Cerita Itu Membuat Mika Bertambah Sakit

CERITA ITU MEMBUAT MIKA BERTAMBAH SAKIT

*

*

*

*

"Dia bekerja sebagai sekretaris, dan itu mungkin yang menyebabkan wanita tersebut sering menemui suami kamu." jelas Arini hati-hati. Karena jujur saja ia sangat tidak tega melihat Mika tersakiti seperti ini. 

Terdiam dalam renungannya Mika kemudian menoleh kearah Arini. "Bisa temani aku kesana?"

"Kemana?" sahut Arini cemas.

"Ke tempat kerja suamiku."

Mata Arini berubah khawatir. "Ca, jangan gegabah. Kamu mau melabrak suami kamu dan wanita itu sekarang?"

Mendengar perkataan Arini entah kenapa bulir-bulir bening kembali mengalir dari sudut mata wanita itu. 

"Rin, aku mohon. Tolong! Kamu sahabat aku kan." tatapannya pilu pada sang sahabat. "Aku udah gak tau harus bagaimana lagi. Aku mohon...."

Arini paham, wanita itu pun lantas mengangguk. "Baik, aku akan temani kamu." walau dalam hati sebenarnya Arini takut kalau Mika akan mengamuk nanti disana.  

Kedua sahabat itu akhirnya pergi menuju tempat dimana Topan bekerja. Mereka akan ke dinas pendidikan. 

Arini tahu perasaan sahabatnya. Wanita yang sedang menyetir itu sedari tadi terlihat begitu cemas. Mereka melalui jalanan ramai di pagi hari. 

Hingga beberapa saat kemudian keduanya pun sampai di depan gedung Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Terlihat beberapa orang yang berpakaian dinas masih tengah melakukan apel pagi.

Mika mencari-cari sosok suaminya dari kerumunan tersebut. Ia tentu sangat mengenali postur tubuh suaminya. Tapi, setelah ia memperhatikan setiap lelaki yang ada disana Mika sama sekali menemukan sosok sang suami.

"Ca?" Arini menatap dengan sorot tanya.

"Rin, sepertinya suami aku nggak ada disana." nada suara tersebut keluar berikut dengan kecurigaan yang tiba-tiba timbul dalam hatinya. Ada perasaan tidak enak dalam hati Mika saat itu.

Arini lantas meraih telapak tangan sahabatnya yang terus memperlihatkan raut wajah gamang itu.

Arini lantas mengelus pundak sahabatnya menenangkan. "Ya sudah, jadi sekarang kamu mau bagaimana?"

Mika tak lantas menjawab. Ada getir takut dalam hatinya, ada perasaan cemas yang begitu tinggi saat ini. Apa mungkin setiap hari suaminya seperti ini? Kalau benar, berarti suaminya tidak melakukan pekerjaan dengan baik dan malah berduaan dengan wanita itu, wanita yang sangat tidak ingin ia sebut namanya.

Hingga kemudian dengan pikirannya yang menerka-nerka, Mika melihat laki-laki yang baru turun dari taksi dengan tergopoh-gopoh. Ia kenal lelaki itu, dia adalah Bian teman satu suaminya yang sering ia lihat datang ke rumah.

"Bian!!" setelah teriakan dari jendela itu, Mika lantas membuka pintu dan bergegas turun dari mobil.

Laki-laki yang merasa namanya disebut pun terlihat tolah toleh beberapa kali mencari sumber suara.

Mika berlari cepat menghampiri sosok Bian sementara itu Arini mengikutinya dari belakang.

"Bian!" Mika terengah menatap sosok Bian yang terkejut melihatnya heran.

"Mika?" laki-laki itu melebarkan matanya. "Ada apa?" Ia sedikit melihat kearah orang-orang yang masih berbaris rapi. Nampaknya laki-laki itu terlihat resah karena terlambat.

"Kamu tahu dimana mas Topan? Kamu tahu dimana suamiku?" tanyanya seketika mencerca dengan mata yang mulai menggenang kembali.

"Topan?" tuturnya dengan gestur aneh. "Loh mana aku tahu. Kamu kan istrinya. Atau mungkin dia sudah mengikuti apel pagi dibarisan sana." Sahut Bian ragu-ragu.

Mika lantas menggeleng pelan. Sepetinya ia kembali sulit berkata-kata.

Arini yang paham dengan hal tersebut lantas mendekat. Merangkul Mika lalu mengelus bahu sahabatnya itu.

"Bisa kamu ikut kami sebentar." pinta Arini kepada Bian.

Bian memiringkan kepalanya heran. "Untuk apa? Aku sedang buru-buru saat ini...." tapi melihat raut kesedihan Mika Bian seketika tidak melanjutkan ucapannya.

"Tolong." Arini akhirnya memohon. Ia melirik Mika sejenak. "Saya yakin kamu tahu sesuatu." kini ia menatap Bian semakin serius.

Bian menyadari ada aura asing disana. "Soal apa?"

