~15~ ♥※Kesabaran itu indah※♥

%%%____DaT____%%%

~Jika engkau ingin melihat indahnya Fajar, maka engkau harus melalui gelapnya malam~

"Sabar dan ikhlas memang belum aku yakini dan belum aku mengerti arti-nya. Namun, ternyata melatih kesabaran itu tidaklah mudah. Aku baru tahu, mencoba merelakan itu namanya meng'iklaskan, dan Allah memang Maha Suci dan Maha Mengetahui segala isi hati. Aku kini semakin yakin bahwa sabar itu akan Indah pada waktunya." ~Aryan~

"Selama ini aku tidak pernah meminta kepadanya, karena aku selalu merasa apa yang Allah berikan lebih dari pada apa yang aku minta dan aku harapkan, Allah Maha Agung, Maha Luhur. Dengan kehendaknya dalam semalam aku berdoa, begitu cepatnya engkau mengabulkannya Ya Allah, sesungguhnya Allah selalu bersama orang yang sabar dan tulus ikhlas." ~Zena~

*°____________________________°*

Fajar seperti biasa ke kamar Aryan untuk memberikan pesanannya.

"Ni Ar, casan-mu," kata Fajar menyodorkan sebuah casan baru untuk ponsel Aryan.

"Bagaimana keadaan lukamu itu?" tanya Fajar menunjuk perban yang terbelit di pinggir tangan bawah bahu Aryan.

"Masih sakit, cuma agak mendingan," jawab Aryan melirik tangannya yang diperban.

"Semoga cepat sembuh aja," ucap Fajar.

Aryan menerima casan Ponselnya. "Makasih ya, and sorry aku selalu merepotkanmu." Ucapnya jadi merasa tidak enak sendiri.

"Nggak apa-apa. Sekalian aku ikut ke pasar membeli kebutuhan untuk di dapur pesantren dan sekalian juga untuk acara besok." Jawab Fajar tersenyum.

Aryan juga tersenyum tipis, ia yang sedang duduk di jendela kamarnya buru-buru bangkit untuk me ngecharge ponselnya.

Waktunya salat ashar tiba, mereka bergegas turun untuk mengambil air wudhu kemudian pergi ke masjid.

Ketika masuk ke dalam masjid, Aryan merasakan ketenangan yang sangat menyejukkan hatinya, ia akan terus berusaha untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi dan Umat yang selalu taat bertakwa kepada-Nya. Dia kini semakin yakin bahwa Allah itu sangat dekat, malah lebih dekat dari Batang lehernya sendiri.

Tidak akan ada yang tersembunyi bagi Allah. Meskipun sebesar biji sawi di dalam lumpur hitam yang sangat dalam sekalipun.

Ia memilih duduk di saf terdepan di dekat Imam. Sebenarnya baru saja azan selesai Aryan dan Fajar sudah duduk di sana. Karena mereka tahu.

Seandainya orang-orang mengetahui pahala azan dan barisan (saf) pertama, lalu mereka tidak akan memperolehnya kecuali dengan ikut undian, niscaya mereka akan berundi.

Dan seandainya mereka mengetahui pahala menyegerakan salat pada awal waktu, niscaya mereka akan berlomba-lomba melaksanakannya. (HR. Bukhari).

Pak Zainal masuk ke dalam masjid untuk menjadi Imam seperti biasanya. Dia tersenyum tipis menatap Aryan yang tampak serius menunduk sambil berzikir.

Salat ashar pun selesai.

"Aryan." Panggil Fajar.

"Hmmm,"

"Kita harus siap-siap pergi ke kantor Pak lurah." Kata Fajar mengingatkannya.

"Ya, aku tahu. Aku akan siap-siap sekarang." Ucap Aryan tersenyum.

"Kalau begitu, aku juga pulang dulu untuk ganti baju." Ujar Fajar buru-buru melangkah menuju rumahnya.

Aryan juga buru-buru ke atas ke kamarnya. Setibanya di sana, Ia baru sadar kalau ponselnya sedang di cas. Ia buru-buru meraih dan mengaktifkannya. Untuk menunggu ponselnya aktif kembali ia mengambil pakaian lalu mengganti bajunya.

