33 : Hadiah Yang Tertinggal

Dirga dan pamannya sudah bertemu dan saling berbicara. Pemuda itu meminta maaf karena selama ini sudah merepotkannya. Pamannya pun mengerti kondisi Dirga berdasarkan cerita Tirta. Banyak hal sulit yang ia lalui hingga membuatnya banyak melakukan pemberontakan di masa lalu.

Dirga dan Tirta merupakan hadiah terakhir yang ditinggalkan oleh adiknya. Setelah tidak memiliki anak dan ditinggal mati istrinya, pria itu sudah menganggap kedua ponakannya seperti anak sendiri.

Kini Dirga tinggal di rumah pamannya. Liburan ini ia ingin merapikan kamarnya yang terpisah dari kamar Tirta.

Tak banyak barang yang Dirga bawa dari Bon Voyage. Tirta yang membungkusnya di dalam kardus. Ketika sedang membereskan barang-barang itu, tak sengaja ia menemukan sebuah kotak kecil yang terbungkus kado.

"Apaan nih?" Ia pun berjalan menuju kamar Tirta yang berada di sebelah. "Tir ini punya lu?"

Tirta yang sedang duduk membaca pun menoleh, ia memicing menatap benda yang asing tersebut. "Bukan. Gua rapihin dari Bon Voyage karena gua pikir hadiah ulang tahun lu yang lu lupa buka."

Hadiah rahasia. Hanya itu yang Dirga ingat dari catatan terakhir Chica. Ia pun kembali ke kamarnya dan membuka hadiah kecil itu. Di dalam kotak tersebut rupanya ada sebuah flashdisk kecil berwarna merah. Dirga pun kembali beranjak untuk menjumpai pamannya.

"Om, punya laptop enggak?" tanya Dirga.

"Ada, kamu mau pinjem?"

Dirga mengangguk. "Iya, buat liat isi flashdisk ini."

"Oh, pake aja." Pria itu mengambil laptop di meja kerjanya dan berjalan menghampiri Dirga.

"Tapi Dirga gaptek, om. Boleh tolong bantuin?"

Pria itu tersenyum. "Boleh."

Mereka berjalan ke ruang tamu. Paman Dirga menyalakan laptop dan memasukkan flashdisk yang Dirga berikan. Di dalam sana hanya ada satu buah video.

"Tinggal di klik dua kali, nanti videonya kebuka." Pria itu membuka video tersebut.

Mereka berdua duduk menonton. Dalam video itu terlihat sosok Tirta yang direkam menggunakan sebuah handycame.

"Tirta! Minta pesan buat ulang tahun Dirga dong."

Suara itu merupakan suara Chica. Mendengarnya mampu mengobati sedikit rindu yang menumpuk di hati Dirga.

Pamannya tersenyum melihat wajah Dirga yang sedang tersenyum tipis. Rasanya ia tak ingin mengganggu Dirga saat ini. Pria itu pun bangkit dan berjalan meninggalkan Dirga seorang diri di ruang tamu.

"Apa, ya." Tirta tampak sedang berpikir.

"Apa aja, ayo!"

Tirta menatap handycam. "Eh kunyuk! Selamat ulang tahun buat kita. Gua harap semakin tua, lu semakin waras. Cuma lu yang gua punya, dan cuma gua yang lu punya, kita saling jaga. Intinya semoga lu sehat selalu dan semoga mimpi-mimpi lu bisa terwujud. Jangan bikin Chica nangis lagi, nanti gua gamparin lu!"

Chica tertawa mendengar ucapan Tirta. Setelah itu layar menggelap, tetapi hanya sesaat. Setelah itu, muncul sosok Andis di dalam video.

"Andis! Minta pesan buat ulang tahun Dirga dong," ucap Chica.

"Selamat ulang tahun, Jendral! Semoga lu sama Chica langgeng, Dir! Inget cari cewek tuh susah, apa lagi yang cantik, baik, mulus, letak strategis, cicilan murah tanpa bunga kayak Chica."

"Emangnya aku rumah?" Protes Chica.

Andis terkekeh. "Ya intinya semoga si Dirga sehat selalu deh dan semoga persahabatan kita abadi."

"Aamiin!" balas Chica.

Layar kembali gelap, lalu dilanjut oleh sosok Tama.

"Tama, boleh minta ucapan selamat ulang tahun buat Dirga?" tanya Chica.

Tama menatap handycam. "Selamat ulang tahun."

Kemudian mereka berdua terdiam cukup lama. "Udah?" tanya Chica.

Tama hanya mengangguk dan memberikan jempol andalannya.

"Oke deh, makasih ya."

Chica pergi, tapi belum mematikan handycam.

