08 - Begging

Dipertontonkan di sepanjang perjalanan menuju ke penjara bawah tanah Kerajaan Wisteria, kini Olivia mendekam di balik dinginnya jeruji besi yang hanya beralaskan jerami selama seharian penuh tanpa diberikan makanan. Perut kosong akibat tak terisi, mata memanas sebab tangisan yang tak kunjung berhenti, dan tubuh gemetar menahan dinginnya ruang besi.

Dada Olivia bergemuruh, cemas dan khawatir tertimbun di dalam sana. Nasib dari Raja Edward belum terdengar kabar karena lokasi penjara mereka yang berbeda. Indra pendengaran sang mantan Ratu itu juga selalu menangkap banyaknya tawa. Seruan kemenangan dan perayaan yang dilakukan oleh para penjaga. Mereka sama sekali tak menaruh rasa iba. Menyiksa dan memperlakukan manusia dalam penjara dengan semena-mena.

Miris. Kerajaan yang dulu dipimpin oleh dirinya kini hanya tersisa tangis. Rakyat kelaparan dan para bangsawan hidup mewah secara egois. Olivia meringis, mengutuk dirinya sendiri atas ketidakmampuan untuk melawan para pemilik kekuasaan yang bengis.

"Hei, bangun!" Seruan dari salah seorang penjaga penjara.

Olivia yang terbaring di atas alas jerami itu pun bangkit dan duduk menatap ke penjaga yang memegang sesuatu di tangan. Si penjaga tersebut kemudian membuka lebar gulungan yang dipegang. Dari tampak luarnya, itu adalah gulungan surat perintah dengan segel kerajaan.

"Dengan ini, aku Raja Wisteria Raymond Veledic Remessis menjatuhkan Olivia Elizabeth Remessis hukuman penggal atas kejahatannya berpihak pada musuh untuk meruntuhkan kerajaan sendiri. Hukuman mati akan dilaksanakan esok hari bersamaan dengan pemenggalan kepala pada Raja Edward yang telah mencoreng nama Kerajaan Wisteria dan menyeret ke dalam peperangan." Pengumuman disuarakan dengan lantang. Lantas penjaga itu kembali ke tempat jaga mereka masing-masing.

Olivia masih termangu di tempat. Apa-apaan putusan hukuman mati untuk kejahatan semacam itu? Olivia dianggap sebagai pengkhianat kerajaan dan Kerajaan Lotus dianggap sebagai pihak yang memicu perang. Sebuah putusan yang sangat tidak logis. Tetapi, ini Raymond. Manusia yang bisa melakukan segala hal licik untuk keberhasilan rencana keserakahannya.

Lagi-lagi, Olivia hanya bisa diam di dalam sel tahanan. Kali ini, ia bersandar di dinding besi yang dingin. Tertunduk sedih dan tak kuasa menanti hari esok.

"Apakah aku akan mati besok?" Olivia membatin.

Tidak mungkin kan? Olivia adalah tokoh penting dalam kisah yang Hesti buat. Wawancara Hesti yang ditonton oleh Olivia pada saat pertama kali berpindah dunia adalah tentang bagaimana gadis itu akan semakin membuat dirinya menderita. Tidak mungkin rasanya Olivia akan mati begitu saja. Gadis pembuat takdir itu tak akan membiarkan ia mati dengan mudah. Olivia masih akan terus menemui siksaan lahir dan batin di hari-hari berikutnya.

Benar. Olivia tak akan mati. Dia tidak, lalu siapa yang mati?

Mantan Ratu itu seketika terkesiap saat menyadari apa yang telah dipikirkannya sejak lama. Sebuah kesimpulan sama seperti apa yang ditarik oleh Hesti sebelumnya. Perpindahan dimensi yang dirinya lakukan dan bagiamana Hesti juga bisa berpindah ke dunia miliknya.

"Mungkinkah jika aku bertemu dengan Hesti, ia akan mengubah takdir Edward?" Olivia berpikir.

Dirinya seketika panik, langsung berdiri dari duduk dan menoleh ke kanan dan kiri. Otaknya terus bekerja untuk berfikir bagaimana cara menemui gadis itu.