Ia meraih ponselnya lalu keluar dari kamar menuruni tangga. Dilihatnya berapa ratus miscall'an dari teman-temannya dan juga pesan.

Apalagi pesan dari Mika yang terlihat lucu dan tak akan selesai dalam satu hari jika dibacanya semua.

📩

"Aligator??!" pesan pertama waktu dia baru datang ke pesantren.

"Lo udah nyampe mana?" pesan kedua.

"Lo belum sarapan tadi pagi. Lo beli roti dari starbucks belum?" pesan ketiga.

Pesan berikutnya.

"Sompret lo kaga bales atau baca pesan gue,"

"Kebawa tsunami apa ni anak kaga bales-bales,"

"Atau kecemplung di sungai ketika lewat jembatan shiratal mustakim itu?"

"Udah malam ni, lo kaga pingsan di jalan kan? Mana ponsel lo kaga aktif. Kabar dari si Zena pada Zahra juga belum ada."

Aryan tersenyum sendiri sambil berdiri di pintu gerbang pesantren menunggu Fajar, ketika membacanya tak terbayangkan bagaimana paniknya satu temannya itu seperti nenek-nenek ompong yang kehilangan gigi palsunya.

Di buka lagi satu pesan tadi pagi.

"Tor, sabar ya. Gue udah dengar kabar dari Zahra bahwa lo udah nyampe dengan selamat. Gue tahu lo sedang di uji sama yang di atas. Sia-sia semua pengorbanan lo itu, gue bakalan nyusul ke sana buat jemput lo, jangan lo paksain jika itu menyakitkan-"

Belum selesai Aryan membacanya. Mika langsung menghubunginya.

Dengan perlahan digeser layar ponselnya untuk menerimanya. Baru saja ponsel menempel di telinganya.

"WOYY, ALIGATOR KENAPA HP LO BARU AKTIF?"

Aryan terpaksa menjauhkan ponselnya mendengar teriakan dari seberang.

"Hallo.. haloo.. Tor, lo masih idup kan?" tanya Mika karena Aryan belum menjawabnya.

"Iya, ini gue. Lo kenapa jadi bawel kaya omma-omma begitu." Canda Aryan.

"Omma-omma? Wah lo kalau dekat udah gue gantung di pohon pisang di belakang rumah gue." Balas Mika tampak serius.

"Sorry, gue baru mengaktifkan ponsel, karena gue lupa bawa casannya. Terus kalau di kampung sini nggak ada yang ngejual casannya. Jadi terpaksa gue nunggu nitip sama Fajar." Jelas Aryan.

"Tapi lo baik-baik aja kan?"

"Gue baik-baik aja. Emang kenapa dengan gue?" Aryan malah balik bertanya membuat Mika mengerutkan keningnya.

"Serius lo baik-baik aja?" tanya Mika terdengar kurang yakin.

"Iya, gue baik-baik aja malah sekarang gue lebih baik dari kemaren-kemaren. Karena gue punya kabar buat lo-"

"Kabar apa?" potong Mika. "Jangan katakan kalau itu kabar buruk ya, gue kaga sanggup mendengar kabar buruk itu." Lanjutnya terdengar lemas dari nada suaranya.

"Lo kenapa sih Mik? Kenapa lo jadi lebay begitu? Haha." tanya Aryan malah tertawa.

"Lebay? SOMPRET LO, gue begini karena khawatir ama lo. Eh yang dikhawatirkan malah bahagia kelihatannya. Rugi gue khawatir ma lo tor." Gerutu Mika.

"Mau dengar nggak kabarnya apa?"

"Kaga."

"Ya udah gue tutup ni."

"Jangan.. Jangan.. Sadis bener lo tor, ya udah kabarnya apa?"

Aryan menghela napasnya sedikit terdengar lirih di telinga Mika. "Gue mau tunangan Mik."

"APA!? LO MAU TUNANGAN! SAMA SIAPA?" teriak Mika terkejut mendengarnya.

