DSH - Part 4
Aku menatap ayahku sekali lagi. Iya, memang benar apa yang dikatakannya.
Marquess of Salisbury memiliki harta kekayaan yang bisa dibilang hampir sama dengan kekayaan Sang Penguasa saat ini. Kekayaan kami yang hilang tidak ada apa-apanya dibanding kekayaannya. Ayahku hanya memiliki tanah di desa ini, di Desa Bibury ini-desa kecil ini yang berada di Gloucestershire. Sedangkan Marquess of Salisbury, selain memiliki gelar, dia memiliki banyak sekali tanah perkebunan dan harta lainnya yang tak terhitung.
Untuk seorang wanita, Marquess of Salisbury adalah sebuah tangkapan sempurna untuk masa depan mereka.
"Apakah tidak ada cara lain? Untuk membantumu, Ayah? Untuk membantu keuangan kita saat ini?" tanyaku pesimis.
"Ada," jawab ayahku.
"Apa? Apa yang harus kita lakukan?" tanyaku bersemangat kembali mendengar harapan tersebut.
"Menjual budak." Ayah menatapku penuh arti. Aku terpaku seketika tak bergerak.
"Menjual budak adalah salah satu cara untuk mengatasi masalah kita," kata ayah mengatakan satu-satunya solusi yang didapatnya. "Penjualan budak bisa cukup menguntungkan dan menutupi sebagian utang yang ditinggalkan Dormer."
***
"Budak yang kita miliki cukup banyak dan masih muda. Mereka semua sehat dan kuat. Kita akan mendapatkan harga yang bagus. Kita bisa mendapatkan harga yang cukup tinggi untuk budak-budak kita." Earl of Bibury menjelaskan ke putrinya.
Tubuh Kiana terasa lemas di kursi itu. "Jangan," katanya lagi. "Tidak Ayah. Jangan lakukan itu."
Earl of Bibury tersenyum lemah melihat wajah pucat putrinya. "Aku tahu. Aku tak akan melakukannya ... aku tahu kau sangat menyayangi mereka ...."
Earl of Bibury berdiri bangkit dari kursinya dan menuju jendela. "Hanya budak-budak di tempat kita yang kulihat sangat berbeda." Earl of Bibury menatap keluar jendela dan menatap budak-budak tersebut. Lord Bibury sadar, dia adalah satu-satunya bangsawan yang memiliki banyak budak di dalam kediamannya. Tidak seperti bangsawan lain yang hanya memiliki satu-dua budak hitam di dalam rumah mereka.
Belakangan ini, banyak bangsawan-terutama di London-merasa memiliki seorang budak adalah sebuah keharusan, karena banyak bangsawan lain yang memilikinya. Banyak bangsawan yang membeli budak karena ikut-ikutan atau karena tak ingin ketinggalan dengan gaya hidup bangsawan lainnya. Biasanya, para bangsawan membeli budak karena keterampilan yang dimiliki budak tersebut-kemampuan para budak untuk menghibur tuan mereka. Ada budak yang dibeli karena mereka bisa bernyanyi, memainkan alat musik, maupun dibeli untuk keperluan harem. Banyak juga budak yang dibeli untuk dijadikan seorang pelayan, seperti; kurir, kusir kereta, pelayan rumah tangga dan lainnya.
Tapi ada juga beberapa bangsawan yang membeli budak untuk bekerja di ladang tebu milik mereka yang berada di daerah koloni. Budak-budak sangat dibutuhkan di tempat itu.
Memiliki tanaman tebu memang menguntungkan di saat ini. Negara mereka sudah memiliki 120 tempat pemurnian gula. Gula memang sangat mewah di zaman ini, dan disebut pula sebagai 'emas putih'. Kehadiran gula benar-benar sangat penting untuk membangun kekuatan negara di Eropa, hingga membuat negara-negara kecil seperti Karabia dijajah, kemudian tanaman tebu dibudidayakan di tempat tersebut. Jutaan budak yang berasal dari Afrika dan India dikirim ke sana, untuk dipaksa bekerja di penggilingan tebu. Pajak gula benar-benar tinggi dan Pemerintah Britania benar-benar untung besar karena mengimpor gula dari negara jajahannya di daerah tropis-gula benar-benar barang mewah sampai akhir abad 19.
