~12~ ♥※Melepaskan※♥
%%%_____DaT_____%%%
"Aku tidak akan menjatuhkan hatiku, kecuali kepada lelaki yang berani menjatuhkan genggamannya pada tangan ayahku dalam AKAD IJAB- SAH. Zena
**°_____________________________°**
Aryan dengan wajah berseri-seri bersiap untuk pulang ke rumah orang tuanya, ilmunya tentang Islam memang masih minim dan terbatas. Namun, dia yakin seiring dengan waktu ilmu dan imannya kepada Allah akan bertambah.
Dia keluar dari kamarnya mendekati Mika yang sedang sarapan.
"Mik,"
"Hmm." Jawab Mika melirik Aryan yang sudah rapi.
Aryan hanya nyengir kuda.
"Lo kenapa sih, otaknya kaya gesrek gitu? Pagi-pagi udah cengar-cengir kaya gitu." Tanya Mika heran sembari ikut nyengir.
"Nanti kalau gue ke kampung Zena, lo ikut lagi kan?" tanya Aryan berharap.
"Ogah gue, lo aja sendiri napa?"
"Tapi Mik, masa lo tega biarin gue sendiri ke sana. Gue kan perlu temen Mik, ayolah entar gue kabulin 3 eh 5 permintaan." Kata Aryan merayu.
"Kaga ah, gue males kalau ke sana. Udah jauh, mana jalannya juga wahh mengerikan." Jawab Mika membayangkan perjalanan waktu itu. "Lagian masa sih lo kaga berani sendiri? Gini aja deh. Lo pergi dulu sendiri nanti gue nyusul ke sana sama si Zahra, bentar lagi kan libur kuliah, gimana?" Mika mencoba memberi solusinya.
Aryan berpikir sejenak. "Ok deal ya, awas lo kalau bo'ong." Dia memicingkan kedua matanya pada Mika.
"Kapan gue bo'ong ama elo, gue itu orangnya jujur, bo'ong dikit nggak apa-apa kan kali-kali." Jawab Mika nyengir lebar.
"Yee, sama aja." Ucap Aryan meraih piring makanan yang ada di depan Mika, kemudian menyantap makanannya dengan mimik muka sebal.
Siangnya Aryan mengantarkan Mika ke rumahnya, setelah itu dia pulang ke mansions orang tuanya.
Ketika sampai, dia melihat Belvia sedang main ke sana.
"Nah tuh, Aryan sudah datang." Kata Nyonya Lynnel senang melihat kedatangan Aryan.
"Hy mom," Sapa Aryan mengecup kening ibunya, "Bel, kamu kho ada di sini siang-siang begini?" tanya Aryan heran menatap Belvia.
"Memangnya aku nggak boleh mengunjungi rumahmu siang-siang ya?" Belvia malah balik bertanya.
"Tapi..? Sudahlah terserah." Jawab Aryan malas berdebat. Tanpa mengucapkan kata-kata yang lain. Ia melangkah menuju tangga kamarnya.
"Loh Aryan, kamu belum cerita gimana kabar proyekmu itu?" tanya nyonya Lynnel penasaran. Namun, Aryan hanya mengangkat jempolnya ke udara sembari terus berjalan menaiki anak tangga.
"Anak itu selalu saja begitu." Gerutu nyonya Lynnel.
"Tidak apa-apa tante, mungkin dia cape sehabis perjalanan jauh." Ucap Belvia tersenyum melihat Aryan yang semakin menghilang dari pandangan.
Aryan masuk ke kamarnya sembari mengelap keringat dingin yang bercucuran di wajah dan pelipisnya, dia mencoba untuk selalu bersikap tenang serta biasa-biasa saja di depan ibunya dan Belvia. Padahal dari tadi dia gemetaran dan gugup karena dia kini beragama islam. Sebelum dia berhasil menjadi muslim yang taat dan menikahi Zena, dia akan terus mencoba menyembunyikannya dulu kabar masuknya ke dalam agama islam dari orang-orang terdekat termasuk kedua orang tuanya itu.
***♡💞♡***
Sore-nya Aryan pergi ke kafe biasa untuk berkumpul dengan Mika, Andre dan Bimo.
