryan mulai berbalik melangkah meninggalkan Zena.
"Wa'alaikumsalam wr.wb, hati-hati mas Aryan dan bang Mika." Jawab Zena melambaikan tangannya, "semoga Allah selalu melindungi kalian selamat pergi dan pulangnya, Insya Allah Aminnnn." Batin.
Aryan berhenti di depan Fajar. "Tolong jaga Zena baik-baik, kalau ada apa-apa di sini, segera kasih kabar ke aku." Ucapnya sembari menepuk pundak Fajar.
"Insya Allah, kalian juga harus hati-hati selama di sana, ingat pesanku." Ujar Fajar tersenyum.
"Seperti yang kaga bakal datang lagi ke sini aja." Canda Mika tersenyum heran seakan itu pamitan terakhir mereka.
"Mik, kita tidak akan tahu satu menit ke depan apa yang akan terjadi pada kita, justru itu rasanya seperti berat sekali melepaskan kalian." Ujar Fajar lagi.
"Iya aku ngerti, sorry cuman bercanda," jawab Mika, "ya udah kita pamit ya." Uacpanya sembari memeluk Fajar kemudian mulai melangkah duluan.
Kini giliran Aryan yang memeluk Fajar, sebelum melangkah Aryan menoleh melihat ke arah Zena yang masih tersenyum menatap kepergiannya. Ia melambaikan kembali tangannya dibalas lambaian tangan Zena.
Dengan mengucap BASMALLAH, Aryan dan Mika mulai berjalan menjauh meninggalkan pesantren. Terasa begitu berat Aryan meninggalkan kampung itu. Namun, dia berdoa semoga semua lancar dan dia cepat kembali lagi.
Zena terus berdoa di dalam hatinya, begitupun Aryan.
Selama perjalanan naik angkot sampai naik bis pikiran Aryan tak menentu. Tapi, semua perasaan itu di tepisnya jauh-jauh. Perjalanan kali ini Aryan terus diam tak banyak bicara dan Mika memaklumi hal itu. Hampir tengah hari akhirnya mereka sampai juga di kota Jakarta.
Ketika turun di terminal kampung rambutan, Aryan tersenyum lirih. "Tak di sangka gue menginjak lagi kota ini."
Mika tersenyum mendengar perkataan Aryan. "Sebagaimanapun lo pergi ke ujung dunia sekalipun, selama di sini ada orang tua lo. Lo akan tetap menginjak kota ini."
"Mik, apa pun yang terjadi, lo jangan tinggalin gue ya." Kata Aryan sudah mulai gelisah.
"Memangnya apa yang bakal terjadi? Lo ngaco terus dari tadi, lo kan cuma menjenguk Mommy lo yang sedang sakit." Jawab Mika merasa aneh.
Aryan menghela napasnya. "Aku merasa sesuatu akan terjadi." Batinnya.
Mereka masuk ke dalam taksi yang terparkir di terminal itu, perlahan mobil taksi mulai berjalan langsung menuju ke rumah sakit.
Setibanya di depan rumah sakit, dengan sekali-kali menghirup udara lalu mengembuskannya perlahan. Aryan mulai turun dari mobil disusul oleh Mika, ia menatap tingginya gedung rumah sakit milik ayahnya.
Mika menepuk sebelah pundaknya. "Ayo kita masuk, jangan khawatir ada gue di sini."
Mereka mulai melangkah memasuki gedung, semua mata melihat kedatangan anak pemilik rumah sakit itu. Mereka seolah menatap aneh padanya, Aryan yang dulu putih bersih kini kulitnya sedikit cokelat, tapi ketampanannya tidak berubah sedikitpun malah terlihat semakin tampan dan gagah (semakin gagah dan kekar karena membajak sawah terus 😄).
Mika berjalan duluan karena hanya dia yang tahu di mana dan kamar berapa ibunya di rawat.
Ketika Mika berhenti di depan kamar VIP no 178, Aryan mulai merasakan debaran jantungnya berdetak tak menentu.
Mika menatap dulu wajah Aryan, dibalas anggukkan olehnya. Perlahan Mika membuka pintu kamar itu dan Aryan mulai melangkah masuk.
Setelah tiba di dalam ruangan itu, kedua mata Aryan dibulatkan lalu tak lama berubah menjadi sayu kembali, dia melihat ibunya terbaring tak berdaya. Dengan berjalan perlahan ia mendekati ranjang.
Ditatapnya wajah yang dia rindukan. "Aku datang Mom." Ucap Aryan pelan, kedua matanya mulai berkaca-kaca.
Dia duduk di kursi di pinggir ranjang ibunya, lalu menggenggam erat tangannya. Perlahan kedua mata nyonya Lynnel terbuka. "Aryan. This is you?" dengan suara parau dan pelan nyonya Lynnel bertanya, ia melirik ke samping menatap anaknya itu.