Portal.

Ya, portal.

Masalah baru bagi Olivia adalah bagaimana cara membuka portal antar dimensi itu.

Sekali lagi Olivia mencoba mengingat-ingat bagaimana dulu ia bisa terjebak di dimensi dunia Hesti. Pada saat dirinya hampir mati akibat penyiksaan yang diterima, Olivia sempat berpikir tentang masa depan. Tentang dirinya yang tak ingin mati dan keyakinannya untuk mengubah takdir penuh kepedihan. Tekad kuat dalam diri untuk meminta bantuan dari luar demi membangun kembali dan mempertahankan kerajaan yang telah runtuh di tangan adiknya sendiri.

Maka, pada saat ini, Olivia melakukan hal yang sama. Membangun tekad di dalam hati untuk runtuhnya Raymond, dan membayangkan kembali kesejahteraan di tanah Wisteria. Lalu, Olivia memejamkan mata, berfokus pada pikiran dan harapan tentang Hesti yang akan mau membantu dirinya. Harapan bahwa Hesti akan menulis takdir berbeda.

Hingga kemudian, tepat ketika Olivia telah membuka mata, portal yang sangat diharapkan pun terbuka. Di dinding depan dirinya berdiri, lubang hitam seperti pusaran air telah terbentuk sempurna. Olivia menoleh ke sekeliling, memerhatikan para penjaga yang tak melihat ke arahnya. Para penjaga itu sedang sibuk dengan tugas mereka. Sehingga, mereka tak sadar ketika Olivia sudah melangkah dan masuk ke dalam pusaran tinta.

Rasa yang diterima oleh Olivia pun masih sama. Putaran dari portal sedikit memusingkan. Akan tetapi, karena ketenangan dalam diri Olivia, portal mengirim wanita itu dalam keadaan baik. Layaknya melangkah dari sebuah pintu ke dalam sebuah ruangan. Olivia berdiri di sebalik portal tersebut, menginjakkan kaki di ruang kerja Hesti tanpa disadari oleh gadis itu sendiri.

Olivia berada di balik punggung Hesti yang duduk di atas kursi. Di depan Hesti terdapat sebuah benda kotak yang bisa dilipat dan tengah menampilkan barisan tulisan. Gadis itu sepertinya sangat fokus dengan benda tersebut hingga tak menyadari kehadiran Olivia di belakang. Hesti juga masih sibuk untuk menekan-nekan benda asing itu dengan jari.

"Yosh! Dengan begini, bab awal untuk Olivia sudah selesai." Hesti berseru girang sambil mengangkat tangannya ke udara. Selanjutnya, gadis itu menghela napas seperti orang lelah lalu menenggak segelas air di samping tangannya.

"Hm, sepertinya aku harus mulai mengetik bab selanjutnya. Kira-kira hukuman mati Edward lebih enak dipenggal atau digantung, ya? Tapi, aku sudah terlanjur menulis outline bahwa Edward akan dipenggal." Hesti bergumam sambil mengangguk-angguk.

Olivia yang menyaksikan hanya membisu, dirinya sesak napas mendengar gadis yang jauh lebih muda darinya itu menggumamkan pembunuhan dengan begitu mudah.

"Sepertinya jika aku siksa dulu akan lebih baik. Setelah hukuman siksa, Edward akan digantung dan mayatnya akan dipenggal. Wow! Ideku sangat bagus dan menarik!" Hesti berseru lagi.

Di belakang, Olivia sudah tidak tahan dengan kegilaan gadis tersebut. Wanita yang menjadi korban dari pena milik Hesti itu pun berteriak, "Hentikan ide konyol dan gila itu, Hesti!"

Si pemilik nama pun terlonjak kaget hingga hampir jatuh dari kursi. Hesti langsung menoleh ke belakang, ia terkejut saat melihat Olivia sudah berada di balik kursinya. Segera Hesti bangkit, menghampiri Olivia yang sudah berdiri dengan ekspresi marah dan benci.

"B-Bagaimana bisa kau ...." Hesti tak melanjutkan ucapannya. Ia seketika sadar dengan kehadiran Olivia. Dugaannya benar. Olivia bisa berpindah ke dimensi nyata apabila ia sangat ingin untuk mengubah takdir hidupnya.