"Ya ampun ganteng banget. Untung cuma sebentar, takut pindah hati kalo lama-lama. Itu muka apa aurat sih, heran," gumamnya. "Eh, belum dimatiin ya ampun!" Gadis itu terkekeh. "Dirga jangan cemburu ya! Meskipun Tama lebih ganteng, aku tetep sayangnya sama kamu kok. Ke Tama dikit doang. Bercanda!"

Video kembali fade black, lalu memunculkan sosok Ajay.

"Fajar, sepatah dua patah kata buat ulang tahun Dirga dong."

Ajay tampak berpikir. "Selamat ulang tahun, Dir. Semoga otak lu cepet sembuh, dan semoga dengan hadirnya kak Chica, lu bisa jadi lebih baik. Gua percaya kalo setiap manusia punya seseorang yang jadi motivasi buat berkembang. Gua harap anak-anak Mantra dan kak Chica orangnya."

"Makasih, Fajar," ucap Chica.

"Semoga kak Chica sehat selalu ya, titip Dirga, Kak."

"Oke, makasih doanya ya."

Layar kembali gelap dan kini memunculkan seringai dengan jarak yang terlalu dekat.

"Bisa jauhan sedikit enggak?" tanya Chica. "Enggak keliatan mukanya."

Uchul pun mundur dan menatap layar handycam dengan wajah tengilnya.

"Boleh minta pesan buat ulang tahun Dirga?"

"Kekeke menarik." Uchul terkekeh sambil menunjuk ke arah handycam. "Woy, Dirga! Jangan mati! Jangan banyak tingkah, lu itu lemah!"

Setelah itu Uchul pergi begitu saja meninggalkan Chica yang masih merekam. Kali ini video tidak menggelap. Handycam berputar dan menampilkan wajah Chica.

"Yah begitu deh, susah juga ya masuk ke sirkel kamu," ucap Chica diiringi kekehan. Ia terdiam sejenak sambil menghela napas. "Selamat ulang tahun, jagoan. Maaf aku enggak bisa kasih kamu apa-apa selain--lonceng, sama video ini. Aku harap kamu jadi tau seberapa berharganya kamu buat orang-orang di sekitar kamu. Meskipun ada aja yang aneh dan absurd, tapi mereka selalu ada di sisi kamu, kan? Aku berharap di usia kamu yang bertambah, kamu semakin dewasa dan bisa ngontrol emosi kamu. Aku berharap kamu selalu dilimpahkan kesehatan dan dijauhkan dari kesedihan. Inget, kamu punya aku ... kamu punya temen-temen Mantra ... jangan merasa sendirian dan enggak punya apa-apa ya, jagoan. Kita semua sayang kamu. Dan terakhir, semoga impian kamu bisa terwujud, dan aku berharap impian kamu adalah terus berada di sisiku sampai akhir. Disimpen ya videonya, terimakasih udah nyempetin waktu buat nonton dan maaf sekali lagi karena cuma ini yang bisa aku suguhkan buat kamu. Semoga suka."

Video pun berakhir. Dirga menitihkan air mata, tapi bukan air mata kesedihan. Ia terharu bahwa masih ada orang-orang yang setia di sisinya. Rasanya memang sesak ketika tak mampu mewujudkan harapan Chica untuk terus berada di sisinya, tapi Dirga tak boleh bersedih. Ia harus belajar mengikhlaskan segala hal yang terjadi.

"Mulai sekarang, aku akan berubah. Sampai suatu saat ketika kelak kita bertemu lagi, kamu enggak akan ngenalin aku karena aku bukan Dirga yang dulu lagi."

Dirga bertekad untuk terus melangkah maju demi mewujudkan impiannya dan menepati janjinya pada Chica, meskipun gadis itu sudah tak berada di sisinya. Target Dirga masih terlalu tinggi, ia harus berlari cepat untuk mengejar segala ketertinggalan.

Pergi ke Jogja, masuk jurusan Sastra Inggris di Universitas Gadjah Mada, dan membuat orang-orang di sekitarnya bangga.

Mungkin sudah terlambat untuk berubah, tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Itu yang ada dalam pikiran Dirga. Ia pun mengembalikan laptop pamannya, lalu berjalan kembali menuju kamar. Dirga membuka buku paket dan catatan matematika, setelah itu membawanya ke kamar Tirta.

"Oi, lu lagi sibuk enggak?" tanya Dirga.

"Enggak, kenapa?"

Dirga menunjukkan buku yang ia bawa. "Ajarin gua dong."

Tirta tersenyum, lalu menutup buku yang ia baca. "Ayo, tunggu aja di kamar lu. Bentar lagi gua nyusul."

"Oke." Dirga berjalan kembali ke kamarnya.

Tirta tak pernah sebahagia itu. Ia pun mengambil buku catatannya dan berjalan menuju kamar Dirga untuk belajar bersama.

.

.

.

TBC



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top