"Pokoknya gue mau tunangan besok, kalau lo mau tau gue tunangan sama siapa, lo datang ke sini. Rasanya nggak komplit acara gue kalau nggak ada lo." Jawab Aryan tersenyum.

"LO PASTI MAU TUNANGAN SAMA GADIS LAIN KAN?!" Masih dengan nada tinggi Mika berbicara.

Aryan terpaksa menjauhkan ponsel dari telinganya lagi.

"Ngomongnya biasa aja Mik, budeg gue ni."

"Pokoknya gue kaga rela lo tunangan sama gadis yang belum gue kenal. Tunggu besok gue pasti datang ke situ. Sebelum gue datang lo jangan dulu tunangan. Kalo lo tunangan tanpa ada gue, Putus hubungan persahabatan kita." Cerocos Mika tanpa ada remnya.

"Iya makanya gue ngasih kabar ke elo, ingat ya ucapan lo. Kalau lo kaga datang putus persahabatan kita."

"........."

"Yeh, malah dibalikin. Gue kayanya harus mandi kembang dulu buat ngilangin shock karena kabar dari lo."

"Hahaha!" Aryan tertawa mendengar perkataan sahabat gilanya itu.

Zena keluar dari pondok para Santriwati yang berdiri kokoh di sebelah pondok para santri yang terhalang pagar besi. Di sana dia menatap Aryan yang berdiri di depan gerbang Santri tampak sedang berbicara di ponselnya. Tak terasa air matanya tiba-tiba saja menetes.

"Na." Aisyah teman dekat Zena datang dari belakangnya. Zena buru-buru menghapus air matanya.

"Kamu nangis Na?" tanya Aisyah heran.

"Nggak, tadi aku kelilipan." Jawab Zena tersenyum.

"Hmm jangan boong, kenapa nangis? Apa karena besok kamu jadi tunangan ya." Goda Aisyah.

"Apaan kamu akh, udah yuk ke dapur bantuin Umi ku menyiapkan kue-kue untuk besok." Jawab Zena mengelak dari Aisyah kemudian berjalan ke luar gerbang. Karena rumahnya berada di luaran di sebelah pesantren.

Aryan belum selesai berbicara dengan Mika sambil masih tetap menunggu Fajar datang.

Dua gadis lewat di depannya.

"Punten (permisi)."

"Mangga.. Mangga.. (silahkan.. Silahkan..)." Jawab Aryan tahu sedikit bahasa sunda yang diajarkan oleh Rohman teman sekamarnya.

Dua gadis itu tampak bisik-bisik melihat kegagahan dan ketampanan Aryan.

"Suara itu? Seperti suara cewek, apa itu penjual mangga? Lo kan kaga suka mangga tor." Tanya Mika.

Aryan tertawa lagi. "Bukan, itu gadis di sini barusan lewat bilang permisi." Jelas Aryan melirik kedua gadis itu.

"Cantik kaga?" tanya Mika penasaran.

"Lumayan. Lo tau nggak cewek di sini tuh manis-manis Mik, mojang priangan." Ujar Aryan melihat salah satu gadis yang lewat tadi balik lagi menghampirinya.

"Mas.. Mas.. Kamu mau nggak jadi imamku?" tanya Gadis masih remaja itu.

"Maaf neng, aku udah salat." Jawab Aryan singkat.

Gadis itu tersipu malu, terlihat sedikit kekecewaannya.

"YAN!" panggil Fajar dari kejauhan.

"Mik, udah dulu ya ntar sambung lagi, ada urusan dulu gue, bye." Ucap Aryan buru-buru mematikan ponselnya.

Tutt.. Tutt.. Tutt..

Panggilan pun terputus. Mika yang sedang duduk di depan terasnya tampak mengernyitkan kedua alisnya.

"Bukannya besok pertunangan Zena dengan pemuda bernama Hamdan itu, kenapa si aligator juga mau tunangan besok? Apa untuk sekedar membalas sakit hatinya pada si Zena. Jadi dia ikut-ikutan mau tunangan juga." Mika tampak berpikir keras.

