Intro

"Saya nggak mau, Pak!" Sakia berteriak sambil menggebrak meja. Masa bodoh dengan siapa dia berbicara.

"Cuma kamu yang bisa menolong saya, Sakia," pinta Bhaskara, pria yang baru seminggu lalu berulang tahun ke tiga puluh enam itu bahkan berlutut di kaki Sakia.

Sakia tersentak. Baru kali ini seorang pria rela berlutut di kakinya. Untung saja kantor ini sudah sepi ditinggal pulang para pegawainya. Coba saja kalau mereka masih berkeliaran di kantor, Sakia memilih menggulung wajahnya saja ketimbang menanggung malu lebih dari setengah hidup.

"Please."

Sakia selalu tidak tega memandang bola mata Bhaskara terlalu lama. Seolah pria itu tahu kelemahannya. Tanpa pikir panjang, kepala Sakia mengangguk. Bibir Bhaskara tertarik ke atas.

"Makasih," balas Bhaskara sembari meremas tangan Sakia. Pria itu berdiri. "Nanti kamu pulang sama saya saja, ya. Nggak usah lembur, Ki. Masih ada besok, kok."

Sakia mengangguk lesu. Matanya mengikuti arah langkah Bhaskara yang kembali masuk ke ruangannya. Punggung Sakia merosot seketika.

Di sudut kubikelnya, sosok itu menatap Sakia tajam. Gemas sendiri sejak tadi mengawasi tingkah wanita itu. Dalam keadaan kesal, sorot matanya menyala merah.

"Dia ngapain kamu lagi, Ki?" tanya Rakai. Pandangannya membidik semakin tajam.

Menarik napas dalam, Sakia menoleh. "Aku bingung, Kai. Kalau cuma menolong Bhaska kasih bunga mawar di makam mendiang istrinya, sih, aku nggak masalah. Tapi, yang ini..."

Dahi Rakai mengerut dalam. "Kamu bisa nolak kalau nggak mau. Aku sudah bilang kalau Bhaskara itu pria hampir brengsek. Dia cuma manfaatin kamu saja. Aku lebih senang kamu dekat sama Indra daripada Bhaskara!"

"Pak Bhaska nggak brengsek. Kamu kalau nggak ngerti diam saja deh, Kai. Nambahin aku pusing saja," gerutu Sakia.

Kalau Sakia sudah mulai memaki, Rakai memilih mengundurkan diri. Dia tidak boleh ikutan emosi karena tugasnya memang membantu Sakia mengendalikan diri.

"Terus, aku bisa bantu apa?" tanya Rakai, suaranya melembut.

"Pak Bhaska minta tolong aku buat nyampein maaf dia sama mendiang istrinya."

"Kenapa harus kamu?" suara Rakai meninggi.

"Karena dia nggak bisa!"

"Kamu tahu risikonya kan, Ki? Ini nggak gampang. Terakhir kamu sempat pingsan dua hari gara-gara melakukan hal ini. Fisik kamu nggak sekuat itu."

"Aku tahu. Makanya aku minta kamu bantuin aku untuk membuka komunikasi sama mendiang istri Pak Bhaska yang sudah meninggal."

















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top