~10~ ♥※Lahir Kembali※♥

%%%____DaT____%%%

NABI MUHAMMAD SAW BERSABDA :

"Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuh umat manusia dan tidak pula menilai ketampanan wajahnya, tetapi Allah melihat (menilai) keiklasan hati hambanya." (HR. MUSLIM)

*°°_________________________°°*

Setelah semalaman Aryan tidak bisa tidur, pagi itu hatinya tampak sudah mantap atas keputusan serta pilihan terakhirnya. Seolah semalam sebuah cahaya menyinari dan menyejukkan hatinya, sehingga dia tidak akan salah dalam melangkah lagi.

Dia memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam tas ranselnya. Kemudian setelah mandi dan bersiap-siap. Di saat melangkahkan kakinya, sungguh terasa sangat ringan menuju dapur.

"Morning Mom," sapanya dengan senyuman khasnya sembari mencium pipi ibunya, "akh, lapar sekali ni Mom." Ia langsung duduk di kursi.

"Kalau begitu sarapan yang banyak, biar Mommy siapkan makanan kesukaanmu, sandwich isi daging asap (daging babi)." Kata Nyonya Lynnel menyangka kalau Aryan ceria karena semalam Belvia datang ke rumah.

"JANGAN!" seru Aryan mendengar daging asap yang hendak dibuatkan oleh nyonya Lynnel sampai penolakannya itu mengagetkan ibunya. "A.. Aryan, hari ini sedang tidak mau makan makanan itu Mom, sandwich telur dadar sama selada aja, bikinan Mommy yang paling enak." Rayunya membuat ibunya tersenyum langsung mengganti menu sarapannya.

Sebenarnya dia akan berhenti memakan makanan itu, mendengar dari syekh Abdul kalau daging babi adalah makanan yang diharamkan oleh islam.

Nyonya Lynnel melirik tas Aryan yang tergeletak di atas kursi sebelahnya. "Kamu akan berangkat lagi hari ini?"

"Kan kemarin aku sudah jelasin Mom, kalau pemilik dari tanah proyek itu kembali, maka aku dan Mika akan ke sana lagi mengontrolnya hari ini." Jawab Aryan santai sambil memakan sarapannya.

"Baiklah, harus semangat. Terus nanti di sana jangan telat makan, AWAS. Kalau sampai sakit Mommy susul kamu ke sana dan akan Mommy paksa untuk pulang." Ancam nyonya Lynnel khawatir.

"Yee, Mommy. Belum apa-apa, khawatirnya seperti induk ayam yang kehilangan anaknya (kebalikan dari anak ayam kehilangan induknya)." Ujar Aryan terkekeh geli.

Nyonya Lynnel hanya menggelengkan kepalanya sembari tersenyum.

"Oh, Daddy ke mana? Kok nggak sarapan bareng sama kita?" tanya Aryan melihat sekeliling tidak ada ayahnya yang biasanya kalau tidak di meja makan, dia baca koran di ruang keluarga.

"Daddy mu tadi pagi-pagi buta ada urusan mendadak, jadi dia sudah berangkat ke kantor." Jawab nyonya Lynnel menatap anaknya yang lahap memakan sarapannya.

Setelah meneguk segelas susu. "Akh, kenyangnya. Thanks Mom atas sarapannya." Ucap Aryan, bangkit dari kursi mendekati ibunya kemudian mengecup hangat kening ibunya.

"Apapun yang terjadi, Mommy adalah my best Mommy, love u Mom." Ucap Aryan membuat nyonya Lynnel terheran-heran kenapa anaknya itu mengucapkan kata-kata seolah ucapan perpisahan.

"Kamu ini ngomong apa sih, sudah akh geli Mommy dibuat seperti ini sama kamu." Kata nyonya Lynnel terkekeh geli.

"Kalau begitu, Aryan pergi dulu ya Mom, jaga diri Mommy baik-baik." Ucap Aryan lagi sembari membalikkan tubuhnya,  meraih ransel lalu mulai melangkah meninggalkan nyonya Lynnel yang terbengong sendiri.