Hesti tersenyum kecil, Olivia di depannya sangat tertekan sampai-sampai datang padanya demi mengubah takdir. Sungguh, wajah gadis berusia 22 tahun itu penuh dengan kebanggaan sekarang. Seolah-olah, kehidupan wanita yang lebih tua enam tahun darinya itu berada dalam genggaman.

"Mau sampai kapan kau menyiksaku, hah?!" Olivia langsung berseru mengungkapkan kekesalan sekaligus ... keputusasaan.

"Aku tidak menyiksamu, Olivia. Dalam rencanaku yang akan tersiksa adalah Edward." Hesti menanggapi dengan cepat. Ia tak perlu berpikir lama untuk menjawab pertanyaan Olivia tersebut.

"Bagaimana bisa kau sekejam itu, Hesti?" Olivia tak habis pikir, tangisan yang sedari tadi ia tunjukkan di hadapan Hesti tak membuat gadis itu merasa iba.

Gadis di hadapannya ini tampak tidak berperasaan.

"Yang kejam itu adalah Raymond, bukan aku. Dia adalah villain utama di sini." Hesti menanggapi lagi dengan santai.

"Satu-satunya villain paling tidak berperasaan di sini adalah dirimu! Kau tahu bahwa aku dan duniaku adalah nyata dan kau masih hendak membunuh banyak orang di dalamnya! Kau memiliki kekuasaan untuk mengubah takdir duniaku tapi kau enggan melaksanakannya. Kau tidak jauh beda dengan Raymond, berdarah dingin dan kejam!" Olivia mengutarakan itu dengan nada suara tinggi. Hembusan napasnya tak beraturan akibat luapan emosi.

"Aku tidak bisa mengubah outline yang sudah ada. Penggemarku akan kecewa jika aku tak memenuhi harapan mereka pada kisah ini." Jawaban itu, lagi-lagi Olivia dengar. Hesti berbicara seolah tanpa berpikir. Gadis itu buta akan kepahitan hidup dari wanita yang berdiri dengan putus asa di hadapannya. Mata hati Hesti masih tertutup, lebih peduli pada egonya dan selalu memikirkan outline yang entah apa itu, Olivia tidak mengerti.

"Outline? Mengapa outline bisa begitu penting dibanding kehidupan banyak orang termasuk diriku?" Olivia bertanya-tanya. Seberapa besar pentingnya outline itu bagi Hesti hingga kesengsaraan Kerajaan Wisteria baginya sama sekali tak berarti.

"Aku sudah merancang kisah ini dari awal sampai akhir. Aku tak bisa-" Hesti terkejut, ia tak melanjutkan ucapan saat melihat Olivia sudah bersujud di hadapannya.

Olivia duduk bersimpuh, masih di lantai dengan kepala mendongak seraya berkata, "Aku mohon padamu, Hesti. Tuliskan takdir yang baik untukku. Tuliskan takdir yang baik untuk rakyatku. Tuliskan takdir yang baik untuk kerajaanku dan Kerajaan Lotus yang telah jatuh. Tuliskan takdir akhir untuk Raymond dan bantulah aku mempertahankan kerajaanku dari segala kejahatan. Aku mohon padamu. Aku mohon bantuan darimu." Olivia kembali bersujud usai berkata demikian. Tetesan air mata dari sang mantan Ratu itu pun menetes di lantai.

Di masa lalu, Olivia diajarkan etiket menjadi seorang Ratu. Dilarang membungkukkan badan sampai sembilan puluh derajat tak peduli pada Raja atau Ratu dari kerajaan penting di seberang.

Akan tetapi, kali ini berbeda. Olivia merasa bahwa bersujud adalah hal pantas untuk dilakukan. Jika dengan bersujud bisa membawa perdamaian pada dunianya, kenapa tidak? Itu adalah pilihan bijak terlebih dirinya sudah bukan lagi Ratu Kerajaan Wisteria.

.
.
.

| T B C |

'Please ....'

❤️🌹❤️

- Resti Queen -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top