"Lama amat sih lo tor, kita udah nunggu dari tadi." Kata Mika sedikit kesal, Aryan yang ngajak ketemuan. Namun, dia pula yang terlambat.
"Emang ada apa sih, lo nyuruh kita kumpul di sini?" tanya Andre.
"Paling juga mau minta pendapat." Tebak Bimo sambil menyeruput kopi latte'nya.
Aryan menepuk punggung Bimo sambil berujar. "Lo emang yang terhebat Bim kalau masalah menebak."
"Uhukkk.. uhukk..!" Bimo sampai tersedak kopi yang baru saja diteguknya. Ia terbatuk-batuk dan minumnya hampir muncrat keluar semua dari mulutnya. "Sialan lo." Ucapnya tersenyum sambil mengelap bibir dan bajunya dengan tissue.
"Sorry.. Sorry." Ucap Aryan tertawa.
"Ke intinya aja deh tor, gue ngantuk ni." Kata Mika menguap terus dari tadi.
"Hmm, gini ya. Gimana caranya menyembunyikan status islam gue sampai tiba saatnya nanti dari orang-orang terutama dari orang tua gue, intinya gue harus gimana?" tanya Aryan meminta pendapat teman-temannya itu.
Mereka bertiga tampak berpikir keras. Memang susah sih menyembunyikan sesuatu dari kedua orang tuanya, apalagi tinggal serumah dan masalah tersulitnya adalah agama yang paling utama bagi keluarga besar Rhakshan.
"Bunuh diri," jawab Mika.
"Gantung diri," Andre.
"Mati," Bimo.
Jawab mereka hampir berbarengan.
"Berengsek kalian, masa nyuruh gue mati. SADISS." Ucap Aryan mengerucutkan bibirnya.
Mika malah menakutinya. "Abisnya susah sih. Mau sampai kapan coba lo menyembunyikannya. Lo kan perlu salat, puasa juga, nanti orang tua lo pasti curiga, alasan apalagi lo nanti kalau Ramadhan selama sebulan berpuasa, terus mau ngilang ke mana?"
"Jadi bakalan susah ya?" ucap Aryan tampak lemas dan putus asa. "Terus kalau nanti gue ketahuan sama ortu gue, menurut kalian gue bakal diapain sama mereka?" ia tak bisa membayangkannya.
"Disalib," Bimo.
"Dikucilin," Andre.
"Diusir." Mika.
Mereka seperti tadi selalu kompakan.
"Kayanya kalau diusir pasti iya, gggrrrrrr benar-benar memusingkan." Ujar Aryan mengacak-acak rambutnya bingung dan hampir frustrasi.
"Tenang, lo minta petunjuk aja sama yang di atas dengan salat tahajud dan istikharah, Insya Allah nanti lo bakalan dapat petunjuk." Kata Andre menepuk bahu Aryan.
Aryan tak bisa bertanya atau menjawab lagi. Ia kini hanya bisa diam dan pasrah. Memang benar apa kata Ustadz Abdul. Asal niat kita benar dan berada di jalan yang lurus. Hadapi sekuat dan semampu kita untuk semua cobaan yang menimpa. Sebagiannya, biar Allah yang mengaturnya.
***♡💞♡***
Malamnya Aryan pulang. Dia langsung disuruh ayah dan ibunya menghadap keduanya di ruang keluarga.
"Bagaimana keadaan dan kabar proyekmu itu Aryan?" tanya Tuan Nayef menatap tajam padanya dan tatapan itu baru pertama kali Aryan melihatnya.
"I.. Itu lancar Dad, nanti kalau sudah selesai dan deal semuanya, aku kasih tahu lagi Daddy, sekarang aku benar-benar ngantuk, nanti sambung lagi." Jawab Aryan mencoba menghindar dengan buru-buru pergi ke kamarnya.
"Tapi Aryan-" kalimat nyonya Lynnel dipotong oleh suaminya.
"Sudahkah sayang, biarkan saja dia dulu, nanti juga kalau sudah selesai urusannya bakalan cerita sama kita." Kata Tuan Nayef selalu percaya pada anaknya itu.
