12 - Start
Tepat ketika cahaya matahari telah menyingsing, usai sarapan sederhana buatan Mahendra, Olivia ikut bersama dengan pria itu untuk melancarkan apa yang telah menjadi perencanaan mereka di hari sebelumnya. Kembali ke dunia Olivia dengan cara menemui Hesti karena hanya itulah jalannya.
Mahendra dan Olivia berdiri di hadapan meja kerja milik Hesti. Tampaknya, Hesti masih kesal dengan perlakuan Olivia pada saat wanita itu menghancurkan barang-barang pribadi yang sangat berharga baginya. Wajah gadis itu masam, tidak tersenyum dan memberikan pandangan sinis.
Rasa tidak percaya menggerogoti hati Hesti saat Olivia berkata, "Aku akan kembali ke duniaku. Tuliskan saja takdir yang telah kau rencanakan untukku."
Sebuah ucapan yang tampak seperti pasrah. Namun, penampilan wajah Olivia tidak sesuai dengan apa yang diucapkan. Gerak-gerik wanita seakan gelisah, harap-harap Hesti akan mengiyakan, dan senyum ringan tanpa beban juga ditampilkan. Olivia agaknya berbohong tentang kepasrahan dirinya untuk ikut sesuai dengan apa yang akan Hesti tuliskan. Terlebih kehadiran Mahendra juga menjadi tanda tanya.
"Aku tidak sengaja bertemu dengan Olivia di jalan dan langsung mengantarnya ke sini." Sebuah alasan tidak masuk akal. Hesti tahu itu.
"Bertemu di jalan dan langsung mengantar ke sini, ya? Lalu baju itu?" Hesti bertanya seraya menunjuk pada penampilan Olivia yang telah berbeda dari kemarin.
"Oh, itu karena aku tidak tega melihat penampilannya yang acak-acakan. Jadi, aku membelikan pakaian juga memberi makanan. Hanya itu." Mahendra menjelaskan.
"Kalian tidak sedang merencanakan sesuatu di belakangku, kan?" Hesti pun curiga.
"Memangnya kami bisa apa di belakangmu, Hesti?" Pertanyaan balik dari Olivia terlihat meyakinkan.
"Baiklah. Aku juga tidak tahu bagaimana konsep portal misterius tersebut. Kembali ke duniamu dengan cara dirimu dan diriku harus memiliki keyakinan yang sama bahwa kita sama-sama menginginkan portal dimensi terbuka. Kira-kira seperti itu," kata Hesti mengungkapkan teori yang hanya ada dalam pikirannya.
Olivia mengangguk mengerti. Maka kemudian, mereka sama-sama fokus. Mencoba memikirkan kehadiran portal antar dimensi tersebut. Hesti dengan pikiran mengirim Olivia kembali, dan Olivia memikirkan takdirnya yang akan berubah di tangan Hesti. Teori pembukaan portal kurang lebih dengan cara demikian. Rupanya, berhasil.
Benar-benar berhasil. Hesti membuka matanya dan mendapatkan portal telah terbuka di atas meja. Tidak sama seperti dulu yang harus menulis dengan pena, portal hitam itu terbentuk dengan sendirinya. Semakin melebar dan justru berpindah ke samping. Tidak membulat seperti genangan di atas permukaan, melainkan seperti pintu berbentuk lingkaran dan berdiri tanpa menghilangkan ciri khasnya yang berupa pusaran.
"Kalau begitu pergilah, Olivia. Tenang saja, aku tidak akan membunuhmu. Takdirmu tidak akan mati akibat tulisanku." Hesti memastikan itu dan Olivia mengangguk dengan sedih.
Olivia bergerak, melangkahkan kaki masuk ke dalam portal tersebut. Lalu, ketika punggung Olivia tidak lagi terlihat, kali ini Mahendra ikut bergerak. Melompat naik ke atas meja dan menggeser meja tersebut dengan penuh tenaga hingga berpindah tempat. Saat tak ada lagi halangan di depan mata, ia meraih lengan Hesti dan menariknya mendekat.
"KAK HENDRA!" Hesti berteriak. Tindakan kakaknya terlalu tiba-tiba hingga tubuhnya tak bisa memberontak.
Dalam situasi seperti ini, Hesti sangat mengerti dengan apa yang akan dilakukan oleh kakaknya. Menarik dirinya ikut masuk ke dalam portal yang masih terbuka. Meski telah memberontak dan meronta, tetap saja Hesti tak bisa berbuat apa-apa. Kakaknya itu adalah seorang detektif hebat dari segi otak dan juga fisik. Tubuh kecil setinggi 157 cm dan berat 47 kg dirinya tak bukan apa-apa bagi sang Kakak ketika dipanggul di bagian pundak.
"Turunkan aku! Aku tidak mau di penjara bersama Olivia! Turunkan aku, Kak!" Meski telah berteriak demikian, hasilnya adalah sia-sia. Mahendra membawa Hesti masuk ke dalam portal menyusul Olivia.
Namun, ada satu dari ucapan Hesti yang terwujud. Ketidakinginan dirinya berada di dalam penjara bersama Olivia. Hesti dan Mahendra pindah dimensi tetapi di tempat berbeda.
"Ini ... di mana?" Mahendra terkejut, saat penglihatannya bukan menampilkan penjara seperti yang Olivia ceritakan sebelum dirinya berhasil membuka portal.
Rengkuhannya pada Hesti pun mengendur, si adik itu pun langsung beringsut turun setelah dipanggul layaknya karung goni oleh sang Kakak.
