DSH part 38

Kiana menuju kereta, Bem sudah menunggunya di sana. "My Lady, apa Anda tak apa-apa?" tanyanya sangat khawatir. Dia melihat penampilan majikannya dengan saksama, mencari tahu apa ada yang salah dari wanita tersebut.

"Aku tak apa-apa. Bagaimana dia?" Kiana melihat ke dalam kereta. Budak itu tertidur, tubuhnya diselimuti oleh mantel hangat. "Mari kita pulang, Bem," ajaknya.

Bem mengangguk setuju—memang itu yang mau dilakukannya sejak tadi. "Baik, My Lady."

"Tunggu, Bem!" panggil Kiana, saat Bem menuju tempat kusir.

"Ya, My Lady?"

"Jangan katakan tentang lukaku kepada yang lain," pinta Kiana.

"Tapi, My Lady!" Bem terlihat keberatan saat dipinta seperti itu.

"Jangan katakan apa pun kepada mereka, Mr. Richard maupun Ms. Rhonda ... berjanjilah padaku, Bem." Kiana memaksanya.

"Tapi, My Lady ... luka Anda harus diobati, setidaknya oleh Bibi Rhonda."

"Aku akan mengurusnya."

"Luka Anda berada di punggung, Anda butuh bantuan orang lain," terang Bem.

"Aku bisa melakukannya sendiri." Kiana berusaha meyakinkan Bem.

"Ta–tapi, My Lady ...," Bem masih tidak mau mengalah, dia sangat khawatir dengan luka di punggung majikannya.

"Berjanjilah padaku. Setelah kita sampai di rumah, jangan katakan apa pun tentang lukaku ini. Berjanjilah ...," Kiana merendahkan suaranya sedikit memohon.

"Ta–tapi ...,"

"Berjanjilah, Bem!" Kiana bersikeras.

Bem memandang mata nyonyanya yang sedang memandang dirinya penuh harap. "Ba ... baik, My Lady," Bem terpaksa menurutinya.

Kiana tersenyum, dia menatap budak yang sudah sangat lemah itu, budak itu lebih butuh bantuan daripada dirinya. Kiana takut, kalau orang-orang tahu lukanya, mereka akan lebih mengutamakan dirinya. Tidak akan ada yang melirik ke budak itu sama sekali, mereka semua tidak akan mengacuhkannya. Tentu saja, orang-orang di kediamannya akan membantu budak tersebut—tapi setelah mereka mengurus luka Kiana. Kiana takut, budak itu akan terlambat diobati. Dia melihat Bem, dia juga tak ingin Bem mendapatkan masalah karena luka di punggungnya. Pelayan kecil itulah yang akan disalahkan, karena Bem yang membawa dan menemaninya di sana. "Mari kita pulang, Bem," ajak Kiana kedua kalinya.

"Baik, My Lady."

Mereka berdua pun kembali ke kediaman Marquess of Salisbury. Selama dalam perjalanan, Kiana berusaha menjaga budak itu dan berusaha tidak menyentuh bekas luka lecutan itu—hal yang cukup sulit. Budak itu semakin terasa panas dan terlihat pucat. Tak terasa, kereta mereka sudah sampai di depan rumah. Kiana lalu turun dari kereta, Bem membantunya, membopong budak tersebut keluar dari kereta. Kiana dan Bem memapah budak tersebut berdua. "Aku saja, My Lady ... aku akan mengendongnya," kata Bem. "Dia sangat ringan."

Saat Kiana akan memberikan budak itu sepenuhnya kepada Bem. Kereta lain berhenti di belakang keretanya. Marquess of Salisbury turun dari kereta tersebut. Seperti biasa, semua yang dikenakannya bernada gelap—kali ini berwarna merah marun yang sangat hitam. Marquess of Salisbury melihat istrinya, berjalan mendekatinya. Jarak mereka sekarang tidak terlalu jauh. Mereka berdiri sangat dekat.

Marquess of Salisbury menatap istrinya sebentar—yang sedang berdiri di hadapannya sekarang. Lalu dia melihat Bem, kemudian perhatiannya teralih ke arah budak yang digendong oleh Bem. Budak itu terlihat sangat pucat dan mengeluarkan napas pelan tertarik dari tidurnya. Dia kembali menatap Kiana. "Sepertinya kau baru saja berjalan-jalan di salah satu ladangku?"

"Ya." Kiana merasakan tarikan napas budak itu semakin lemah. "Dia sakit," terangnya ke suaminya itu.

"Bagaimana menurutmu tempat itu?" tanya Marquess of Salisbury lagi.

"Dia hamil dan panas. Dia butuh bantuan," jelas Kiana lagi.

Marquess of Salisbury berhenti bertanya, istrinya sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Marquess of Salisbury tidak melihat sedikit pun ke arah budak tersebut. Dia kemudian berjalan melewati Kiana—meninggalkan mereka tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia masuk ke dalam rumah terlebih dahulu. Suaminya tidak memberikan bantuan sama sekali.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top