Tapi Earl of Bibury, tidak membeli budak karena hal-hal tersebut. Lord Bibury terus memandang budak-budaknya. Budak-budak di kediamannya sangat rajin, penuh semangat dan penuh senyum-mereka semua terlihat bahagia. Itu semua karena ulah putrinya. Kiana selalu mengingat nasihat ibunya untuk memperlakukan semua orang dengan baik.
"Apa pun yang kau lakukan, itu yang akan kau dapatkan. Hargai dirimu sendiri. Dan hargai semua orang. Sama rata. Tanpa memandang status mereka, rupa mereka, bentuk mereka. Pandang mereka sebagai manusia ... benar-benar seperti sesama manusia." Itu kata-kata yang pernah diucapkan mendiang Istri Earl of Bibury kepada Kiana Kecil-ibunya.
Karena itu, Kiana memperlakukan budak-budak itu sama-sama seperti perlakuannya kepada orang-orang yang memiliki warna kulit sepertinya. Budak yang sudah tua diperlakukan secara hormat dan santun. Budak kecil polos diajaknya bermain. Budak wanita lainnya, diajaknya bicara dan bercanda seperti temannya sendiri. Budak-budak pria yang berkerja disemangatinya. Kadang-kadang Kiana pergi menghampiri mereka sambil membawa makanan lezat. Kadang-kadang dia juga membawakan beberapa baju hangat sewaktu musim dingin.
Kediaman Bibury dipenuhi oleh budak hitam. Lord Bibury hanya memiliki satu budak putih, karena banyak anak muda di desanya yang pergi ke daerah koloni untuk mendapatkan perekonomian yang lebih baik. Karena Earl of Bibury memiliki peternakan domba dan wol, dia memperkerjakan setengah budak-budaknya di bidang itu. Kiana lalu menawarkan dirinya sendiri untuk menjadi salah satu pengawas budak di peternakkan domba mereka. Hal yang tidak akan pernah diminta oleh wanita kelas atas mana pun, karena pekerjaan itu dianggap sebagai pekerjaan kasar dan tak beretika untuk seorang wanita anggun-apalagi seorang lady sepertinya.
Kiana juga meminta ayahnya untuk memberikan imbalan yang lebih baik untuk para budak. Earl of Bibury memang berbeda dengan bangsawan lainnya, pria tua itu mengabulkan keinginan putrinya itu. Budak di Kediaman Earl of Bibury sangat bahagia karena mereka merasa lebih beruntung, dibandingkan dengan budak lain yang berada di tempat lain, terutama di daerah koloni.
Budak yang mereka miliki setiap kali bertambah. Kiana selalu mengikuti transaksi pembelian budak-tentu saja dengan menyamar sebagai seorang pria dan ditemani oleh pelayan prianya. Kiana masih memikirkan nama baik ayahnya. Tata krama dan sopan santun sangat dijunjung tinggi pada zaman ini. Seorang wanita tidak diperbolehkan pergi sendirian ke mana pun, terutama seorang lady sepertinya. Kiana tahu, dia yang masuk ke dalam pasar budak sudah sangat melanggar etika kesopanan dalam masyarakat. Dia memasukki salah satu tempat yang paling terlarang untuk dikunjungi oleh seorang lady. Lord Bibury tahu apa yang dilakukan anak perempuannya, tapi sang earl membiarkan Kiana melakukan hal tersebut-walau dia tahu nama baik dan kehormatannya yang sedang dipertaruhkan.
Lord Bibury memang berbeda dari bangsawan lainnya, dia memperbolehkan anak perempuannya melakukan segala hal-asal Kiana memberitahunya kenapa dia melakukannya. Untuk urusan nama baik dan kehormatan, reputasi keluarga mereka memang sudah tidak terlalu baik. Keluarga Bibury sudah dikucilkan oleh para bangsawan lain karena anak perempuannya belum menikah dan hal lainnya. Tapi untungnya, Lord Bibury bukan orang yang peduli pendapat orang lain, dia lebih peduli akan pandangannya terhadap misteri-misteri kehidupan-dan kebahagiaan putrinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top