"Gue harus menghentikan pertunangan si gator. Gue tau kalau dia itu tipe orang yang nggak sabaran dan juga cepat menyesal ujungnya. Gue yakin kalau dia ngajak tunangan salah satu gadis di sana hanya untuk membalas dendam pada keluarga Zena. Gue yakin ada yang nggak beres juga. Pokoknya besok gue harus cepat datang ke sana sebelum terlambat." Kata Mika sambil bangkit dari duduknya kemudian masuk kamar meraih tas ranselnya lalu memasukkan beberapa baju dan keperluan lainnya.

***♡💞♡***

Pagi-pagi Mika sudah siap berangkat menyusul Aryan.

Dia bercermin sebentar meniupkan uap bibirnya kemudian merapikan rambutnya dengan itu.

"Tor, tunggulah gue di desa itu, gue akan menyelamatkanmu dari godaan para wanita penyihir yang sudah menyihir lo untuk bertunangan dengannya." Ucap Mika memicingkan kedua matanya.

Dia buru-buru berangkat naik mobil diantar sama sopir ibunya menuju ke terminal bus. Hatinya benar-benar tidak sabar ingin cepat sampai, dengan tergesa-gesa Mika naik bus tujuan Bandung.

Di dalam duduknya yang tampak gelisah itu dia terus berdoa. Semoga dia tidak akan terlambat menghentikan kebodohan Aryan.

Di rumah Pak Zainal, Zena dan semua tampak sibuk mempersiapkan semuanya.

"Aryan. Kamu mau tunangannya di mana?" tanya Fajar menghampiri Aryan yang dari tadi duduk termenung di depan masjid.

"Kalau bisa aku ingin di masjid ini disaksikan oleh para teman-teman santri dan santriwati, karena aku nggak punya saudara atau keluarga di sini." Jawab Aryan tampak berkaca-kaca dan berandai-andai kalau kedua orang tuanya hadir juga di sana.

"Ya udah, nanti aku bilang ke Wawa haji, bisa nggak pertunanganmu dilaksanakannya di masjid ini? Dan kamu perlu tau kalau kita di sini semua adalah saudara, jadi jangan sedih begitu ya." Ucap Fajar mencoba menghibur hati Aryan.

"Makasih Faj." Ucap Aryan singkat.

"Kalau begitu kamu siap-siap sana, aku akan membantu dulu di rumah Wawa haji." Ujar Fajar meninggalkan Aryan sendiri.

"Semoga ini adalah pilihanku yang tepat, dan aku tak akan menyesalinya. Ini lah doaku itu dan tak akan mundur apa pun yang terjadi." Ucap Aryan dalam hati mantap.

Ia melangkah menuju kamarnya untuk bersiap-siap.

Rohman teman sekamarnya sedang ada di dalam kamar juga.

"Selamat ya Yan. Kamu bertunangan juga. Jangan nyesel lo yah karena masa lajangmu akan cepat-cepat berakhir." Canda rohman.

"Ya makasih, doakan aja semua lancar." Jawab Aryan tersenyum, dia menjadi heran melihat Rohman sedang mengemasi barangnya.

"Kamu mau ke mana man?" tanya Aryan heran.

"Aku harus pulang kampung Yan, ibu sakit dan tidak ada yang mengurusnya di rumah, jadi aku terpaksa harus mengakhiri pesantrenan ini." Jawab Rohman tampak lesu karena masih betah di sana. Namun, keadaan memaksanya untuk keluar dari sana.

"Sabar ya, nomor satu adalah ibu. Ilmu masih bisa dicari di sana juga, tapi ibu mau kau cari di mana." Ucap Aryan mencoba menghibur Rohman.

"Sangat disayangkan kita berkumpul cuma dua hari dan di saat hari istimewamu, aku malah pergi. Maaf ya karena kepergianku tak bisa diundur lagi dan takut kemalaman di jalan nanti." Kata Rohman tidak enak sendiri.

"Nggak apa, aku minta doanya saja darimu, dan aku juga doakan semoga kamu juga lancar dan selamat sampai tujuan." Ucap Aryan menepuk sebelah pundak Rohman.