Nyonya Lynnel merasa ada yang berubah dengan Aryan. Dia selalu tahu jika Aryan berkata jujur atau sedang berbohong. Dari sikapnya itu, dia sudah bisa menerka. Ada sesuatu yang anaknya itu sembunyikan dari mereka.
Aryan sampai di kamarnya dengan jantung yang masih berdetak sangat kencang, melirik ke patung Yesus. Dia melangkah mendekati patung itu, sejenak ditatapnya dalam.
"Maafkan aku ya yesus kristus, sekarang aku sadar kalau kau hanya dibuat oleh tangan manusia, kau hanya Nabi-nya, tidak bisa menolong atau mengabulkan doa, jadi mulai sekarang aku tidak akan menyembahmu lagi." Ucapnya sembari melepaskan patung itu dari paku dinding kemudian memasukkannya ke dalam laci meja tempat komputernya.
Direbahkannya tubuhnya di atas kasur. Menatap langit-langit kamarnya sembari menghela napasnya kasar.
***♡💞♡***
Di pesantren AL-HIDAYAH. Zena sedang melaksanakan salat malam di dalam kamarnya.
Setelah selesai, dia duduk di atas ranjang meraih kotak merah beludru yang diberikan Aryan. Dibuka dan dibolak-balik sebuah cincin permata yang sangat Indah.
"Maksudnya apa? Apa benar dia sungguh-sungguh mencintai dan mau melamarku? Kenapa jantungku selalu berdebar jika mengingatnya? Namun sepertinya mustahil, sampai saat ini dia tidak kembali lagi dan mungkin dia memang tak berniat masuk ke dalam agama islam." Zena bertanya-tanya sendiri dalam hati.
Dia belum menerima kabar kalau Aryan sudah masuk islam. Aryan memohon kepada Zahra agar merahasiakannya dahulu biar menjadi kejutan nanti untuk Zena.
***♡💞♡***
Siangnya seperti biasa Aryan mengajak Mika ke apartement syekh Abdul, ternyata mereka telah pulang ke Saudy Arabia dadakkan tadi malam, karena ada urusan yang harus mereka urus di Mekkah di Masjidil Haram.
Aryan menghela napasnya lirih, baru saja belajar sudah ditinggal begitu saja oleh syekh Abdul dan juga ustadz Abdullah.
Mika menepuk sebelah pundak Aryan. "Jangan lemas seperti itu, semangat dong. Sekarang lo ikut gue ke masjid Agung, di sana juga banyak yang belajar ngaji sama salat." Ujarnya selalu memberi dukungan dan masukkan kepada Aryan, berharap perjuangan dan juga keinginan Aryan tak sia-sia atau membuatnya putus asa.
Aryan hanya mengangguk, menuruti apa yang di usulkan Mika.
Mereka berdua pergi dari gedung apartemen tersebut menuju Masjid Agung di daerah Jakarta. Sesampainya di sana mereka langsung masuk, ini pertama kalinya Aryan melangkah memasuki sebuah Masjid. Aryan mendongak menatap langit-langit masjid yang sangat Indah. Di dalam masjid, hampir seluruh dinding berukiran ayat-ayat Al-qur'an yang membuatnya kagum dan takjub.
Hatinya yang panas dan bingung seketika hilang menjadi tenang dan dingin kembali, Adzan zuhur dikumandangkan membuat hatinya bertambah sejuk.
Aryan duduk di barisan saf kedua. Setelah mendengar ikamah, dia ikut berdiri melaksanakan salat zuhur berjamaah, meski masih ada barisan-barisan doa yang dia lupa sedikit.
Setelah selesai salat. Dia dan Mika mendekati seorang Ustadz masjid yang sedang duduk berzikir.
"Assalamualaikum wr. wb Pak haji." Sapa mereka berdua hampir bersamaan.
"Wa'alaikumsalam wr.wb." Jawab Pak haji tersenyum ramah menyuruh mereka duduk di hadapannya. Setelah mereka duduk, Pak haji yang bernama Haji Saleh itu memandang mereka sayu.