Nyonya Lynnel mengernyitkan keningnya aneh. "Kenapa anak itu menjadi aneh begitu? Apa dia sedang ingin manja-manjaan dengan aku ibunya? Akh yang pasti aku tidak menyangka akan segera dapat cucu darinya." Ucapnya dalam hati girang menyangka kalau Aryan telah melabuhkan hatinya hanya pada Belvia.

Aryan membawa mobil Merci-nya menuju ke rumah Mika. Seperti biasa dia memencet bel disambut oleh nyonya Nazila. Setelah menyapa ibunya Mika dan dipersilakan masuk. Dengan langkah tergesa-gesa Aryan memasuki kamar Mika.

"Mik."

Ketika Aryan masuk ke dalam kamar. Dilihatnya Mika masih menguap dan menggeliat di atas kasurnya.

"Hoammss, lo ngapain pagi-pagi kemari? Apa mau mengajak gue ke rumah syekh Abdul lagi." Tebak Mika menggaruk-garuk kepalanya menambah acak-acakan rambutnya itu.

"Gue udah berpikir beribu kali dan saat ini gue udah yakin atas keputusan gue itu." Jawab Aryan tersenyum mantap.

"Ckk," Mika hanya berdecak, "lo kalau ngomong pagi kaga kepake nanti sore." Ujarnya tahu sifat Aryan.

"Tapi kali ini gue nggak akan berubah pikiran lagi," jawab Aryan. "Udah buruan lo mandi, jangan lama ya." Ia tampak sudah tak sabar.

Mika beranjak dari atas kasur. Melangkah ke kamar mandi sambil menggerutu, "tuh anak udah geser kali otaknya." Ucapnya pelan sambil tersenyum.

***♡💞♡***

"Tor, lo yakin bakal ngelakuin hal ini?" tanya Mika pelan tampak khawatir melihat keringat dingin Aryan yang bercucuran dari tadi.

"Nanti bakalan sakit banget kaga ya?" Aryan malah balik bertanya dengan nada pelan juga.

"Mungkin nggak lah, kaya digigit semut kali," jawab Mika mencoba menenangkan sahabatnya itu.

"Emang lo pikir gue mau disuntik apa," kata Aryan malah semakin tegang. "Mik, lo kan pernah ngalaminnya, gimana sih rasanya?" tanyanya lagi sembari menatap dalam wajah Mika dengan tatapan serius.

"Gue kan waktu itu baru 6 tahun ngelakuinnya, ya gimana gue tau sakit apa kaganya." Jawab Mika malah membuat Aryan semakin gemetaran.

Sebenarnya apa sih yang mereka bicarakan dari tadi? Sampai bisik-bisik segala. Yang mereka bicarakan adalah bersunat. Mereka kini duduk di kursi tunggu di sebuah ruangan Dr. Wijaya ahli bedah dan lainnya di sebuah rumah sakit SANTODIAGO (rumah sakit orang kristen) terbesar milik ayahnya Aryan.

Sejenak Aryan berpikir, "Mik, lebih baik kita pergi dari sini dan membatalkannya." Ajaknya langsung bangkit dari tempat duduknya.

"Memangnya kenapa? Lo berubah pikiran kaga jadi masuk islam." Tanya Mika heran dan sedikit kaget.

"Ayo buruan pergi, nanti gue jelasin di mobil." Ajak Aryan tergesa-gesa meninggalkan rumah sakit ayahnya itu.

Tidak berapa lama setelah mereka pergi, suster khusus ruangan DR. Wijaya keluar memanggil nama Aryan.

"Tuan muda Aryan Mirza," panggil suster itu. "Loh ke mana anaknya pemilik rumah sakit ini?" ia bertanya-tanya sendiri, ke mana mereka perginya. Setelah menanyakan kepada suster lain, ternyata mereka sudah hang out dari rumah sakit itu, dia langsung laporan kepada DR. Wijaya.

Aryan langsung cabut dari rumah sakit tersebut. Kemudian berhenti di tempat parkir depan sebuah Cafe. Di dalam mobil Aryan tampak murung.

"Lo kenapa kaga jadi sih, tadi pagi semangat membara kaya yang mau perang melawan Belanda, lah sekarang nyali lo menciut kaya pahlawan harus melawan banci kaleng." Canda Mika namun masih dengan perasaan herannya.

