Topan Tidak Ingin Jujur
TOPAN TIDAK INGIN JUJUR
*
*
*
*
Sedari semalam Mika terus merasakan kepalanya berdenyut pusing. Bagaimana tidak ia tak henti-hentinya menangis diam-diam dan menahan perasaan sakit hati sejak mengetahui kenyataan pahit yang ia alami.
Selesai dari restoran, membicara perilahal suaminya yang berkhianat. Mika berencana hendak mengantar Arini kembali ke sekolah. Dirinya tidak enak jika harus menahan Arini lebih lama lagi.
“Kamu yakin, gak apa-apa?” Tanya Arini saat melihat Mika yang bertambah lesu dan lemas.
Mika mengangguk pelan.
“Kita kerumah sakit dulu ya Ca, keadaan kamu terlihat gak bagus. Aku takut kamu kenapa-kenapa.”
Mika menggeleng pelan. Untuk saat ini berbicara sudah terlalu berat untuknya. Dirinya tentu saja sadar kalau tubuhnya sudah semakin lemas. Apalagi sedari semalam perutnya tidak ia isi dengan apa pun. Rasanya makanan apa pun yang masuk tidak tertelan.
“Aku mau ke sekolah aja Rin. Aku mau nunggu Jio pulang.”
Arini menghela nafas panjang. “Jio pulangnya masih lama. Ini masih jam sembilan Ca. Sudah lebih baik kamu pulang sekarang, aku antar. Nanti Juan biar aku antar juga ke rumah kamu, hem?”
“Pulang ke rumah cuma bikin kepala aku tambah pusing Rin. Aku mau ke tempat kamu aja.”
Arini tersenyum dan mengangguk pelan. “Baiklah, kita ke rumah aku.” Arini menyetujui itu, lagi pula rumahnya sangat dekat dengan sekolah tempatnya mengajar.
Keduanya pun beranjak, meninggalkan tiga gelas minuman diatas meja yang masih tersisa. Sementara itu di luar sana Bian sepertinya masih menunggu.
“Mika....” Bian berseru pelan melihat saat kedua sahabat itu baru keluar dari.
Mika hanya menyunggingkan bibir menanggapi. “Aku mau pulang, kalau kamu tahu tentang mas Topan tolong kasih tau aku.”
“Apa kamu masih ingin mempertahankan hubungan kalian setelah ini.”
Pertanyaan dari mulut Bian membuat Mika terdiam. Hatinya bergemuruh hebat mendengar pertanyaan itu. Kenapa semua orang seolah tak mengerti perasaanya saat ini.
Arini lantas mengambil sikap. Dia menatap Bian jengah. "Apa kamu tidak punya hati sehingga nggak bisa memilih pertanyaan yang bijak.” dengusnya, sembari melempar tatapan sinisnya Arini lantas langsung membawa Mika pergi dari sana. Bisa tambah sakit hati sahabatnua oleh ulah mulut laki-laki ini.
Bian memalingkan wajah kaku. Ia membaca kembali isi pesan di ponselnya.
Topan : Yan, gue kayaknya telat masuk. Gue mesti ke rumah sakit sekarang.
Memejamkan mata Bian menggenggam ponselnya erat, pasti gara-gara wanita itu lagi. Topan sudah benar-benar keterlaluan.
****
Sore hari itu, ketika langit mulai gelap Mika berpamitan pulang kepada Arini. Iya, wanita itu seharian ini menghabiskan banyak waktu diruamah sahabatnya tersebut untuk menghilangkan stres. Sebenarnya Mika sangat malas untuk pulang kerumah saat ini. Ia takut tidak bisa mengendalikan diri nanti dihadapan Topan.
"Aku takut kamu kenapa napa nanti dirumah." Arini berkata sembari mengatar Mika sembari menggendong Jio yang tengah tertidur untuk menuju halaman depan rumah menuju mobil.
Mika menggeleng pelan dengan sorot mata sulit diartikan.
Arini lantas menghela nafas pelan. "Kalau ada apa-apa telepon aku. Banyak-banyak istighfar kalau lagi emosi. Kalau kamu udah gak sanggup memendam semua jangan gegabah, hubungai aku. Aku akan selalu ada buat kamu, Ca."
Mika lagi-lagi mengangguk. Ia tak banyak bicara. Entah kenapa perasaan aneh nan asing terus merasukinya.
"Ca, denger telepon aku kalau ada apa-apa." Tutur Arini setelah membantu membukakan pintu mobil. Sementara Mika langsung membawa Jio membaringkannya ke kursi penumpang di depan. Setelah memasangkan seat belt sang anak ia membutup pintu dan menatap Arini yang sedari tadi berdiri di belakangannya.
"Aku pulang ya, Rin. Terima kasih udah mau nemenin aku hari ini." Mika menatap sahabatnya dengan sayu.
Sementara Arini menaruh sorot mata khawatir. Wanita itu lalu mengelus pundak Mika pelan. Kemudian setelah itu Mika berkata menuju pintu sebelah kemudi.
"Hati-hati dijalan, nyetirnya pelan-pelan aja, Ca." Arini terus memandang cemas. Semoga sahabatnya itu baik-baik saja nanti dirumah.
****
Sesampainya dirumah, Mika melihat mobil Topan sudah terparkir dihalaman depan. Rupanya sang suami sudah lebih dulu pulang darinya. Satu kata yang terlintas dikepala wanita itu saat ini, tumben. Biasanya Topan baru sampai tumah lebih lama lagi.