Gadis itu menepuk bagian kotor di bajunya setelah terjatuh ke tanah. Sambil menggerutu, dia menoleh ke arah kakaknya yang sedang terdiam dengan tatapan lurus. Ia pun ikut bangkit, memerhatikan apa yang kiranya mencuri atensi sang Kakak.
Sebuah tempat yang luas, mirip taman dengan bagian samping merupakan air mancur besar, ada kolam kecil di samping air mancur dan beberapa patung hias. Lalu di arah berbeda dengan lokasi air mancur itu, sebuah bangunan menjulang tinggi terlihat cantik dan mewah berhiaskan lukisan emas pada bagian pintu yang besarnya lebih dari tiga meter.
"Ini adalah pintu masuk utama menuju aula Kerajaan Wisteria." Hesti membuka suara.
"Bagaimana kau tahu?" tanya Mahendra, agak terkejut karena adiknya itu bisa langsung menyimpulkan hal demikian hanya dalam sekali lihat.
"Aku yang mendesainnya, Kak. Setiap bab ceritaku memiliki ilustrasi yang kugambar sendiri. Bahkan desain bangunan istana Kerajaan Lotus dan Kerajaan Wisteria sudah lengkap aku gambar sejak penulisan buku seri pertama." Penjelasan yang masuk akal.
Mahendra tersenyum lalu bertanya, "Kalau begitu kau hafal seluk beluk istana ini bukan?"
"Tentu saja. Aku yang menggambarnya." Hesti menjawab dengan bangga.
"Kalau begitu, ayo cepat selamatkan Olivia." Mahendra berusaha menarik lengan Hesti tapi adiknya justru berpegangan pada sebuah patung di samping mereka.
"Tidak semudah itu, Kak," kata Hesti dengan gestur mata menunjukkan pandang pada para prajurit penjaga.
Mahendra pun akhirnya mengerti. Dirinya kembali menelisik lokasi tempatnya berdiri. Tempat para penjaga itu tidak terlalu jauh, ada yang berdiri di tempat dan ada juga yang berkeliling seperti sedang memantau keadaan. Lalu, Mahendra dan Hesti secara beruntung berada di tempat yang menjadi titik buta dari pengawasan para prajurit.
"Kalau begitu, kita hanya perlu menyusup ke sana, kan?" tanya Mahendra tanpa mengalihkan kegiatan dari mengamati sekeliling dengan pikiran yang berkelana mencari cara untuk menyusup tanpa terlihat.
"Untuk apa? Lihat di sana." Hesti menunjuk ke arah pilar yang ditempeli sebuah kertas besar dengan tulisan di dalamnya.
Dengan mata tajam seorang detektif, Mahendra bisa membaca apa yang tertulis di sana. Infomasi tentang hukuman mati dari Raja Edward dan mantan Ratu Olivia yang akan dilaksanakan hari ini, tepatnya menjelang sore hari.
"Itu ...." Mahendra tidak melanjutkan ucapannya saat telah mendapatkan kesimpulan bahwa, satu hari di dimensi nyata sama dengan satu hari di dimensi fiksi.
"Kemungkinan, jika Olivia berada di dunia kita, waktu akan mengikutinya. Sehari yang dialami dia di dunia kita, sama dengan sehari di dimensi ini. Tetapi, jika aku berada di dimensi nyata secara terpisah dengan Olivia di dimensi ini, maka waktu sehari di dunia nyata bisa menjadi berhari-hari di dunia ini. Tergantung jika aku menuliskan kelanjutan cerita atau tidak. Bisa saja jika aku tak menuliskan apapun, sehari di dunia nyata sama dengan sehari di dunia fiksi," Hesti menjelaskan garis besar teorinya pada Mahendra.
Tidak perlu diberikan penjelasan lebih lanjut, Mahendra sudah cukup mengerti dengan hal itu. Terbukti dari buku season pertama yang mengisahkan kehidupan Olivia sedari kecil hingga dewasa dan mengalami pernikahan serta mengandung sampai pada titik akhirnya wanita itu merasakan siksaan akibat pengkhianatan dan pemberontakan yang dipimpin Raymond. Dan waktu 28 tahun bagi Olivia hanya setara beberapa bulan pembuatan novel tersebut di tangan Hesti.
"Meski begitu, kita harus menolongnya, Hesti!" kata Mahendra tetap pada keyakinan semula.
"Olivia akan diselamatkan oleh orang lain. Bukankah kau sudah membaca outline kasar yang kau curi dari atas mejaku, Kak?" tanya Hesti. Sang Kakak pun berdecak lidah karena pencuriannya diketahui.
"Kau terlihat sangat santai untuk ukuran seseorang yang menghadapi hal seperti ini, Hesti," kata Mahendra, kini menatap curiga pada sang adik.
"Aku hanya terlalu bersemangat. Dunia yang kuciptakan benar-benar terasa nyata. Aku hanya ingin melakukan riset, apakah jika aku tidak menuliskan bab terbaru, kejadian di dunia ini akan sesuai dengan outline atau tidak."
"Tentu saja tidak! Karena di sini, ada aku yang akan merusak outline yang kau rencanakan itu."
Kepercayaan diri Mahendra membuat Hesti tersenyum. Si Kakak itu mengerutkan kening begitu dalam, tanda bahwa ia sedang berpikir. Jika Olivia akan baik-baik saja meski tanpa diselamatkan, maka yang perlu ia selamatkan saat ini adalah ... Raja Edward.
.
.
.
| T B C |
'Just do, what you want to do.'
❤️🌹❤️
- Resti Queen -
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top