Aryan melirik menatap Mika tajam membuat Mika mengedipkan matanya ketakutan, takut Aryan marah karena ocehannya barusan.

"Mik,"

"Ii.. iya," jawab Mika terbata-bata.

"Lo tau alamat orang yang sering nyunatin nggak?" tanya Aryan dengan tatapan serius.

"Orang nyunatin? Maksud lo bengkong," jawab Mika merasa lega Aryan tidak marah padanya.

"Ya sejenis itu lah, lo tau kan?"

"Taulah. Terus kenapa lo tadi nggak di rumah sakit aja sih?" tanya Mika masih penasaran.

"Lo tau itu kan rumah sakit bokap gue, kalau DR. Wijaya laporan ke orang tua gue kalau gue disunat, bisa diusir tanpa persiapan gue," jelas Aryan akhirnya membuka mulutnya,  mengeluarkan alasan kenapa dia tidak jadi disunat di rumah sakit.

"Bener juga kata lo, tumben otak lo encer sedikit, pasti karena sebuah pukulan keras atas nama Cinta," goda Mika tersenyum menatap keseriusan Aryan dari tadi.

"Ya udah buruan, mana alamatnya?" tanya Aryan lagi.

"Iya.. iya.. siap bos. Sekarang lajukan lagi mobilnya ke arah kanan, nanti gue kasih tau jalan-jalannya. Itu juga kalau gue kaga lupa." Mika tampak mengingat-ingat alamat seorang bengkong yang dikenal ayahnya.

"Lo serius masih ingat? Nanti kita kesasar lagi. Coba lo ingat-ingat lagi di sini sekarang. Biar nanti kaga ribet muter-muter jalan." Ujar Aryan tidak langsung melajukan lagi mobilnya.

"Lo tenang aja napa. Kalau sambil melaju kan gue bakalan ingat jalannya. Kalau diam terus di sini mana gue ingat." Protes Mika.

"Iya.. iya bos, saya siap mengantarkan Anda ke mana saja Anda mau, ke tengah laut juga saya ikhlas nganterin Anda," jawab Aryan langsung menghidupkan kembali mobilnya.

Mika sempat terharu mendengar kata-kata Aryan yang siap mengantarkannya ke mana saja. Ketika dia hendak berterima kasih.

Aryan melanjutkan ucapannya tadi. "Buat gue cemplungin lo jadi santapan para hiu."

"Sompret lo. Gue kira karena kita best friend. Taunya lo mau numbalin gue buat para ikan." Dengus Mika membuat Aryan menyunggingkan senyumnya.

Mika menyuruh Aryan melaju menuju ke pinggiran kota. Sering kali Mika salah memberi petunjuk jalan pada Aryan sehingga memaksanya untuk berputar arah kembali.

Aryan sudah terlihat kelelahan muter-muter jalan terus. "Lo sebenarnya masih ingat kaga sih? Perasaan muterin jalan ini udah lima kali."

"Gue ingat," jawab Mika fokus melihat jalan dan gang-gang yang dilalui. "Serius, jalan aja terus. Nanti di depan ada pos satpam dan pangkalan ojek."

Aryan menurut saja. Benar saja di sana ada pos satpam dan tak jauh dari pos ada pangkalan ojek.

Aryan melajukan mobilnya pelan agar tak terlewat.

"STOP!" seru Mika membuat Aryan mengerem mendadak tepat di depan pos satpam tersebut.

"Udah nyampe?" tanya Aryan mengedarkan pandangannya mencari plang nama seorang bengkong.

"Belum," jawab Mika sambil menurunkan kaca jendela mobil.

"Terus?" Aryan merasa heran, kalau belum sampai kenapa Mika menyuruhnya berhenti.

Mika sedikit menyembulkan kepalanya keluar jendela. "Permisi, maaf ganggu Pak. Boleh nanya, kalau rumah Pak Aji seorang bengkong itu di mana ya?"

Aryan menepuk wajahnya sendiri lalu mengusapnya frustrasi. Dikiranya sudah sampai, malah bertanya lagi pada satpam di sana. Ternyata dari tadi Mika mencari-cari tempat untuk bertanya dan dia sebenarnya memang lupa lagi.