"Yes Mom, this is me." Jawab Aryan menempelkan tangan ibunya ke pipinya haru.
"Thanks god, Mom very miss you." Ucap Nyonya Lynnel masih dengan suara pelan.
"Apa selama aku tidak ada, Mommy tidak meminum obat, sehingga penyakitmu kambuh lagi dan menjadi seperti ini (jantung, dan diabetes)?" tanya Aryan sudah bisa mengira bahwa ibunya akan berhenti meminum obat jika sedang memikirkan atau ada masalah sesuatu. Apalagi kepergiannya adalah sebuah pukulan baginya.
"Mommy tidak bisa hidup tanpamu nak, jadi buat apa Mom meminum obat jika kau tidak ada di sampingku." Jawab Ibunya berharap anaknya akan kembali ke rumah jika melihatnya begitu.
Aryan meneteskan air matanya melihat keadaan ibunya, apalagi melihat air mata mulai mengalir membasahi kedua pipi nyonya Lynnel.
Mika yang melihat tidak tega. Ia menjadi ikutan sedih, jadi dia akan membiarkan ibu dan anak itu melepas kerinduan mereka.
"Yan, gue ke toilet dulu sebentar." Pamit Mika yang langsung diangguki oleh Aryan. Ia keluar dari kamar rawat nyonya Lynnel menuju toilet.
Aryan tersenyum haru sambil memperlihatkan sebuah cincin yang melingkar di jarinya. "Mommy, aku sudah tunangan dan sebentar lagi kami akan menikah." Ujarnya membagi kebahagiaannya dengan ibunya itu.
"Benarkah? Sama siapa dan dari keluarga mana? Apa dia gadis bergama islam?" tanya nyonya Lynnel terlihat bahagia, dan itu adalah tanda-tanda yang baik untuk hubungan Aryan dengan Zena jika ibunya sudah mendukung.
Aryan mengangguk. "Ya agamanya islam, dan dia yang sudah memberikan pelajaran serta pengalaman yang belum pernah aku rasakan selama ini Mom, dia benar-benar gadis yang selama ini aku cari." Jawabnya sambil membayangkan senyum Zena.
"Jika kamu bahagia, Mommy juga ikut bahagia, tapi jika begitu maka pulanglah nak, rumah terasa sepi tanpa kehadiranmu." Bujuk nyonya Lynnel.
"Aku belum bisa pulang saat ini Mom, setelah apa yang aku impikan dan cita-citaku semua tercapai, aku pasti akan menemuimu lagi Mom, namun masalah aku kembali ke rumah, selama Daddy tidak mengizinkan dan menerima kalau aku seorang muslim. Maka aku tidak akan pernah pulang." Jawab Aryan mengetahui sifat keras kepala ayahnya.
Like father like son, itulah mereka. Sama-sama mempunyai watak yang keras kepala.
"Aku tidak akan bisa berlama-lama disini Mom, nanti kapan-kapan aku akan menemuimu lagi," kata Aryan bangkit dari duduknya tampak terburu-buru. Namun, nyonya Lynnel masih menggengam tangannya erat.
"Aryan. Mommy mohon satu menit saja Mommy menatap wajahmu itu." Kata nyonya Lynnel memohon.
Aryan juga tak tega, ia duduk kembali lalu mencium tangan ibunya. Tak lama seorang dokter dan suster masuk ke dalam ruangan itu.
"Mohon maaf jika mengganggu waktu kalian, kami hanya sebentar memeriksa bagaimana keadaan nyonya Rakhshan." Ucap dokter itu tersenyum.
"Silahkan dokter." Kata Aryan. Tangannya masih digenggam erat oleh ibunya dan dia masih tetap sekali-kali mencium tangan nyonya Lynnel.
Tiba-tiba sebuah tusukan jarum menancap di pinggir lehernya, Aryan bangkit dari kursi. Betapa terkejutnya dia sehingga langsung memegang lehernya yang terkena suntikan paksa itu.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Aryan aneh merintih kesakitan, kepalanya perlahan mulai terasa pening, pandangannya berubah gelap. Tak lama kemudian dia jatuh pingsan ke atas lantai akibat suntikan bius itu.
Beberapa bodyguard masuk ke dalam langsung membawa tubuh Aryan keluar dari rumah sakit. Mereka memasukkan tubuh Aryan ke dalam mobil lalu membawanya pergi dari sana.
Mika yang dari tadi bengong di luar toilet menunggu Aryan datang menemuinya merasa aneh, kenapa lama sekali Aryan di dalam kamar ibunya? Bukannya dia tadi berkata hanya sebentar takut bertemu dengan ayahnya. Akhirnya Mika memutuskan untuk kembali ke kamar nyonya Lynnel untuk melihat keadaannya.