Setelah memarkirkan mobil miliknya Mika lantas keluar dengan menggendong Jio yang masih tertidur pulas.
Melangkah menuju kamar, Mika perhatikan suasana tampak hening. Sebagian ruangan masih gelap. Namun pencahayaan dari dapur masih dapar menyinari langkah wanita itu.
Pintu kamar sedikit terbuka, namun gelap. Mika yakin Topan ada di dalam sana. Perlahan ia geser pintu tersebut menggunakan kakinya. Lalu saat masuk wanita itu segera menyalakan lampu kamar.
Ia sedikit tersentak kaget saat sosok laki-laki yang nampak kusut itu menoleh padanya.
"Bun!" Seru Topan yang membuat Mika terkejut.
Mika tak lantas menggubris wanita itu malah menatap suaminya datar. Namun, perlahan ia melangkah untuk membaringkan Jio ke atas ranjang.
"Bun, kamu dari mana?" Tanya sang suami.
Mika tak lantas menjawab. Entah kenapa ia sangat tidak ingin untuk menatap mata suaminya itu saat ini.
Topan lantas tersenyum lesu dengan wajah pucat. "Ayah sedari tadi nunggun bunda pulang." Lalu beranjak dari duduknya dan menghampiri sang istri yang tengah menyimpan sejuta pilu dihatinya.
"Bun...."
Mika dapat merasakan pelukan erat dari belakang. Topan dengan perlahan melingkarkan tangan pada pinggang rampingnya.
"Ayah rindu." Bisik laki-laki itu pelan.
Mika tak lantas menggubris. Tak bisa dipungkiri kalau ia merindukan pelukan ini. Tapi ternyata rasa sakit yang ia dapat sedari semalam timbul kembali kala ia mengingat video itu.
Ada dengan laki-laki ini? Kenapa sikapnya malah sok manis begini? Apa dia tidak mendapat jatah dari wanita murahan itu. Apa mereka bertengar? Mika terus menggeram dalam hati.
Perlahan Topan membalik tubuh Mika untuk menghadapnya.
Mika tentunya dapat merasakan kalau saat ini Topan tengah menatap wajahnya dengan begitu dalam.
"Bun...." Topan menarik dagu sang istri pelan untuk menghadapnya.
Namun, Mika lantas memalingkan wajahnya cepat. "Aku lelah yah, aku mau mandi dulu." Mendorong pelan tubuh sang suami hingga kemudian menjauh darinya.
Topan tersentak, tidak biasanya sang istri berlaku dingin seperti ini padanya.
"Seharusnya aku yang bilang begitu. Aku lelah bun." Memang sorot mata Topan tidak bisa menyembunyikan betapa mengantuknya ia ketika itu.
Mika lagi-lagi tak menggubris, wanita itu terus melangkah hingga kemudian pergelangan tangannya dicekal kuat.
"Ada apa dengan kamu hari ini?"
Mika tak ingin meladeni Topan. Lantas wanita itu segera menarik pergelangan tangannya kuat dari sang suami.
Wajah Topan terlihat semakin kebingungan oleh perilaku istrinya. Sorot matanya pun berubah. "Bun, aku lebih lelah dari kamu. Aku kerja seharian. Aku butuh kamu layani."
Apa?!
Layani?!
Haruskah Mika melakukan itu setelah apa yang ia alami, setelah rasa sakit yang diterimanya. Wanita itu lantas menoleh cepat dengan mata menahan genangan
"Dan aku butuh kejujuran dari kamu? Apa yang kamu sembunyikan dari aku selama ini?" Tanya Mika tiba-tiba dengan suara sedikit parau.
Topan tersentak atas pertanyaan sang istri, ia lantas melonggarkan genggaman tangannya oleh pertanyaan itu.
"Ap-apa maksud kamu?" Sahut Topan dengan suara terbata. Rahang laki-laki seketika menegang dengan sorot mata cemas. "Kejujuran apa yang kamu maksud? Hal yang aku sembunyikan? Kamu ngomong apa Mika?"
Untuk sesaat Mika memandang dalam diam. Kenapa rasanya sangat sakit diperlakukan seperti ini. Kenyataan bahwa sang suami berusaha menutupi dengan rapat sesuatu yang telah ia ketahui.
Melihat diamnya sang istri Topan lantas berusaha mengendalikan diri. "Bun...." Tuturnya dengan senyuman.
Topan mendekat. "Ayah selalu jujur tentang apa pun sama bunda. Tidak ada yang ayah sembunyikan." Menangkup kedua sisi wajah istrinya sembari berusaha tersenyum. "Apa yang harus ayah tutupi dari bunda? Hem?" Lalu menarik wanita dengan wajah datar itu kedalam dekapannya dan memeluk erat. "Bunda pasti jadi banyak pikiran karena lelah." Mengelus kepala istirnya pelan.
Lalu setelah pelukan itu terlepas. "Ya sudah, bunda sekarang mandi duluan. Gak apa-apa setelah itu baru ayah yang mandi." Elusan dikepala setelah itu Mika terima kembali.
Pintar sekali ternyata suaminya ini berakting. Mau sampai kapan sang suami akan menyembunyikan bangkai itu darinya?
****
Selamat membaca, mohon beri dukungan kepada penulis :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top