"Oh, sudah terlewat den. Rumah Pak Aji bengkong berada di tikungan sana, rumah nomor dua dari arah kiri tepat dekat sebuah toko mainan." Jawab Satpam itu ramah.

Aryan memutar matanya jengah. Bukankah dari tadi mereka sudah melewati toko mainan itu tiga kali dan karena berbelok arah, akhirnya mereka menemukan pos satpam itu.

"Kalau begitu, terima kasih Pak." Ucap Mika senang akhirnya ketemu juga rumah bengkong yang mereka cari.

Lain hal-nya dengan Aryan. Ingin rasanya dia telan hidup-hidup pemuda yang berada di sampingnya itu. Ia melajukan kembali mobil menuju ke rumah seorang bengkong yang pernah di datangi oleh Mika jaman dia disunat.

Mobil berhenti di depan halaman sebuah rumah sederhana namun tertata rapi.

"Lo yakin rumahnya ini?" tanya Aryan menatap sekeliling rumah itu dari dalam mobil.

"Benar, kalau kaga salah ini rumahnya. Kalau kaga mau kita bisa ke rumah sakit lain gimana?" usul Mika.

"Jangan, udah di sini aja, soalnya kalau kita ke rumah sakit, mereka pasti akan tau gue anak siapa dan pastinya akan di laporkan juga ke bokap gue nantinya." Tolak Aryan tidak berani mengambil resiko kalau pergi ke rumah sakit.

"Ya udah, buruan turun." Kata Mika membuka pintu lalu turun duluan. Dia melangkah menapaki jalan setapak di tengah halaman diikuti oleh Aryan.

Setelah di depan pintu, Mika memencet bel.

Ting.. Tong..!!

"Apa orangnya ada di dalam? Itu kan lo waktu disunat udah lama banget Mik." Tanya Aryan masih melihat sekeliling rumah itu yang terlihat sepi. Sebuah bangunan kuno tapi terlihat mewah dan antik.

"Gue yakin kal-" kalimat Mika terhenti karena pintu sudah terbuka dari dalam.

Muncul seorang pria masih muda. "Maaf kalian mencari siapa ya?"

"Ka.. Kami mencari Pak bengkong- maksud saya Pak Aji, apa benar ini rumahnya?" tanya Mika tersenyum.

"Oh iya benar, silahkan masuk." Jawab pemuda itu ramah mempersilakan keduanya masuk.

"Ayo buruan," ajak Mika pelan pada Aryan yang hanya diam saja dari tadi.

Mereka masuk mengikuti pemuda itu menuju ruang tamu.

"Kalian duduklah dulu sebentar, biar saya panggilkan ayah." Kata pemuda itu berjalan ke belakang rumah.

"Mik, gue kaga bakal dimutilasi kan di sini?" tanya Aryan sedikit gemetaran.

"Akh, lo. Body macho aja nyalinya kalah sama anak kecil, mereka semangat kalau mau disunat." Jawab Mika mencoba menghibur dan memberi semangat.

Sebelum Aryan bertanya lagi. Datang pemuda tadi dengan seorang pria terbilang cukup tua tetapi masih terlihat segar. Di tangan Bapak tua itu sebuah golok besar.

Sang pemuda tersenyum. "Tunggu ya. Ayah mau mencuci tangannya dulu." Ujarnya melihat ayahnya masuk ke dapur.

Aryan berbisik-bisik pada Mika. "Mik, apa punya gue bakalan dipotong pakai golok itu?"

Mika yang jail, malah sengaja menggodanya. "Punya lo kan udah besar, alot, jadi harus pakai golok biar ...," Dia memperagakannya dengan tangan kanan yang mebebas tangan kirinya sekali tebas.

Takk!!

Aryan menjadi kaget. Glekk! Dia menelan salivanya berat. Jika benar apa yang dikatakan oleh Mika, itu berarti dia harus merelakan si otong-nya di ...?

Belum selesai Aryan membayangkannya. Pak Aji datang dari dapur bersama anaknya sang pemuda tadi.

"Kalian mencari saya?" tanya Bapak tua itu sambil duduk di sofa satunya di dekat Mika.