Aryan berbicara dengan nada sesopan mungkin dan juga bercampur ragu-ragu. "Maaf Pak haji sudah mengganggu, ada sesuatu yang mau saya tanyakan tentang islam. Jadi, boleh saya menanyakannya pada Bapak?"
Pak Haji Saleh tersenyum. Itu adalah tugasnya, maka dari itu beliau tak merasa keberatan malah senang. "Allah sangat sayang kepada orang yang mau berbagi ilmu. Gunung Malaikat dan hewan semua berdoa serta berzikir untuk mendoakan orang-orang yang mau membagi ilmunya, jadi tanyakanlah apa yang hendak kau tanyakan anak muda."
Sebelum berbicara, Aryan menelan dulu salivanya. Takut salah bicara. "Sebenarnya saya baru saja masuk ke dalam agama islam, sementara saya belum berani memberitahukannya kepada kedua orang tua saya, apakah saya akan berdosa?" tanyanya ragu dan sangat hati-hati.
"Kamu tidak berdosa, banyak ketika zaman para Nabi dahulu. Ada di antara umatnya yang menyembunyikan dan tenang dalam ibadahnya hanya untuk melindungi sesuatu, mereka berada di dalam sekumpulan umat yang kafir tapi mereka tetap beriman meski di dalam hati untuk melindungi agama dan keimanannya,"
"Bahkan istri Fir'aun pun (Siti Aisyiyah) menyembunyikan keimanannya terhadap suaminya yang kafir dan mengurus Nabi Musa dari kecil sampai besar dalam keimanannya." Jawab Pak haji Saleh.
"Jadi saya tidak berdosa Pak haji jika menyembunyikannya sampai saatnya nanti mereka tahu dan bisa menerima agama saya?" tanya Aryan meyakinkan diri sendiri.
"Insya Allah jika Allah berkehendak, maka urusan agamamu akan lancar asalkan dengan niat yang ikhlas." Jawab Pak haji Saleh masih dengan senyuman.
"Apa sebaiknya saya jujur saja Pak haji pada kedua orang tua saya?" tanya Aryan lagi.
"Kejujuran adalah kunci utama dalam kehidupan, ingatlah nak, sekali kita berbohong. Kita harus menyiapkan seribu kebohongan lainnya untuk menutupi satu kebohongan kecil pertama, namun ketika kita jujur, kita tidak harus menyiapkan kejujuran lainnya untuk menutupi satu kejujuran tadi." Jawab Pak haji. Sebenarnya beliau berkata begitu untuk memberitahukan bahwa masalah itu kembali kepada Aryan sendiri karena kunci jawabannya ada pada dirinya.
Dengan beberapa tanya jawab yang membuat Aryan semakin mantap. Mereka pun mengakhiri-nya karena waktunya salat Ashar.
Aryan dan Mika baru saja keluar dari masjid dan mengaktifkan ponsel mereka, dilihatnya banyak pesan masuk dan panggilan yang tak terjawab dari Zahra, termasuk ponsel Mika juga.
Mereka Buru-buru membuka dan membacanya.
"Zahra mengajak kita ketemuan Mik, ada apa ya?" tanya Aryan aneh, entah kenapa perasaannya tiba-tiba saja menjadi tidak enak.
"Sebaiknya kita langsung ke sana, tidak biasanya Zahra begitu ingin bertemunya sama kita sampai nggak bisa di katakan lewat pesan." Jawab Mika merasa aneh juga.
Tanpa berpikir panjang mereka berdua langsung menuju ke kafe tempat biasa mereka nongkrong di mana Zahra saat itu menunggu keduanya di sana.
Sungguh Aryan tidak menyadari kalau ada yang sedang mengikuti terus mereka dari tadi.
Sesampainya di kafe mereka melihat Zahra duduk di meja, Aryan dan Mika buru-buru menghampirinya.
Setelah mereka duduk. "Ada apa Ra, kok kamu suruh kami cepat-cepat ke sini?" tanya Mika cemas.
"Pasti ada berita buruk ya?" tanya Aryan sudah bisa menebak dari raut wajah Zahra.
