DSH Part 51
"Dia tak bicara?"
Byng mengangguk.
"Apa dia, hmm ... tak mampu untuk—" Kiana tak tahu harus bertanya bagaimana.
"Tidak, tentu saja tidak Kiana. Dia sangat mampu," Byng tersenyum geli. "Dia hanya tak ingin."
Kiana mengernyit mendengar itu. "Tak ingin?"
"Seperti yang kukatakan tadi, dia unik," Byng mengakuinya dengan gamblang. "Tak pernah sekalipun sebuah kata keluar dari mulutnya." Byng mengingat setiap kali dia berbicara pada gadis itu, gadis itu hanya diam saja.
"Sudah berapa lama kau mengenalnya?"
"Seingatku ...," jawab Byng lugas. "Tujuh hari."
"Bagaimana kau bisa berinteraksi dengannya?" tanya Kiana lagi.
Byng mengingat saat itu, saat dia mencoba bicara pada gadis itu, tapi gadis itu tak pernah membalas perkataannya—satu pun—Byng merasa dia sedang berbicara kepada orang-orangan sawah. "Hmm ... dia tak pernah membalasku saat aku berbicara padanya," Byng mengingat kembali gadis itu. "Saat dia tak merespons, aku akan membaca gerakkan tubuh dan matanya." Lalu pria itu juga teringat, terakhir kali dia bertemu gadis itu. "Terakhir kali aku melihatnya, dia membalas pertanyaanku. Dia tetap tak bicara, dia hanya—"
Kiana menatap buku itu. "Menulis?"
Byng mengangguk. "Iya, dia hanya membalas bila aku menulis kepadanya. Padahal dunia tahu, sejelek apa tulisanku." Byng tertawa, mengingat saat pertama kali wanita itu membalas perkataannya dalam sebuah tulisan. 'Tulisanmu seperti sebuah isyarat yang membutuhkan waktu untuk dipecahkan.' Walaupun begitu Byng merasa tersanjung dengan sindiran itu.
"Lalu bagaimana kau bisa membawanya kesini?" tanya Kiana yang menyadarkan Byng dari lamunannya.
"Aku akan bicara padanya," Byng tersenyum lebar kepada wanita itu. "Walau dia tak mau bicara. Dia tetap bisa menggunakan indra pendengaran dan penglihatannya."
"Bagaimana kau bisa tahu dia akan menerima ajakanmu?" tanya Kiana lagi.
"Tentu saja, dia akan menerima ajakanku," jawab Byng tegas sambil melihat buku di tangan Kiana. "Aku seorang pria yang penuh dengan akal," katanya dengan tawa renyah—gadis itu akan datang ke sini bersamanya.
Baru hari ini, Kiana bertemu dengan seorang pria seterbuka Byng. Tatapan Kiana tanpa sengaja jatuh ke Marquess of Salisbury yang sudah duduk—menunggu pembicaraan mereka. Kiana sadar diri dan kemudian berkata. "Aku mohon diri atas kehadiranku sudah yang mengganggu. Selamat menikmati hari kalian, tuan-tuan."
"Di sini saja," kata Byng menahannya.
"Aku tidak ingin mengganggu pembicaraan kalian," jawab Kiana
"Kami tak akan terganggu," kata Byng pada Kiana. "Lagi pula itu bukan masalah ... aku suka gangguan."
Kiana melihat suaminya, pria itu tak berkata apa pun. Tak memintanya untuk tinggal maupun memintanya untuk pergi. Kiana tahu apa yang harus dilakukannya. "Tidak apa-apa. Sepertinya pembicaraan kalian penting. Aku tak ingin pembicaraan kalian terusik dengan kehadiranku," katanya lagi pada Byng.
"Kehadiranmu tak mengganggu sedikit pun, Kiana. Juga tak membuat kami terusik. Lagi pula pembicaraan kami tidak begitu penting. Hmm ... mungkin hanya satu atau dua pembicaraan yang perlu sedikit diurus. Tapi pembicaraan yang lainnya, hanya hal-hal remeh temeh. Seperti berbicara tentang cuaca atau gosip lainnya," ajak Byng lagi. "Percayalah, kau tak mengganggu sama sekali."
Kiana menatap suaminya yang masih tak mengatakan apa pun. "Tidak. Terima kasih, Byng. Tapi kurasa tidak. Aku akan meminta Ms. Rhonda menyiapkan makanan kecil untuk kalian."
"James ...," panggil Byng meminta bantuan, berharap Kiana dapat berbincang bersama mereka. "Katakan sesuatu," pinta Byng. Byng benar-benar menyukai teman barunya itu dan ingin mengenalnya lebih dekat—istri temannya.
"Lakukan apa yang ingin kau lakukan," kata Marquess of Salisbury pendek ke istrinya. "Keputusanmu adalah urusanmu."
Byng tak menyangka James akan berbicara seperti itu, dan dia melihat tajam James, tapi temannya itu tak mengacuhkannya. James memang seperti itu, memiliki prinsip 'tak akan ikut campur' urusan orang lain. Tapi dia tak menyangka, James juga seperti itu terhadap istrinya sendiri dan melakukannya terang-terangan di depannya—Byng hanya dapat menggeleng pelan. Temannya yang satu ini memang keras kepala.
Kiana tahu suaminya akan menjawab seperti itu. Tapi dia tetap tidak suka pada nada balasan tersebut. Dia pun membalas. "Apa pun yang dikatakan oleh Lord Salisbury, baik itu cuaca maupun sup dingin. Semua yang dikatakannya terdengar sangat serius ditelingaku. Sampai aku merasa, apa aku sedang berbicara tentang urusan sebuah negara. Dan kurasa, untuk saat ini aku tak ingin mendengar tentang itu. Karena itu, aku permisi." Kiana kemudian mengundurkan diri dan berjalan keluar menjauhi ruangan tersebut.
Lalu terdengar suara ledakan tawa keras di belakangnya—tawa Viscount Torrington yang sedang terbahak-bahak.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top