"Apa Bapak bengkong yang dulu nyunatin saya?" Mika malah balik bertanya.

Pak Aji mengerutkan keningnya tampak berpikir. "Maaf  lupa nak, soalnya mungkin ratusan atau bahkan ribuan anak kecil yang Bapak sunatin itu." Jelasnya dan memang sudah lupa karena itu zaman Mika masih 6 tahun.

Mika hanya nyengir. Benar juga, mana ingat Pak bengkong itu padanya yang dulu baru berusia 6 thn. Pastinya ratus ribuan yang disunat oleh beliau.

Pak Aji tersenyum. "Kalau begitu, ada apa kalian berdua mencari Bapak?"

"Yang pasti mereka datang ke sini mau nyunatin anak-anaknya lah, ayah." Canda anaknya.

"SAYA!" seru Aryan mengagetkan mereka. "Saya yang mau disunat, Pak." Ujarnya dengan lantang. Namun, kembali menunduk malu.

Mereka jadi terkekeh geli.

"Ternyata Anda suka bercanda juga." Kata anak Pak Aji menatap dengan senyuman pada Aryan.

"Dia serius Pak." Jawab Mika mulai menjelaskan alasan kenapa mereka datang ke sana.

"Sebenarnya sudah lama Bapak tidak menjadi bengkong lagi semenjak rumah sakit besar-besar dibangun di kota ini, jadi bengkong sudah tersisihkan. Tapi karena melihat tekad dan kegigihanmu ingin masuk agama islam, Bapak bersedia menyunatimu, hitung-hitung Bapak meresmikan pensiun sebagai bengkong." Jelas Pak Aji membuat kening Aryan mengkerut-kerut.

"Tapi, apa Bapak masih menyimpan alat untuk hal itu?" tanya Mika ragu.

Pak Aji malah tersenyum kemudian memerintah anaknya pergi ke apotek membeli alat suntik, obat serta yang lainnya.

Pemuda itu langsung menurut pergi ke apotek yang letaknya tak jauh dari rumahnya.

Aryan dan Mika, berbincang dengan Pak Aji untuk melepas kecanggungan dan rasa tegang Aryan, sembari menunggu anak Pak Aji datang dari apotek.

Anak Pak Aji datang membawa pesanan, kemudian memberikannya pada ayahnya itu.

"Bisa kita mulai sekarang?" tanya Pak Aji mengajak Aryan ke sebuah ruangan.

Aryan mengangguk dengan mimik muka masih ragu, dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya itu, kejepit sleting celana saja sudah ngilu apalagi itu akan dipotong.

"Tor buruan, keburu sore nih." Kata Mika menyadarkan Aryan dari lamunannya.

"Eh iya." Jawab Aryan bangkit dari duduknya kemudian melangkah mengikuti Pak Aji memasuki sebuah ruangan.

Di dalam ruangan. Pak Aji mulai menyuruh Aryan membuka celananya kemudian duduk di kursi khusus anak mau disunat.

"Pak, bakalan sakit nggak?" tanya Aryan gemetaran.

"Tidak akan, soalnya Bapak akan menyuntikkan serum untuk penghilang rasa sakit jadi tidak akan terasa." Jelas Pak Aji sambil mengambil ancang-ancang.

Aryan memejamkan kedua matanya sembari mengepalkan tangannya.

***♡💞♡***

Aryan keluar dengan langkah susah payahnya, tangan kanannya menarik sarung ke depan agar tak tergesek dengan kepunyaannya. Mika menahan tawanya ketika melihat Aryan memakai sarung yang diberi oleh Pak Aji.

"Pak, terimalah ini." Kata Aryan menyodorkan segepok uang.

"Jangan den, saya ikhlas melakukannya." Tolak Pak Aji halus sembari tersenyum.

"Kalau Bapak tidak menerimanya, saya akan merasa kecewa dan sedih Pak, anggap saja ini rezeki dari Tuhan, pamali nolak rezeki (meniru perkataan Mika)."

"Baiklah kalau begitu, Bapak doain semoga Allah meridhoi jalan yang kau tempuh ini dan mengabulkan semua keinginanmu." Ucap Pak Aji sembari menerima uang itu dari Aryan.