"Zena bang," ucapan Zahra terlihat berat seakan tak tega untuk mengatakannya.
"Zena kenapa? Apa dia kecelakaan? Atau dia sakit atau-"
"Dia katanya akan dijodohkan dengan anak Pak Kades di kampung." Jawab Zahra memotong perkataan Aryan.
"Ma.. Maksudmu di.. di jodohin sama siapa?" kalimat Aryan menjadi terbata-bata.
"Wawa menjodohkannya dengan anak Pak Kades, aku belum tau alasannya kenapa, tapi sepertinya Wawa terpaksa menjodohkan-nya dengan pemuda itu." Ujar Zahra terlihat sedih.
"Nggak, itu mustahil. Kalau terpaksa kenapa Wawa mu itu tega menjodohkannya. Pokoknya aku harus segera ke sana." Ucap Aryan tak bisa membiarkan perjodohan itu.
Aryan langsung bangkit berdiri.
"Lo mau ke mana?" tanya Mika ikut bangkit.
"Gue harus ke sana hari ini juga sebelum terlambat." Jawab Aryan melangkah meninggalkan Mika dan Zahra.
"Bang Aryan!" panggil Zahra, namun tidak dihiraukan olehnya, "bang Mika tolong cegah dulu, kalau bang Yan berangkat sekarang dia pasti akan kemalaman sampainya, terus kan nggak ada angkot ke kampung Zena-nya." Ujar Zahra tampak khawatir.
"Benar juga katamu Ra, kalau begitu abang pergi dulu ya nyusul dia sebelum telanjur berangkat." Ucap Mika langsung meninggalkan Zahra juga.
Aryan dengan kecepatan penuh pulang ke mansions-nya. Dia langsung mengerem mendadak membuat para Security dan bodyguard kaget dibuatnya. Ketika Aryan turun mereka langsung menunduk hormat.
Aryan tak menghiraukan mereka, dia langsung saja masuk. Begitu masuk dia diadang oleh kedua orang tuanya.
"Aryan, kami perlu bicara." Kata nyonya Lynnel terlihat serius.
"Nanti saja Mom, aku ada urusan penting saat ini." Jawab Aryan menghindari Ibunya meneruskan langkahnya menaiki anak tangga.
"Urusan penting apa?" tanya Tuan Nayef dengan nada tegas dan tinggi.
"Nanti aku ceri-"
"Urusan kamu masuk agama islam." Potong Tuan Nayef membuat Aryan menghentikan langkahnya.
Aryan kembali lagi ke belakang menatap Tuan Nayef dan nyonya Lynnel.
"Dari mana kalian tahu?" tanya Aryan heran.
"Dari pertama melihat kelakuan anehmu itu kami sudah mulai curiga, ternyata benar kalau kamu memang sudah tidak beres otaknya." Jawab Tuan Nayef melotot padanya, ternyata akhir-akhir ini dia menyuruh anak buah yang lain untuk mengikuti Aryan.
"Iya, Mommy juga melihat patung yesus di kamarmu kamu masukan ke dalam laci lemari. Bukankah seumur hidupmu itu tidak pernah ketinggalan kalung dan patung Tuhan kita!" bentak nyonya Lynnel tampak kesal. Kenapa anaknya itu sampai masuk agama yang menjadi agama terlarang bagi mereka.
"Memangnya kenapa dengan hal itu, ya aku mengakui kalau aku sudah resmi menjadi umat muslim, agama yang seharusnya kita peluk dari dulu." Jawaban Aryan tampak yakin dan mantap.
"Pokoknya kami tidak setuju kamu masuk agama islam, kamu harus menjadi kristen kembali atau ...?" kalimat nyonya Lynnel terhenti menatap manik mata anaknya.
"Atau apa? Atau Aryan akan diusir dari sini?" tanya Aryan malah menantang.
"Ya, kalau kamu tidak menurut, kau akan kami usir-" kini kalimat Tuan Nayef yang dipotong Aryan.
"Tidak usah, aku bisa keluar sendiri dari rumah kalian ini." Jawab Aryan langsung melangkah meninggalkan mereka.