Namun, ketika masuk ke dalam dilihatnya nyonya Lynnel sedang tertidur, akan tetapi Aryan tidak ada di dalam. Itu membuat dia semakin aneh.
Mika keluar dari kamar. "Apa dia sembunyi di suatu tempat atau pergi duluan ke luar karena takut ayahnya datang?" ia menjadi bertanya-tanya dalam hati aneh.
Ia menanyakan kepada dokter dan suster bahkan penjaga pintu. Mereka tidak melihat Aryan keluar dari sana. Diapun berputar-putar mencari lagi. Tapi, ada satu penjaga di tempat parkiran di belakang rumah sakit yang dengan jujur mengatakan kalau Aryan dibawa oleh para bodyguard ayahnya dalam keadaan pingsan.
Mika terkejut mendengarnya. Ia segera menyusul ke rumah Aryan.
***♡💞♡***
Perlahan Aryan membuka kedua matanya. Dikedip-kedip matanya untuk memperjelas pandangannya. Dia bangun bersender ke sandaran ranjang sembari menggosok-gosok kedua matanya. Kini jelas sudah penglihatannya itu.
"Di mana ini?" tanyanya merasa heran, dia termenung sebentar mengumpulkan kesadarannya. Ketika semua sudah berkumpul dengan jelas, kedua matanya terbelalak, "ini kan kamarku! Kenapa aku bisa berada disini? Dan apa ini?" dia melihat tangannya yang di infus.
Dia ingat sekarang bahwa kemarin seorang dokter menyuntikan obat bius kepadanya hingga tak sadarkan diri. Rupanya dia dibawa pulang ke rumah.
Dia mencabut jarum infusannya dengan paksa sampai darah berceceran di lantai. Turun dari ranjangnya berlari ke arah pintu, ketika akan membukanya ternyata pintunya terkunci dari luar.
BRAKK.. BRAKK.. BRAKK..
"DAD. OPEN THE DOOR PLEASEE!!" teriak Aryan menggedor pintu. Dia tahu pasti kalau ayahnya yang membawanya paksa pulang ke sana.
Tak ada jawaban siapa pun dari luar, Aryan terus menggedor-gedor pintu sehingga suaranya berubah menjadi dobrakan-dobrakan keras. Ia mencoba mendobraknya, namun pintu terlalu keras dan keadaannya masih lemah.
"Dad, pleasee!!" Ucap Aryan dengan nada melemah.
"Aryan nak kamu tak apa-apa, kan?" tanya nyonya Lynnel di balik pintu.
"Mom apa itu kamu? Apa kamu sudah sembuh, please OPEN THE DOOR!" teriak Aryan.
"Mommy masih sakit nak, dan Daddy mu yang menyimpan kunci kamarmu. Mommy tidak tahu apa-apa." Jawab Ibunya terdengar menjawab jujur.
Aryan terkulai ke lantai. "Please Mom lakukan sesuatu." Ia merasa semakin lemah dan mulai menyerah menggedor-gedor pintu.
"Mommy akan berusaha untuk mengeluarkanmu dari kamar-"
"TIDAK BISA! JIKA KAU MENGELUARKANNYA DARI KAMAR, KAU BUKAN ISTRIKU LAGI." Potong Tuan Nayef mengancam, ia baru datang dari kantor langsung menghampiri nyonya Lynnel.
"Tapi, sampai kapan kau akan mengurung anak kita di dalam kamar?" tanya nyonya Lynnel membela Aryan.
"Sampai dia sadar dan kembali masuk ke dalam agama kita, serta melupakan gadis kampung itu untuk selamanya." Jawab Tuan Nayef terdengar sadis dan kejam.
Aryan membulatkan kedua matanya, berarti ayahnya tidak membiarkannya pergi begitu saja, dia yakin kalau ayahnya memasang mata-mata mengontrol setiap gerak geriknya. Bahkan ayahnya juga pasti sudah tahu kalau dia sudah bertunangan dengan Zena.
Hening.. Tak ada lagi suara cek-cok di luar kamarnya.
Aryan mencari-cari ponselnya. Namun, tidak ada. Pastinya sudah disita dan disembunyikan oleh ayahnya itu.
Dia melirik kalender otomatisnya, betapa tambah terkejutnya melihat tanggal. Ternyata dia sudah terkurung di kamar itu selama tiga hari.
"Ini tidak mungkin, aku sudah pergi meninggalkan Zena selama tiga hari, dia pastinya sangat khawatir sekali." Semenjak disuntik bius, Aryan tidak sadarkan diri selama tiga hari dan hanya cairan infusan yang masuk ke dalam tubuhnya. Maka dari itu dia merasa lemas sekali.