"Ameenn, eh Amiiinnn." Ulang Aryan. "Terima kasih banyak Pak."

Aryan dan Mika berpamitan. Mika berjalan keluar duluan menuju mobil.

"Mik, tungguin gue. Kan susah berjalan bego." Kata Aryan mencoba mempercepat langkahnya dengan sarung yang di pakainya itu.

"Hahaha.. Kalau liat lo berjalan sekarang, kaya penguin memakai sarung." Ledek Mika menertawakan Aryan yang baru mau masuk ke dalam mobil.

"Sialan lo. Kalau keadaan gue kaga sedang seperti ini, mampus lo di tangan gue." Jawab Aryan memutar matanya malas sembari masuk ke dalam mobil.

"Iya, sorry.. sorry, selamat datang di agama gue ISLAM." sambut Mika memeluk sambil menepuk-nepuk punggung Aryan bangga.

"Thanks Mik, lo emang best friend gue." Balas Aryan menepuk-nepuk pundak Mika juga.

Setelah melepas pelukan masing-masing.

"Kita mau ke mana sekarang?" tanya Mika yang menyetir, dia tahu mustahil kalau Aryan akan ikut pulang ke rumahnya dalam keadaan begitu, pasti ibunya akan melaporkan langsung kepada Nyonya Lynnel. Mustahil juga kalau ke rumah kedua orang tuanya. Pasti kedua orang tuanya akan langsung menggantungnya.

"Kita ke apartemenku aja," jawab Aryan. Tapi ketika dipikir lagi. "Eh jangan, ke tempat peristirahatan yang ada di pinggir kota aja, bonyok gue jarang ke sana dan juga para pegawainya bisa disogok." Ujarnya lagi.

Akhirnya mereka sepakat menuju peristirahatan keluarga Aryan. Sepanjang perjalanan, Mika sering kali terkekeh geli melihat keadaan Aryan. Cinta memang bisa merubah segalanya. Tapi tak ada Cinta yang tak ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa.

Sesampainya di sana mereka disambut dengan gembira oleh para pegawainya. Tetapi aneh juga melihat Aryan seperti pengantin sunatan. Semua pegawai di sana dibayar agar tutup mulut tak boleh ada yang memberi tahu pada siapa pun kalau mereka berada di sana.

Malamnya hujan besar disertai angin kencang juga petir dan halilintar. Mika berdiri di dekat jendela, sementara Aryan tengah duduk di sofa sembari memainkan game di ponsel.

Mika membuka gorden sedikit, melihat keadaan di luar. "Gue rasa ini adalah penyambutan kelahiran Lo yang baru ini." Ujarnya melihat kilatan-kilatan petir yang memecah kegelapan malam.

"Maksud lo?" tanya Aryan tak mengerti.

"Maksud gue, lo kan secara dilahirkan kembali menjadi bayi yang tidak tau apa-apa tentang agama islam, ini langkah pertama lo masuk ke dalam islam, seiring bertambah pengetahuan lo kelak, maka akan semakin luas wawasan lo diibaratkan anak yang baru tumbuh menjadi dewasa." Jelas Mika.

"Oh, gitu ya." Aryan mengangguk baru mengerti sembari masih fokus memainkan game.

Tiba-tiba saja listrik padam membuat keduanya ketakutan. Mika melompat ke atas sofa, dan tidak sengaja dia menduduki Aryan.

"Akkhh, sialan lo!" Rintih Aryan mengerang kesakitan.

"Sorry.. Sorry tor gue kaga ngeliat, orang gelap ni." Ujar Mika langsung melompat ke arah lain.

"Anu gue lo dudukin, lo mau kalau burung gue yang lagi sekarat mati seketika karena lo dudukin." Ucap Aryan masih menahan sakitnya, apalagi obat penghilang rasa sakitnya sudah hilang.

Tak lama lampu menyala kembali. Dibarengi dengan datangnya pesanan makanan mereka.

Aryan melempar bantal sofa ke arah muka Mika yang cengengesan dari tadi.

                                    ---♣♡💞♡♣---

°°°°____TBC_____°°°°





Ma'assalamah.. 。^‿^。

Revisi ulang* 11~07~2019

By*~Rhanesya_grapes 🍇




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top