29. Best Brother Ever (2)

Nida menghampiri Bang Hilmi yang tengah beristirahat di salah satu bangku taman.

"Capek ya, Bang?" Nida mengangsurkan minuman kaleng kesukaan Bang Mi yang baru saja ia beli.

"Yah, risiko sih. Harusnya waktu ditawarin Ustadz Rizal buat jadi special director drama kalian, Abang mundur aja yah," ujar Bang Mi lempeng sambil meneguk minumannya.

Nida hanya bisa manyun sambil mencubit lengan abang kandungnya itu sebal. "Dih, tanggapannya jahat coba. Kan Nida juga nanya baik-baik, Bang."

Tawa kecil Bang Hilmi terlepas melihat wajah murung Nida. "Capek nggaknya mah nggak usah ditanya, Nid. Mana kerjaan di markaz lagi numpuk juga. Anak Granada aja nggak beres-beres itu nentuin konsep G.O mereka. Mending mantau kalian latihan, koreksinya nggak banyak."

Nida tersenyum sedih mendengar curhatan abangnya. Sejak gladi kedua mereka, Bang Hilmi tiba-tiba saja ditunjuk menjadi special director untuk drama utama dan MC. Jadilah abangnya itu lebih sering berkunjung ke pondok putri untuk memantau perkembangan pensi Cassieopeia. Tambahkan kesibukan inti Bang Mi sebagai sekretaris Markaz Tahfiz, lengkap sudah jadwalnya penuh sebulan terakhir.

"Jum'at depan Bang Mi bisa ke sini? Bunda mau dateng. Kan nggak mungkin abang udah pengabdian tapi masih dijenguk juga. Harusnya Abang yang pulang tiap weekend."

Menghela napas panjang, Bang Mi kembali mengarahkan pandangannya pada langit sore yang mulai memerah. "Abang pengennya juga gitu, Dek. Tapi minggu depan itu H-14 pensinya Granada. Gladi terakhir kalian aja kayaknya Abang nggak bisa dateng, deh. Tabrakan sama jadwalnya anak Granada. Nggak mungkin abang minta geser lagi, mencak-mencak nanti si Dzaki."

"Kenapa sih dia senewen banget kayak cewek PMS dari kemarinan? Emang dia jadi apa sih di pensi, Bang? Paling cuma tampil nasyid kan? Sok iya banget deh gayanya." Sebal Nida.

"Dia jadi director utama drama sama bagian musik-audio. Lagi pengen balas dendam kali, abis denger Riza yang jadi performance director di sini."

Nida mengeluh pelan. Duh, persaingan para mantan begini mah susah ngelerainya.

"Betewe, Nid. Hafalan kamu udah juz berapa sekarang?"

Sekarang gantian Nida yang menghela napas panjang. "Masih juz 21, Bang. MasyaAllah yah 20 ke atas itu. Mana tiap malem harus latihan, belum lagi nyiapin setoran pagi. Rasanya Nida pengen membelah diri jadi tiga deh. Satu buat latihan MC, satu buat ziyadah setoran besok, satu lagi buat ikut Bang Mi monitorin drama-"

Nida baru saja ingin menghindar saat tangan kanan Bang Mi sudah mendarat di kepalanya. Nida mengusap kepalanya yang baru saja mendapat jitakan manis dari Bang Mi dengan manyun.

"Juz 21 berapa halaman lagi? Kalau pake perhitungan biasa, harusnya kamu bisa selesai sebelum UN. Biar pas karantina tinggal muroja'ah aja buat wisuda."

Harusnya kamu bisa selesai sebelum UN~ Nida hendak mengajukan protes lagi tapi tertahan dengan kalimat akhir Bang Hilmi barusan. Apa? Karantina?

"Tunggu. Jadi, angkatan 8 ada karantina kan, Bang?" tanya Nida antusias.

Bang Hilmi mengeluh pelan saat menyadari dirinya baru saja keceplosan. "Ada karantina bukan berarti kamu bebas aja santai-santai ngafal semester depan. Ketahuan kamu semena-mena, abang blacklist dari daftar peserta!"

Nida menyerukan protes sekali lagi yang hanya ditanggapi senyum miring oleh Bang Mi. Ada ya, abang yang tegaan macem gini. Masa adek sendiri mau di-blacklist dari daftar peserta karantina tahfizh?

