Prolog
Kita itu hidup di dunia ini karena sebuah alasan. Namun, perihal alasan apa kita hidup di dunia ini, kitalah yang menentukannya.
Berjuang untuk diri sendiri, berkorban demi orang lain, bertempur membela harga diri, atau diam tanpa arah mengikuti alur takdir.
Tidak ada yang salah, tidak ada yang benar. Semua hanya soal prespektif dari sisi mana kita melihat.
Sesekali ku seruput kopi hitam di gelas sambil menikmati pemandangan dari balik jendela kereta api.
Jika dipikir-pikir, 'waktu' itu mirip kereta api. Dari luar terlihat melaju cepat, tetapi dari dalam terasa santai. Semua berlalu begitu saja sampai nanti berhenti pada satu titik. Sampai nanti kita lupa bahwa kita sudah meninggalkan banyak hal.
Laju kereta pun berlika-liku, persis skema takdir. Kadang ke kanan, kadang ke kiri, sesekali berhenti di tengah jalan tanpa kita ketahui penyebabnya.
"Dirga."
Arah tatapku berpindah pada seorang pria yang menenteng koper. Melihat kehadirannya aku beranjak dari dudukku dan meninggalkan kopi hitam yang sudah kehilangan hangatnya.
"Yok," balasku.
Kedua kakiku pergi mengikutinya, melangkah meninggalkan kereta yang tiba di pemberhentian akhir.
.
.
Ciao, Readers!
Oke, jadi ini cerita ketiga yang statusnya ON GOING setelah Mantra Cofffee Origin dan Sang Pembawa Lentera. Sebetulnya ini rombakan dari cerita 'Mantra' waktu mereka masih SMA, tapi karena titik berat masalahnya ada di Dirga jadi aku ganti judul dan ngerombak total konsepnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top