"Anak itu kini sudah berani menentang dan melawan pada kita. Siapa yang mengajari dan menyuruhnya masuk ke dalam agama itu? Benar-benar telah menjadi anak yang kurang ajar." Ucap Tuan Nayef kesal dan marah.
"Tapi, honey. Anak kita akan keluar meninggalkan kita, kita harus mencegahnya." Bujuk nyonya Lynnel mulai khawatir.
"Tidak! Sebelum dia masuk agama kristen kembali, terserah dia mau keluar mau ke mana juga aku sudah tidak peduli!" Jawab tuan Nayef benar-benar marah.
"Mommy jangan khawatir, mau ke mana dia pergi dan sampai kapan dia akan bertahan di luar sana, dia pasti akan kembali ke rumah ini dan akan masuk agama kristen lagi." Lanjut tuan Nayef yakin. Dia langsung melangkah ke kamarnya dalam keadaan murka.
Aryan memasukkan beberapa pakaian dan keperluannya ke dalam ranselnya. Setelah itu ia langsung melangkah meninggalkan kamarnya tanpa menoleh lagi ke belakang.
"Aryan!" panggil nyonya Lynnel mengadang Aryan mencoba menghentikan langkahnya dengan memegang erat tangan Aryan.
"Sayang, menurut saja sama Daddymu ya, kamu akan ke mana? Hari sebentar lagi akan gelap dan-"
"Tidak Mom, aku akan mengikuti langkah kakiku dan apa kata hatiku. Selama Daddy dan Mommy tidak mau menerima aku beragama islam, selama itu aku tidak akan kembali ke rumah ini." Jawab Aryan final, tegas dan pastinya sudah pasrah, ia sudah membulatkan tekadnya untuk meninggalkan rumah beserta kedua orang tuanya.
Aryan tidak peduli jika harus melepaskan status anak bilioner dan juga melepaskan Harta kekayaan kedua orang tuanya itu.
"Tapi Aryan Daddymu bisa-"
"Memblokir semua ATM aku begitu? Jangan khawatir aku tidak akan menggunakan sepeserpun uang Daddy dan mobilnya, Allah pasti akan memberi rezeki pada hambanya selama hambanya selalu taat pada aturan dan perintahnya." Jawab Aryan sambil perlahan melepaskan pegangan tangan ibunya dan langsung bergegas menuju pintu keluar.
"ARYAN!!" teriak nyonya Lynnel menangis, dia berlari menyusul ke depan. Namun, Aryan terus melangkah tanpa sedikitpun menoleh pada ibunya yang terus menangisi kepergiannya.
Semua security dan juga bodyguard mencoba mengadangnya, ketika Aryan membulatkan kedua matanya memelototi semua, mereka langsung menunduk tak berani menahannya.
Aryan berjalan ke pinggir jalan berniat mencari taksi. Untuk saat itu dia benar-benar kacau balau, bingung dan tidak sabar ingin segera sampai di Bandung di rumah Zena. Dia tak mau menunggu di depan mansiont-nya, melangkah menjauh dari jalan tersebut.
Tiiddd!! Terdengar suara Klakson mobil dari belakangnya.
Aryan tidak memedulikannya dan terus saja berjalan menuju halte bus.
Tiddddiddd!! Suara klakson mobil kedua kalinya.
Kali ini mobil itu berhenti tepat di dekatnya.
"Woyy, aligator," ternyata itu Mika membawa mobilnya berniat menghentikan Aryan agar tidak berangkat hari itu. "Ayo cepat naik. Udah azan magrib, kita ke masjid dulu," ajaknya.
Aryan berhenti melangkah, lalu menoleh menatap Mika yang masih di dalam mobil. "Tapi gue mau langsung ke terminal Mik," jawab Aryan masih berdiri di tempat.
"Makanya masuk dulu." Seru Mika lagi.
Aryan terpaksa menurut, dia masuk ke dalam mobil duduk di kursi depan di samping Mika.
---♣♡💞♡♣---
°°°°_____TBC_____°°°°
Ma'assalamah.. 。^‿^。
Revisi ulang* 11~07~2019
By*~Rhanesya_grapes 🍇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top