Saat itu, kebetulan aku sedang sendiri dan melihat Marquess of Salisbury pun sedang sendiri, aku langsung menghampirinya. Kami berbicara, waktu itu tak sekalipun dia mengeluarkan sikap kurang ajar; kata-kata menggoda, merayuku atau merendahkanku. Beberapa kali kami bertemu dan berbicara—hanya berbicara tentang seni dan musik. Ternyata dia juga mengetahui hal tersebut. Hal itu membuatku semakin tertarik berbicara dengannya—hanya bicara—dia mengatakan dengan jelas, dia tidak terlalu tertarik seni tapi dia memiliki beberapa pengetahuan tentangnya.
Kekontrasan tersebut membuatku tertarik padanya—tertarik dengan pengetahuannya.
Hingga pada suatu hari, rasa penasaranku mengalahkan rasa takutku. Aku bertanya padanya, "Apa kau tak pernah tertarik padaku?" Jawabannya benar-benar memuaskanku, pria itu menggeleng. "Maaf, aku tak tertarik dengan yang lain selain penampilanmu," jawaban yang benar-benar membuatku sedikit tercengang.
Bila orang lain yang mengatakannya, mungkin aku akan menghina orang tersebut dengan seluruh kata-kata yang sudah terlatih dalam pikiranku. Karena bila orang lain yang mengatakannya, aku tahu pasti, jawaban itu adalah jawaban yang merendahkan martabatku—jawaban yang berdasarkan pikiran mesum mereka.
Sudah beberapa kali aku bertemu dan berbicara dengan Marquess of Salisbury, dan aku mengerti jelas arti kata-katanya. Dia menolakku—menolak perasaanku, tapi tak menolak jasmaniku—kata-kata itu yang menurutku adalah sebuah kejujuran. Karena jawabannya itulah yang membuatku ingin mencoba lagi, ingin mencoba untuk memercayai lagi dari awal.
Karena itu, aku kembali mendekatinya secara terang-terangan. Aku mengatakan langsung padanya bahwa aku ingin bersamanya—dengan cara yang sama seperti saat dia mengatakan penolakkannya langsung padaku. "Aku tak akan menawarkan apa pun kepadamu," katanya saat itu. "Aku seorang pria ... apa yang kautawarkan padaku rasanya harus kau pikirkan matang-matang. Kau menawarkan dirimu dan kau tahu kau tak bisa meminta apa pun dariku, apa kau yakin?" tanya pria itu lagi. Aku mengangguk saat itu. "Apa kau tahu? Yang sedang kau tawarkan kepadaku saat ini, akan langsung disambut sukacita oleh para pria yang berusaha mendekatimu, mereka akan langsung menerimanya ... tapi aku tak bisa seperti itu, aku akan menerimanya apabila kau benar-benar yakin, hal itulah yang ingin kaulakukan." Kata-katanya membuat hatiku mantap. "Aku tahu itu, sangat tahu, karena itu aku sangat yakin." jawabku saat itu.
Pria itu menatapku dalam, mencoba mencari tahu apa yang kupikirkan hingga aku berbuat seperti itu—padanya. "Kau tahu ... aku adalah tipe manusia yang tak akan menolak apabila aku pun menginginkannya ... aku akan menerimanya karena aku ingin. Aku pun akan menolaknya saat tak berminat. Tapi kuberi tahu padamu ... kuingatkan sekali lagi ... aku tak bisa memberikan apa pun padamu, tak bisa menggantikan hal yang ingin kauberikan padaku, karena semua itu adalah keputusanmu sendiri. Sebagai temanmu ... kusarankan, pikirkan hal tersebut baik-baik." Jawabannya itu benar-benar membuatku semakin yakin dan yakin—untuk mencoba lagi—melakukan taruhan lagi. Pertaruhan dengan hatiku dengannya.
Mataku menatap wanita yang berdiri di hadapanku sekarang. "Wanita mana pun akan memiliki masa depan cerah kalau bersama dengan Marquess of Salisbury." Aku mengamati penampilannya. "Kau beruntung," lidahku sedikit tercekat saat mengatakannya. Ya—dia beruntung memiliki Lord Salisbury. Kekayaan pria itu hampir sama dengan kekayaan seorang raja. Anak-anak dari wanita ini tidak akan pernah kesulitan dalam keuangan, mereka tak perlu khawatir. Tapi yang paling membuat wanita di depanku beruntung karena dia menikahi pria tersebut—wanita ini mungkin belum menyadari hal itu.
"Kalau begitu apa kau sadar? kau tidak beruntung?" Aku terdiam mendengar kata-kata balasannya, wanita itu melanjutkan. "Wanita mana pun akan bermasa depan cerah kalau bersama Marquess of Salisbury, seperti katamu ... tapi menurutku, lebih tepatnya kalau wanita itu menikahi dengannya. Dan itu aku." Nyonya rumah itu melipat tangannya angkuh. "Aku beruntung karena aku menikah dengan Marquess of Salisbury ... tapi apa yang kau dapatkan? Kau tak mendapatkan apa pun." Dia mempertajam kata-katanya itu.
Kenapa wanita itu bertanya seperti itu? Apa yang direncanakannya? Tanpa perlu diberi tahu pun, aku tahu hal tersebut—karena aku merasakan kecemburuan itu. Marquess of Salisbury memang tak menikahiku, aku sadar itu. Aku tahu jelas keberuntungan bukanlah temanku—kenapa?—karena aku sudah tidak memercayai hal itu, keberuntungan sudah meninggalkanku sejak dulu. Yang kumiliki sekarang hanya sebuah usaha dan sebuah tekad,
"Aku memilikinya. dirinya. Aku memiliki pria itu." Aku menatap nanar wanita tersebut, Marquess of Salisbury—dia bukan milikmu—dia milikku. Memang benar dia adalah suamimu tapi dia adalah milikku—priaku.
"Aku tidak yakin. Aku tidak melihatnya demikian. Kurasa dia tak akan meninggalkanmu sendiri di sini kalau kau sudah memilikinya ... hmm ... seutuhnya? ... jadi, apa keuntungan yang kau dapat dari suamiku? Yang kutahu dia seorang pria yang tak pernah menjanjikan apa pun."
Aku mencintainya—rasanya ingin kukatakan hal tersebut tapi bibirku benar-benar terkunci.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top