"Aku pasti doakan, jangan takut Allah selalu ada bersama hambanya, semoga cepat sembuh tanganmu juga." Ucap Rohman.

"Amiinn." Jawab Aryan.

"Aminnn." Lanjut Rohman.

Rohman memeluk Aryan dan Aryan juga menepuk-nepuk punggung Rohman.

Setelah Rohman melapor ke kantor untuk izin keluarnya. Ia pamit pada teman-teman para santri yang lainnya juga pada Aryan.

"Ada pertemuan pasti ada perpisahan. Aku senang dengan pertemuan, tetapi aku sangat benci kata perpisahan. Namun, di dalam kata perpisahan itu kita bisa merasakan, kalau orang yang meninggalkan kita memang kadang akan terasa sangat berarti untuk kita."

Aryan menatap kepergian teman sekamarnya itu. Jadi malam ini dia pasti akan tidur sendirian.

Beberapa jam kemudian hari hampir sore. Mika sampai di tanah kosong jalan setapak yang pertama kali ia turun dari ojek dengan Aryan waktu itu. Setelah membayar Ojek ia mulai melangkah.

"Kaga nyangka gue bakal kembali menginjak tanah ini lagi. Gue kira perjalanan Cinta si aligator bakal mulus semulus paha para artis, eh malah gerunjulan banyak rintangan kaya jalan tol rusak banyak Batu besarnya." Gerutu Mika berjalan melewati bawah pohon-pohon bambu. Dia mengoceh sendirian sepanjang jalan sebenarnya untuk mengusir rasa takutnya melalui tempat itu.

Bahkan saking ingin segera sampainya ia setengah berlari di jembatan bambu. Lalu menaiki tangga papan bukit itu.

Dengan tergesa-gesa dia berjalan menuju ke rumah Fajar dulu. Namun, tidak ada orang di sana. Seorang Bapak tua yang kebetulan lewat ke sana melihatnya berdiri di depan pintu.

"Jang (mas) tidak ada orang di dalam sana, barusan Bapak lihat nenek dan Fajar berjalan ke arah masjid." Ujar Bapak tua itu tersenyum ramah.

"Ke masjid? Oh kalau begitu terima kasih atas informasinya Pak, kalau begitu saya permisi dulu." Kata Mika melangkah pergi meninggalkan rumah Fajar.

Sesampainya di masjid, tampak banyak orang sedang berkumpul di sana.

Mika menghampiri salah satu santri di depan gerbang. "Psstt, permisi. Ada acara apa ya? Kok rame banget di sini? Apa baru selesai salat ashar?" tanya Mika celingak-celinguk mencari-cari Aryan.

"Oh, ini akan diadakan acara pertunangan santri baru, dia ingin semua santri dan santriwati menyaksikannya." Jawab pemuda itu.

"Santri baru?" Mika bertanya-tanya dalam hati.

"Maksudmu namanya aligator, eh maksudku Aryan bukan?" tanya Mika lagi.

"Iya sepertinya namanya memang itu." Jawab pemuda itu lagi kurang mengenal Aryan. Tapi dia tahu kalau Aryan salah satu santri baru di sana.

Mika membulatkan kedua matanya langsung melangkah memburu ke arah kerumunan di sana.

Baru saja Mika sampai di depan pintu masjid. "ARYAN JANGAN TUNANGAN DENGANNYA." Teriak Mika membuat semua orang terkejut.

Aryan yang sedang duduk berhadap-hadapan dengan seorang gadis ikut terkejut juga.

Mika semakin membulatkan kedua matanya melihat wanita di hadapan Aryan.

"ZENA?!"

"............."

                           ---♣♡💞♡♣---

°°°°______TBC______°°°°

















Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana Aryan jadi bertunangan dengan Zena. Dan kenapa tangannya sampai terluka.

Nantikan di chapter selanjutnya. Di flashback.








Ma'assalamah.. (*^o^*)

Revisi ulang* 11~07~2019

By* Rhanesya_grapes 🍇




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top