"Gimana rasanya jadi CID? Cerita, dong. Gimana sensasi masang speaker sambil dipantau Ustadz Rizal?" tanya Bang Mi dengan nada usilnya yang kentara.

Nida lalu bercerita panjang lebar tentang suka-duka kepengurusannya. Kisah misteri ruang informasi, failed broadcast yang membuatnya malu di depan aula, hingga radio mingguan yang memiliki banyak pendengar.

"Apa abang bilang, jadi Imarah itu paling seru CID emang. Jadi ketua mah, cuma kebagian diomelin ustadz doang."

"Aduh, sedih deh denger curhatan calon CID nggak kesampean ini," celetuk Nida yang disambut tawa riang Bang Mi.

"Nanti malem abis latihan mau ke depan nggak Nid? Abang beliin sate deh."

"Asik, ada yang baru gajian. Sate doang nih, Bang? Martabak boleh juga, nggak?"

*---*---*

"MC get ready!"

Riza muncul di pintu ruang ganti dengan headphone terpasang di kepalanya. Director utama pensi Cassieopeia itu sudah sibuk sedari sore memastikan semua persiapan untuk acara malam ini berjalan lancar.

"Ustadz Hilmi otewe ke sini. Mau cek akhir. Selesai langsung ke panggung ya." Detik berikutnya Riza sudah beranjak ke ruang sebelah memastikan persiapan penampilan Grand Opening.

Nida, Via dan Rafa sudah rapi dengan kostum MC mereka. Tak sampai hitungan menit, Bang Hilmi sudah sampai di depan pintu dengan setelan jas putih miliknya.

"Udah siap?"

Ketiga MC utama mengangguk mantap. Bang Hilmi memberi instruksi pada mereka untuk latihan sekali lagi. Lalu bergegas menuju belakang panggung sebelum tampil. Nida merasakan detak jantungnya meningkat cepat. Rasa antusias memenuhi dadanya hingga membuat senyum tak mau luntur dari wajahnya.

"Nida siap, kan? Kamu jangan nervous. Biasa aja," ujar Bang Mi dengan suara bergetar yang membuat alis Nida terangkat naik. Ia memperhatikan penampilan abang tersatu-satunya ini. Bang Hilmi masih tampak keren dengan setelan rapi andalannya. Tapi senyum dan sorot mata gugup itu tak bisa membohongi Nida.

"Kayaknya yang nervous malah Bang Mi deh ini," sahutnya ringan dengan senyum jahil. Anehnya ia merasa sangat ringan sekarang, tanpa gugup sekali pun. Rasa-rasanya, lebih nervous saat harus tampil di gladi bersih kemarin dibandingkan tampil hari ini.

Menghamburkan napas kesal, Bang Hilmi menyahut sebal, "Tahu, nih. Kalian yang tampil kenapa malah abang yang nervous coba. Ketularan Najmi nih mesti."

"Tenang aja, Bang. Didikan pensi Sevatera nggak akan mengecewakan, kok."

"MC get in by ten, nine, eight ...." Suara aba-aba Riza terdengar dari walky talkie di tangan Bang Hilmi.

"Good luck, Nid."

"Aye-aye, Kapten!" sahut Nida sambil memperagakan gerakan hormat. Lantas ia bersiap masuk dari pintu tengah panggung. Pada pentas seni kali ini, Nida bertugas sebagai Master of Ceremony bersama Via dan Rafa. Ia kebagian MC bahasa Indonesia, sedangkan Via dan Rafa bertanggung jawab sebagai MC bahasa Inggris dan Arab.

Lampu utama panggung menyorot mereka. Nida menarik napas, lalu memulai bagiannya.

"Melangkahkan kaki dengan penuh keyakinan."

"Mengukir sejarah dengan tinta emas peradaban." Via menyahut saat kalimat Nida selesai.

"Wahai para calon pemimpin masa depan." Rafa menyempurnakan pembukaan mereka.

"Jawablah salam kami, dengan semangat persatuan. Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Salam kompak mereka memberi efek drastis padaa audiens. Nida berusaha tidak memikirkan orang-orang penting yang ada di hadapan mereka. Trio MC mulai membawakan narasi-narasi tentang impian sebagai pengantar rangkaian acara mereka malam ini.

