Malam Ini Mika Pergi

****

Setelah memakai handuk Mika pun keluar dari kamar mandi. Tadi cukup lama ia mengurung diri disana, tidak perlu ditanya lagi apa penyebab hal tersebut terjadi. Matanya yang masih merah dan sembab cukup membuktikan, berapa banyak air mata yang ia keluarkan sembari membiarkan guyuran air menyirami tubuh hingga kulit jari-jarinya mengkerut. 

Pemandangan pertama yang ia lihat saat itu adalah Topan yang tengah terbaring pulas disamping sang anak. Tangis Mika rasanya ingin kembali pecah. Namun, dengan sekuat tenaga ia berusaha menahan diri. Jangan, jangan lagi menangis, sudah cukup. Karena dirinya sudah memutuskan sesuatu. Sesuatu yang mungkin akan sangat merubah hidupnya.

Yaitu, pergi membawa sang anak untuk meninggalkan Topan. 

Memikirkan itu Mika tersiksa pilu, ia sebenarnya tidak menginginkannya. Tapi, hatinya tidak kuat jika harus bertahan lebih lama lagi. 

"Bun."

Suara panggilan dari Topan yang tiba-tiba membuka mata membuat Mika tersentak. Ia segera mengusai diri dari perasannya yang dalam. Bergegas dirinya melangkah menuju lemari pakaian sembari memukul-mukul pelan dadanya yang terus-menerus seperti merasakan sayatan. 

"Bunda udah selesai mandinya?" Topan menggeser tubuh perlahan dari ranjang, hati-hati agar tidak mengganggu tidur sang anak. Seulas senyum hambar penuh arti ia lengkungan dengan sebuah tatapan nanar. 

Dan Mika merasakan itu, langkah sang suami yang mendekatinya di belakang. Merasakan itu Mika segera menutup lemari dan menjauh sembari membawa baju tidur yang akan ia kenakan malam ini. Bukan dress minim seksi yang biasa ia kenakan, bukan. Malam ini ia akan memakai pakaian yang sangat tertutup. Iya, Mika akan menutup diri dari apa pun yang akan dilakukan Topan padanya. 

Sementara itu Topan yang merasakan Mika terus menjauh sedikit tersentak oleh perilaku sang istri yang semakin banyak berubah. Ia terdiam sejenak, mematung sementara Mika mengenakan pakaian dengan terburu-buru. 

Hingga tak berapa lama, dering ponsel pun terdengar dari atas nakas tepat disebelah Mika berganti pakaian. 

Topan sontak menoleh, disana ia memperhatikan kalau Mika juga tengah melihat kerah ponselnya. Wajah lelaki itu lantas menegang dengan mata melebar. 

Namun, Mika yang kalau itu kemudian melepas lilitan handuk pada tubuhnya lantas mengakat kepala untuk melihat sang suami. 

"Hape kamu ada telepon masuk. Dari—" Mika mengintip sejenak pada ponsel. "Nomornya gak dikenal." Lirihnya kemudian.

Mendengar perkataan Mika Topan berusaha tersenyum dan mengangguk. 

"Iya, akan aku jawab." Tutur Topan, lalu lelaki itu pun melangkah. 

Sementara itu Mika tetap di tempat. Berdiri dengan wajah datar, menunduk dengan menahan perasaan. Sampai akhirnya ponsel tersebut pun diraih oleh Topan. 

Topan meneguk salivanya saat memperhatikan nomor tersebut. 

"Aku angkat telepon sebentar ya." Tuturnya dengan menatap ragu-ragu pada Mika. 

Mika masih memperlihatkan wajah datarnya dengan berde-em lemah. 

Topan melangkah keluar kamar, lalu melangit menuju dapur ruangan yang cukup jauh dari kamar mereka. 

"Halo!" Bisiknya hati-hati pada sosok diseberang. 

"Mas." Suara perempuan dengan rengekan manja pun terdengar. 

"Kenapa?" Ujar Topan dengan sedikit menggeram. "Kenapa kamu telepon aku sekarang. Kan aku udah bilang jangan telepon aku kalau sedang dirumah." 

"Mas bisa kesini sekarang nggak. Aku mual-mual lagi."

Astaga, jantung Topan tiba-tiba berdebar kencang. "Besok aja, aku gak mau temuin kamu sekarang. Nanti Mika curiga."

"Mas." Suara itu lalu terdengar menyentak. "Kamu juga harus perduli sama aku. Ingat diperut aku ada anak kamu sekarang."

"Helen!" Sentak Topan. "Kamu—" Topan kehabisan kata-kata, telunjuknya sampai mengacungkan karena menahan amarah. 

"Temui aku sekarang, atau aku akan kasih tau ayah tentang hubungan kita. Bahkan mungkin aku akan datangi istri kamu dan mengaku kalau sebentar lagi aku akan melahirkan anak lagi untuk suaminya."

Terdiam terpaku raut wajah Topan lantas berubah datar. "Kamu ngancem aku. Iya."

"Habisnya mas begitu."

Kepala Topan rasanya kosong. Tangannya mengepal kuat akibat ketidakberdayaan saat ini. "Baik aku ke sana sekarang." Lalu panggilan tersebut pun terputus. 

Sementara itu dikamar, Topan yang tengah terlihat acak-acakan begitu terkejut saat memperhatikan Mika tengah mengeluarkan pakaian dari lemari. 

"Mika." Tuturnya mendekat dengan cemas. "Kamu ngapain ngeluarin semua pakaian? Mau pergi?"

Mika yang tengah duduk pada sofa dan melipat pakaian pun menghentikan gerakan tangannya. Ia menoleh kearah Topan yang nampak cemas dengan senyum. 

"Aku cuma beresin pakain yah." Sahut Mika dengan lembut. "Udah lama gak rapiin lemari."

Atas jawaban sang istri Topan menarik nafas lega. Kepalanya memang sangat pusing saat ini. Sehingga membuat pikirannya jadi berlebihan. Untuk sesaat Topan berdiri terpaku seperti ada kebingungan saat itu. 

Namun, "Bun." Tutur Topan. 

"Iya?" Sahut Mika yang kembali melipat pakaian. 

Tiba-tiba ponsel Topan berdering kembali, membuat tatapan Mika refleks tertuju kearah sana. 

"Ayah pergi sebentar." Ujarnya tanpa memberikan alasan. 

Dunia Mika rasanya berhenti berputar saat itu juga, namun ucapan sang suami tersebut segera ia beri anggukan lemah. 

"Gak akan lama." Lanjut Topan lagi. "Bunda mau titip apa?"

Mika yang tengah terpaku sembari menahan sesak masih bungkam. 

Hingga untuk sesaat terjadi keheningan diantara mereka. 

Hal itu lantas membuat Mika berdiri dengan langkah pelan kearah Topan. "Aku gak mau apa-apa." Dengan senyum terpaksa. "Pergilah. Hati-hati."

Iya,Topan termangu sejenak dan dengan pelan ia pun mengangguk. "Iya, aku pergi."

Lalu tubuh laki-laki yang masih memakai pakaian seragam dinas itu pun memutar tubuhnya dengan ragu. 

Mata nanar Mika pun menatap langkah tersebut, hingga keluar dari pintu kamar.

Topan, demi anak kita aku menahan diri untuk nggak segera meluapkan amarah padamu. Tapi, aku sudah memutuskan. Malam ini kami akan pergi.

****

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top