****

Bian akhirnya mau tak mau mengikuti kedua sahabat itu. Di sebuah restoran yang masih sepi pengunjung. 

Mika yang matanya terus berkaca-kaca sedari tadi lantas bersuara. "Kamu tahu-" ucapanya itu tak lantas berlanjut.

sementara itu Bian masih menunggu dengan kebingungan. 

"Kamu tahu apa ada hal yang disembunyikan oleh suami aku selama ini?"  

Pertanyaan tiba-tiba Mika lantas membuat Bian tercekat. Lidah laki-laki itu mendadak kelu. "Apa maksud kamu? Aku kurang mengerti." kilahnya kemudian.

Arini yang melihat hal tersebut lantas menghela nafas sejenak. "Begini saja...." pungkasnya kemudian setelah memandang Mika dan Bian bergantian. 

"Apa kamu tahu tentang hubungan Topan dan Helen, keponakan dari kepala dinas?" lanjut Arini yang kemudian membuat laki-laki itu kembali melakukan gestur aneh. 

Bian menghindar dari pandangan Mika yang seolah menunggu jawaban. 

"Jadi kamu tau Bian...." Bibir Mika kembali bergetar dengan sangat hebat. "Kamu tahu kalau selama ini mas Topan-" suara Mika tertahan. Wanita itu kembali meneteskan air matanya. Ya tuhan, kenapa nasibnya seperti ini.  

"Kenapa kamu tidak memberitahuku. Kamu tidak kasihan sama aku Bian...." Bahu Mika semakin merosot rapuh. "Aku seperti orang bodoh selama ini."

Topan tentu saja merasa bersalah. Untuk sesaat dirinya tidak bisa berkata-kata. Sehingga terjadi keheningan sesaat diantara mereka yang terdengar hanya isakan kecil lagi dari Mika. Namun kemudian laki-laki itu berusaha berbicara kelu.

"Mika, aku bukannya nggak mau memberitahu kamu." ujarnya gugup. Semakin gugup karena Mika menangis dengan rintihan yang sangat menyakitkan.

"Terus apa? Aku salah apa Bian? Kenapa harus kamu yang menutupi ini dari aku." 

Mika terus meratap, merintih, ulu hatinya semakin sakit oleh kenyataan bahwa Bian juga menutupi semua darinya.

Bian benar-benar bungkam. Laki-laki itu hanya bisa memandang dengan perasaan iba. 

"Tolong beri tahu aku apa pun...." tutur Mika akhirnya. "Apa pun yang kamu tahu tentang mereka."

Bian yang menutup bibirnya rapat kemudian mulai bersuara. "Sekitar satu tahun yang lalu, disaat suami kamu masih menjabat sebagai staf biasa mereka bertemu saat mengantar kepala dinas yang saat itu baru saja dilantik."

Mika mendengarkan dengan hati bergetar.

"Dari sana sudah bisa dilihat gegalatnya kalau Helen yang adalah keponakan dari kepala dinas memiliki ketertarikan terhadap Topan." Bian meneguk ludahnya kelu. Karena jujur saja sebenarnya ia sangat tidak enak hati menceritakan semua ini kepada Mika.

"Awal mulanya Topan tidak merespon, namun Helen seperti tidak patah semangat untuk mengejar suami kamu. Setiap hari ia mendatangi kantor, membawakan makanan dan juga memaksa Topan untuk menemaninya jalan-jalan. Hingga kemudian...."

"Sudah cukup-" tutur Mika tiba-tiba. "Tidak usah diteruskan lagi. Aku sudah paham sekarang." Mika lalu menghembuskan nafasnya kasar. Ia benar-benar tidak terima dengan semua penghianatan ini.

"Ca...." Arini mengelus bahu sahabatnya yang menegang.

Mika lalu menoleh pada Arini. "Aku salah Rin, nyatanya cinta sejati ku telah berkhianat." tuturnya dengan menahan segala kepedihan yang ada. "Dan juga aku gak menyangka, dibalik keberhasilan suamiku berselingkuh, orang-orang yang melihat ternyata malah mendukung." ia menatap Bian dengan menuduh. Dirinya yakin bahwa bukan hanya Bian yang tahu soal ini.

"Apa semua orang dikantor tahu tentang mereka?" Mika bertanya dengan sisa-sisa kekuatannya.

"Mika...." Tutur Topan tak tega. 

Mika lalu tertawa hambar. "Jadi semua orang sepakat untuk menyakiti aku." Wanita itu menggelengkan kepala tidak mengangka.

"Mika bukan begitu, aku tidak bermaksud, aku hanya tidak ingin kamu sakit hati." jelas Bian hati-hati 

"Tapi kamu lihat, sekarang aku bukan hanya sakit hati. Tapi aku hancur Bian, aku hancur. Pernikahanku sudah tidak ada harapan lagi." Hati Mika terus merasakan perih yang amat dalam.

Dengan menyisakan dua orang yang memandang dengan iba sementara yang satunya lagi menatap dengan segenap perasaan berasalah.

****

Selamat membaca ges!



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top