"Memang, tak ada hal yang sempurna di dunia yang fana ini." Via memulai pengantar menuju klimaks penampilan mereka.

"Tapi, berusaha menuju kesempurnaan adalah suatu keharusan." Seperti biasa, Rafa mampu mengisi jeda dengan sempurna.

"Dan kini, dengan segala kerendahan hati. Kami segenap santriwati akhir Pesantren Tahfidz Raudhatul Huffazh mempersembahkan ...."

Nida sengaja memberi jeda beberapa detik sebelum mengumumkan acara mereka sebagai Master of Ceremony malam ini.

"Mahakarya Akbar, The Masterpiece Performance of Art Festival 1208. The Power of Dream!"

Nida bergegas menuju ruang ganti terdekat setelah Grand Opening berlangsung. Ia dan Rafa masih harus bertugas sebagai MC non-formal hingga akhir acara. Selesai berganti kostum, ia sudah kembali stand by di samping panggung saat klimaks Grand Opening berlangsung.

Pentas seni dianjutkan dengan rangkaian acara yang dinanti seisi pondok. Mullai dari cup song, nasyid, drama musikal, parade tari hingga drama teatrikal yang paling ditunggu.

Kisah anak-anak Palestina yang harus terusir dari tanah airnya hingga 3 generasi, tak tahu apapun tentang Al-Quds selain apa yang diceritakan kakek-neneknya serta impian menginjakkan kaki kembali ke tanah suci ketiga tersebut berhasil dibawakan dengan epik oleh Riza cs. Nida akui kolaborasi naskah Ulya dan direksi dari Bang Mi menjadi power hebat drama ini.

"Kak, apa ummat Islam masih menjadi ummat terbesar di dunia? Jika iya, kenapa tidak ada yang membantu kita mempertahankan Al-Quds?"

Nida menarik napas panjang mendengar dialog iconic dari drama utama mereka. Bang Mi yang mengawasi di sebelahnya sambil bersedekap tampak sangat serius.

"Apa bermimpi bisa menginjakkan kaki di Al-Quds itu terlalu muluk, Kak?"

"Tidak ada mimpi yang terlalu muluk untuk dicapai, habibty. Al-Quds adalah amanah yang Allah berikan pada kita. Yakin dan berdoalah pada Allah, agar kita bisa kembali ke tanah suci itu suatu saat nanti."

Drama utama mereka ditutup dengan doa dari anak-anak Palestina yang ingin berbuka di Al-Quds suatu hari nanti. Nida menyeka air matanya sebelum kembali menaiki panggung. Sahutan kecewa terdengar dari para penonton saat mereka harus mengakhiri acara pentas seni malam ini.

Acara akbar yang menandakan keberhasilan mereka sebagai senior diakhiri dengan theme song yang dinyanyikan bersama. Rasa haru, takjub dan lega sekaligus memenuhi dada. Nida menyambut Riza yang berlari senang ke atas panggung sambil melepaskan headphone-nya.

"We did it, Nid!"

Nida mengangguk puas. Yah, mereka berhasil menyaingi Granada dalam penilaian penampilan. Bahkan drama utama mereka mendapat apresiasi standing applause dari para petinggi pondok.

Suka dan duka, kita lewati bersama

Saling melengkapi dengan tujuan yang sama

Teruslah melangkah, menuju tujuanmu

Menggapai harapan dan mewujudkannya

Hingga semua tergenggam

Kita percaya kan taklukkan dunia

Meraih mimpi bersama-sama, kita bisa

"Cassieopeia!" komando akhir Bang Mi menjadi puncak dari keberhasilan pentas seni mereka malam ini.

"Reach your dreams!"

____________________________________
A/N ;
2500 kata lebih nih. Hutang dua minggu bisa dianggap lunas, kan? *ngumpet 🙈

Sebelumnya alya mau minta maaf buat semua pembaca Dinamika Penjaga Cahaya yang suka sebel karena kelamaan nunggu dalam ketidak pastian, udah ada jadwal pasti juga seringnya kena php, tolong maafkan author gaje satu ini *susut ingus 😭

Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan mempertemukan kita dengan Ramadhan di tahun-tahun berikutnya. Allahumma Aamiin 😇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top