Zena maafkan aku belum bisa memberi kabar kepadamu. Ucap Aryan dalam hati perih. Ia menenggelamkan wajahnya ke dalam lututnya yang melipat di dadanya.
Dia melihat jam sudah sore, dengan tertatih dia menuju ke kamar mandi mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat ashar.
Di dalam sujudnya dia menangis berdoa apa yang akan dia lakukan sekarang? Dia terus meminta petunjuknya bagaimana cara agar dia cepat keluar dari kamarnya. Tiba-tiba terdengar seseorang melempar kerikil-kerikil kecil ke jendelannya.
"Den.. Den Aryan,"
Selesai salat, dia buru-buru menengok jendela yang di pagar besi juga luarnya agar Aryan tak kabur lewat jendela. Ia membukanya dan mencari-cari suara siapa itu? Ternyata itu tukang kebunnya. Ia naik tangga bambu pura-pura sedang membetulkan kabel di depan balkon Aryan. Ternyata, dengan secepat kilat dia melemparkan sepucuk surat padanya.
Dengan sebuah isyarat, tukang kebun itu memberi tahu Aryan agar segera membaca surat yang dia lempar barusan. Kemudian dia buru-buru turun lagi takut ketahuan.
Aryan meraih dengan susah payah surat itu, setelah sampai di tangannya, bergegas dibacanya.
Den Aryan. Ketika mamang sedang menyiram tanaman, tidak sengaja mendengar perbincangan tuan besar (tuan Nayef) dengan seseorang dari luar jendela kamar ruangannya. Tuan besar menyuruh orang itu untuk mengirimkan surat undangan pernikahanmu dan sebuah poto. Entah poto apa itu di sebut-sebut dengan wanita lain, dan akan dikirimkan kepada gadis bernama Zena di Bandung. Maaf mamang tidak bisa menjelaskan lebih detailnya karena hanya itu yang mamang dengar.
Aryan menghirup udara dalam-dalam lalu mengembuskannya keras. "Ternyata Daddy sudah menghalalkan segala cara, aku juga bisa melakukannya."
Aryan berjalan dengan gontai ke lemari, ia menatap wajahnya di cermin. Sejenak ia tampak berpikir sesuatu, dikepalkan dengan erat tangan kanannya.
Praannkkkk!!
Tiba-tiba dengan tinjuannya ia menghancurkan cermin hingga berkeping-keping membuat tangannya mencucurkan darah, lalu ia mengambil pecahan kaca itu dengan memejamkan kedua matanya.
"Zena, maafkan aku. Jika memang ini kehendak Allah, maka hanya ini yang bisa aku lakukan dari pada aku harus meninggalkanmu." Setelah mengucapkan kata-kata itu, Aryan menggoreskan kaca ke urat nadinya hingga darah semakin bercucuran banyak.
Kedua matanya berubah merah, tubuhnya gemetaran, ceceran darah dimana-mana. Ia pun jatuh terkulai ke lantai dengan pergelangan tangan yang terluka mengeluarkan banyak darah. Sungguh setan telah mempengaruhi Aryan, dengan bisikannya dia telah berhasil membuat Aryan menempuh jalan sesat itu.
Nyonya Lynnel yang mendengar keributan dan suara pecahan sesuatu dari kamar Aryan segera mengambil kunci kamar Aryan yang berada di saku jas suaminya.
Tuan Nayef yang sedang mencuci wajahnya di kamar mandi mendengar juga. Tetapi dia tampak tenang-tenang saja karena di dalam pikirannya paling Aryan hanya mengamuk melemparkan barang-barangnya saja.
Dengan jantung berdebar-debar, nyonya Lynnel membuka kamar Aryan. Ketika baru masuk ke dalam, betapa terkejutnya ia melihat ceceran darah di lantai kamar dan kedua matanya menangkap tubuh anaknya yang terkapar tak berdaya dengan tangan yang terluka.
"ARYAN, MY SON APA YANG KAMU LAKUKAN?!" nyonya Lynnel memburu kearahnya, "SAYANGG.. CEPAT PANGGIL AMBULANS!" teriaknya panik.
Tuan Nayef berlari dari kamarnya menuju ke kamar Aryan, diapun terkejut melihatnya. Dia dengan panik juga menyuruh seseorang memanggil ambulans. Tak berapa lama ambulans datang menjemput. Aryan pun dilarikan ke rumah sakit langsung menuju ke ruang UGD.
---♣♡💞♡♣---
°°°°______TBC______°°°°
Ma'assalamah ~T_T~
Revisi ulang* 13~0
By* Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top